Oleh P. Kons Beo, SVD
Ini bukan soal terbantainya Swiss di tangan Portugal 1 – 6 di laga kemarin itu. Bukan! Bukan pula soal ‘tiba-tiba melejitnya’ Ramos dengan hattrick-nya ke gawang Swiss. Bukan! Ini bukan tentang gagahnya Pepe, defensore Portugal yang bikin gol kedua buat Portugal dengan tandukan kepalanya. Lagi-lagi bukan!
Portugal, memang, dari dalam dan luar stadion, di hari-hari ini lagi riuh bergemuruh. Eforia anak muda Goncalo Matias Ramos belum stop-stop juga. Penyerang klub Benfica, 21 tahun itu, tiba-tiba bersinar terang di malam Lusail Stadium, Qatar.
Dan memang malam itu adalah milik Ramos. Kiranya tak hanya fans Portugal yang terpana. Bahkan jagat sepakbola pun terkesima. Ramos ‘terlalu ambil dan asyik’ malam itu. Enerjik, lincah dan cerdas untuk bikin tiga gol itu. Kiranya, Portugal sudah siap untuk masuk ‘era baru post CR 7 di lini depan.’
Namun, tampaknya malam gemerlap senegeri Portugal berikut buat para fansnya, bukanlah milik Ronaldo. Beberapa kali CR 7 tersorot kamera. Ada kamerawan yang lagi menelisik sisi lain glamournya malam ceriah Portugal dengan buramnya raut wajah Ronaldo.
Ada apa dengan gesture Ronaldo yang sekian disorot tajam itu? Pro – kontra ‘body language’ Ronaldo muncul tak kalah seru. Saat ia bergirang gol demi gol, ia terhakimi ‘tengah berteater.’ Senyum dan tawa hanya sekedar saja. Sebagai pelengkap sempurnanya sandiwara hatinya yang lagi galau.
Ronaldo, malam itu, benar-benar ‘dikalahkan dalam dirinya sendiri.’ Jika itu yang ditafsir, maka betapa skuad Selecao benar-benar sadis serentak ‘kanibalis.’ Tak hanya ‘memangsa Swiss’ namun ia pun ‘melahap sang CR 7, kapitannya sendiri.’ Kira-kira itu yang terjadi di lapangan.
Dan masuknya Ronaldo di menit ke 73 adalah “satu sejarah baru.” Pertama kali Ronaldo masuk lapangan dari bangku cadangan. Dalam laga sepenting dan segenting ini. Sekedar perhargaankah ini? Hanya mau membuktikan bahwa CR 7 masih bertaji? Atau memang ‘sudah kelayakan saatnya ia ditenangkan dalam damai di bangku cadangan untuk pertandingan selanjutnya?’
Selentingan coretan jurnalis memang membara. Cenderung menghanguskan Ronaldo. “Cristiano Ronaldo Tak Mau Latihan dengan Pemain Cadangan Setelah Portugal vs Swiss Piala Dunia 2022,” atau bahwa “Sedih Lihat Cristiano Ronaldo Dicadangkan di Laga Portugal vs Swiss…” Dan takalah tajamnya satu nasihat, “Dear Ronaldo, Berhentilah Merajuk!”
Ronaldo, sejatinya, malam kemarin itu, tak sedang ‘menyatu bersama Portugal menantang Swiss.’ Ia sungguh berperang ‘melawan dirinya sendiri.’ Ronaldo lagi serba kalut dan tak karuan. Bila mesti dilukiskan: ‘Ronaldo malam itu, adalah perang sengit antara hari-hari lalu yang berjaya dan malam itu yang diredupkan dari bangku cadangan. Dan yang lebih menusuk bahwa area perang sengit itu adalah dirinya sendiri!’
Dan lebih dari itu segenap fans Portugal, takutnya lagi, segera diserang oleh ‘penyakit cepat lupa.’ Terpana oleh bintang muda yang mulai bersinar, perlahan-lahan mulai ‘melupakan Ronaldo.’ Itu bisa terbaca dari jajak pendapat publik Portugal 70 % yang inginkan CR 7 dicadangkan.
Bagaimana pun, demi negerinya, Portugal, Ronaldo sudah berikan yang terbaik. Dalam dirinya, Portugal jadi terkenal dan meluas. Tentu, selalu terkenang oleh publik Portugal gelar Juara Eropa 2016. Di Partai final, Portugal membabat tuan rumah Prancis 1 – 0. Dan gol itu tercipta saat Ronaldo sudah berada di pinggir lapangan. Ia cuma main 24 menit di final itu akibat cedera. Yang membuatnya keluar lapangan berderai air mata.
Tak ada yang kurang dari Ronaldo demi Portugal. Namun, pasti merupakan satu kado istimewa buat Portugal, jika Ronaldo mampu ‘mengalahkan dirinya sendiri.’ Tetap berjiwa besar demi Portugal. Rela untuk tulus ‘mundur.’ Memberikan semangat dari ‘pinggir lapangan’ atau dari bangku cadangan sekalipun. Demi para pejuang Portugal lainnya.
Mungkin pula bagi Elma Aveiro, si Kakak Ronaldo itu, untuk tak ramaikan publik Portugal dengan selentingan kata penuh heboh. Fernando Santos sungguh tak berniat untuk mempermalukan Ronaldo, sang adik. Semuanya demi negeri Portugal, sang pelatih dan 70 % publik, sudah melihat yang terbaik.
Sepantasnya, kita tak cepat-cepat hakimi Ronaldo bahwa ia sudah masuk dalam lintasan Post Power Syndrome. Janganlah! Tetapi, mungkin saja Ronaldo lagi sembunyikan ambisi pribadi untuk memeterai kariernya dengan ‘memberi yang terbaik bagi Portugal dengan Piala Dunia.’
“Sudahlah Bro CR 7.” Hingga Oktober 2022 sudah terukir 700 gol. Ini belum terhitung sekian banyak rekord yang tercetak. Ronaldo tetaplah pretasi, pundi-pundi yang tebal serta nama besar. “Apalagi yang masih kurang?”
Maka jawabnya hanya satu: “Abaikan segala prestasimu, bagi-bagilah kekayaanmu kepada orang miskin, lalu berbesar hatilah untuk berdiri di pinggir lapangan atau duduklah di bangun cadangan. Berilah semangat rekan-rekan setim. Demi Portugal nan jaya. Itulah yang teristimewa. Tiada yang akan berkurang sedikit pun dari situ.”
Akankah Ronaldo sanggup berdiri tulus dan berbesar hati dari ‘jauh bangku cadangan untuk melihat adik-adiknya masuk lapangan tanah terjanji untuk memenangkan Piala Dunia Qatar 2022? Kita lihat sajalah. Yang jelas, di depan mata, telah siap Maroko untuk menghadangnya serius.
Verbo Dei Amorem Spiranti
Penulis, rohaniwan Katolik, tinggal di Roma