Masa Jabatan Presiden Ditambah Itu Obsesi Homo Orbaicus

KUPANG KABARNTT.CO—Staf pengajar etika politik di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero (STFK) Maumere, Flores, Pater Dr. Otto  Gusti, SVD, melontarkan pandangan dan sikapnya terkait deklarasi  Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada Konstitusi 1945.

Untuk  diketahui Komite Penyelenggara Referendum Terbatas pada Konstitusi 1945 dideklarasikan di Kupang, Senin (21/6/2021)  sore. Deklarasi berlangsung di Lapangan Hollywood Kelapa Lima, Kota Kupang.

Bacaan Lainnya

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat,  yang diwakili Karo Administrasi Pimpinan Setda NTT,  Dr. Ardu Jelamu Marius, hadir mewakili gubernur memberi kata sambutan. Hadir juga Bupati Sumba Tengah, Paul SK Limu.

Pada kesempatan tersebut dibacakan maklumat deklarasi oleh anggota Komite Referendum.

Dalam maklumat tersebut disebutkan, referendum akan dilaksanakan selama satu bulan dimulai pada Senin, 21 Juni 2021 hingga 21 Juli 2021. Referendum tersebut bersifat terbuka.

Masyarakat NTT diminta menentukan pilihan untuk dua pertanyaan yang diajukan oleh Komite Referendum.

Pertama, apakah setuju jika Presiden Jokowi dipilih kembali menjadi presiden untuk periode ketiga?

Kedua, apakah setuju jika pasal 7 UUD 1945 tentang masa jabatan presiden diubah?

Ketua Komite, Pius Rengka, dalam pidatonya mengatakan, saat ini sedang berkembang opini di tingkat masyarakat Provinsi NTT yang meminta Jokowi dapat dipilih kembali.

Pater Dr. Otto Gusti, SVD memberikan tanggapan kritisnya atas kehadiran Komite Referendum itu.

Menurut Ketua STFK Ledalero itu, amandemen konstitusi untuk kepentingan kekuasaan adalah tanda buruk bagi demokrasi di Indonesia. Apalagi indeks demokrasi Indonesia terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

“Kita tahu, pembatasan masa jabatan presiden menjadi hanya dua periode adalah produk reformasi yang telah diperjuangkan berdarah-darah oleh para mahasiswa pada tahun 1998. Alasannya, masa jabatan presiden yang tidak terbatas telah mematikan demokrasi dan menghancurkan bangsa Indonesia selama masa Orde Baru,” kata Pater Otto kepada kabarntt.co, Selasa (22/6/2021).

Pater Otto bahkan bersuara keras terhadap upaya mengamandemen pasal konstitusi itu. “Menurut saya, mengamandemen kembali pasal konstitusi produk reformasi (Pasal 7 UUD 45) adalah obsesi para homo orbaicus (manusia Orde Baru) yang ingin menghidupkan kembali rezim totalitarian Orde Baru dan menguburkan proses demokrasi,” kritiknya.

Menurutnya, pasal 7 UUD 45 adalah satu model kontrol konstitusional dan demokratis terhadap kekuasaan dan itu sangat urgen dalam sebuah demokrasi.

Pater Otto  mengutip kata-kata  Lord Acton: “Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely”  (Kekuasaan itu cenderung korups, kekuasaan yang absolut sudah pasti korup).

“Saya menduga ini juga agenda para oligark yang ingin menggunakan kekuasaan negara untuk memuluskan dan mengamankan agenda bisnisnya,” katanya.

Pater Otto mengatakan, jika amandemen Pasal 7 UUD 45 betul dijalankan, maka Jokowi akan dikenang sebagai presiden yang menguburkan agenda reformasi dan partai penguasa juga akan dikenang sebagai partai yang tidak pro demokrasi dan reformasi. (den)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *