Oleh Pater Kons Beo SVD
Benci, amarah, dendam, iri hati, penuh curiga, plus gelagat untuk memata-matai Yesus semakin menebal dan membeku. Para elit religius di Yerusalem memang semakin tak nyaman di hati.
Yesus, si Nazareth itu, sudah terlampau tenar dan sungguh berdaya pikat di hati massa. Satu skenario licik pun dibangun: Ia penghojat Allah. Dan menurut hukum: Ia harus mati. Tak mungkin luput dari konsekuensi tragis itu.
Dalam pada itu, elit politik, kaki tangan penjajah Romawi, ternyata tak sedahsyat tampuk kekuasaan yang lagi digenggam. Suara massal, “Satu-satunya raja kami ialah Kaiser.”
Tak berhenti di situ, teror kuasa pun membentur hati Pilatus, “Kau bukanlah sahabat kaiser, sekiranya si penghojat dari Nazareth ini dibebaskan.” Pilatus sungguh kena mental. Jadi ciut nyali ia untuk segera ‘cuci tangan.’
Hasil kongkalikong ijtimah ulama Yahudi dan lalu merasuki hati kaum haus kuasa elit potitik tanah jajahan Romawi di Palestina, lahirkan koalisi dengan geliat konspirasi berdarah buat Yesus: DIA harus mati! Iya, Dia sepantasnya dihukum mati.
Lalu?
Segala strategi mesti dirapihkan dalam (seolah-olah) itulah suara rakyat yang sungguh menuntut. Dan terjadilah: Pilihan kematian tertimpah pada Yesus. Sebab, “Salibkanlah Dia! Salibkanlah Dia!” dari suara skenario itu terlampau tangguh. Yesus harus ditamatkan sesegeranya.
Dan Jumat Agung buat kita adalah drama kekalahan berdarah buat Yesus. Ia kalah telak di tiang kehinaan. Nampaknya semua sudah berakhir. Mungkinkah para elit keagamaan Yahudi di Yerusalem siap-siap rayakan kemenangan jaya? Apakah semuanya sudah selesai sejalan dengan suara di salib “selesailah sudah?”
Tidak!
Kisah di hari pertama di minggu itu, porak-porandakan seluruh skenario seram dan suram itu. Cukuplah kita termenung pada kisah “batu penutup kubur yang telah diambil dan tiada.” Iya, Yesus sungguh tak bisa diskenariokan dalam kekalahan dan kematian satu putaran lintasan satu garis lurus jalan salib dari pengadilan sesat istana Pilatus hingga kematian tragis Golgota. Tidak…
Ternyata, Tuhan segala kebenaran tidak bisa diperdaya oleh segala siasat maut manusiawi. Tuhan segala Kebenaran tidak bisa diprogramkan dalam segala manuver penuh intrik sarat manipulasi.
Seberapa berat ‘batu penutup makam’ toh pada saatnya bakal tercopot dan terguling pula. Tuhan bangkit. Tuhan meraja. Kebenaran dan Keselamatan dalam Tuhan tak bisa ‘ditutup mati oleh batu penutup makam itu.’
Semuanya kisah kebangkitan Tuhan seturut Penulis Yohanes terlukis sederhana. Namun, baliknya terdapat kekuatan nilai yang patut direnungkan. Semuanya terjadi saat hari masih pagi-pagi benar. Ketika hari masih gelap. Itukah gambaran suasana alam dan hati kita yang masih gelap tak menentu? Dan belum tercerahkan? Namun, di atas segalanya, Tuhan telah memenangkan situasi penuh suram ini.
Tetapi, Paskah peralihanan Tuhan, adalah Paskah Keselamatan. Tuhan yang bangkit itu telah menang jaya. Ia menang tanpa mengalahkan apalagi menghancurkan. Yesus menang tanpa membinasakan para lawan yang memusuhiNya. Sebab dari atas salib, Ia telah mengampuni semuanya dalam doa teramat lembut dan penuh cinta.
Kisah Tuhan ‘menang satu putaran tidaklah berakibat pada kekalahan dan kekalahan satu putaran.’ Dalam Paskah Tuhan, semua manusia dan alam semesta dimenangkan dan diselamatkan. Dalam Paskah Tuhan tak pernah ada narasi kalah menang, luput dan kebinasaan.
Bagaimanapun Kisah Paskah mestilah jadi spirit perjuangan iman kita. Demi membongkar dan membuang ‘batu-batu penutup hati nurani dan batin kita.’ Di satu putaran kehidupan ini, kita senantiasa dipanggil untuk memenangkan pertarungan dalam nilai. Di dalam Kasih dan Kebaikan. Satu panggilan hidup yang tak mudah….
Paskah Kristus memenangkan kita semua. Tetapi, akhirnya, “Sekiranya Anda sungguh beriman pada Kristus yang bangkit, maka singkirkanlah segala batu-batu kubur suasana yang mencekam. Yang tak membawa kebebasan, keceriahan, sukacita dan keselamatan bagi sesama…..”
Salam Paskah…
Verbo Dei Amorem Spiranti
- Penulis, rohaniwan Katolik, tinggal di Roma