PERMMABAR Kupang Pertanyakan Keberadaan BPOPLBF

KUPANG KABARNTT.CO—Persatuan Mahasiswa Manggarai Barat (PERMMABAR) Kupang mempertanyakan keberadaan dan kejelasan Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOPLBF) di Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Lembaga yang pembentukannya diinisiasi Presiden Joko Widodo melalui Perpres No. 32 tahun 2018 tentang BPOPLBF sampai dengan saat ini terus menuai kontroversi di tengah masyarakat khususnya masyarakat Manggarai Barat.

Bacaan Lainnya

Selain karena tidak adanya transparansi dalam pembentukan lembaga yang mengelola pariwisata daerah cakupan Flores itu terutama di beberapa titik, kehadiran lembaga ini juga seakan menutup ruang gerak pemerintah daerah untuk menentukan arah pembangunan pariwisata di daerahnya sendiri. Sehingga banyak hal yang turut dipengaruhi sebagai imbas dari keberadaan BPOPLBF ini.

Hal ini  disampaikan oleh Germas PERMMBAR Kupang, Jelo Jehalu dalam press release yang diterima media ini, Selasa (20/4/2021). Jelo mengatakan, keberadaan BPOPLBF di Kabupaten Manggarai Barat menaruh pertanyaan besar di tengah masyarakat Manggarai Barat. Mulai dari pembetukannya yang tidak melibatkan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), juga terkait kebijakan yang diambil tanpa adanya koordinasi dari lembaga yang mewakili Kabupaten Mabar  seperti pemerintah daerah baik eksekutif maupun legisalatif.

“Keberadaan BPOPLBF di Labuan Bajo merupakan strategi atau resep dari pusat untuk mengelola dan mengembangkan pariwisata di Labuan Bajo. Hal ini tentu saja lahir karena pemerintah pusat ingin pariwisata di Labuan Bajo sebagai salah satu destinasi pariwisata kelas dunia ditata dengan baik,” kata Jelo.

Namun, PERMMABAR Kupang, kata Jelo, melihat sisi yang lain dari keberadaan BPOPLBF ini, misalnya pembentukannya yang tidak melibatkan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

“Hal ini adalah suatu bentuk tidak transparannya pemerintah pusat dalam mengelola pariwisata di Labuan Bajo. Buntutnya,  tidak ada keterlibatan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dalam struktur organisasi BOPLBF. Patut kita pertanyakan, mengapa Pemkab Mabar tidak dilibatkan?” kritik Jelo.

Jelo bahkan menduga keberadaan BOPLBF ini adalah implikasi dari kerakusan dan bentuk penjajahan  dari pusat untuk menguasai Labuan Bajo.  “Publik bisa saja menduga bahwa keberadaan dari BOPLBF ini adalah implikasi dari kerakusan pemerintah pusat atau bisa saja BOPLBF ini merupakan perpanjangan tangan dari pusat yang berkonspirasi dengan kapitalis untuk kepentingan oligarki,” tegasnya.

Selain itu, kehadiran BOPLBF juga mempersempit ruang gerak dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dalam mengelola pariwisata. Seharusnya Pemkab Mabar lebih berperan aktif.

Hal ini kemudian akan berdampak pada banyaknya aspirasi yang tidak terdengar dan juga kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi karena Pemkab tidak mempunyai andil yang cukup besar dalam pengambilan kebijakan.

“Campur tangan pusat yang berlebihan akan berdampak pada kebijakan publik di Kabupaten Manggarai Barat, seperti misalnya banyak aspirasi yang tidak didengar ketika publik mengkritisi kebijakan ataupun aktivitas yang dilakukan oleh BPOPLBF. Hal itu bisa dilihat dari beberapa aktivitas dari BPOPLBF  yang menuai kontroversi, seperti kebijakan pengalihfungsian kawasan hutan Bowosie, Nggorang Labuan Bajo menjadi bukan hutan di atas lahan 400 Ha,” urai Jelo.

Sementara itu  Ketua Umum PERMMABAR Kupang, Epi Staren, mengatakan, kehadiran BPOP LBF merupakan bukti kelalaian Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dalam mengelola potensi wisata di Manggarai Barat. Kehadiran lembaga ini juga merupakan bukti lambannya pemerintah daerah dalam merespon ataupun mengkritisi kebijakan pemerintah pusat sehingga mengabaikan konsep pembangunan pariwisata yag telah dicanangkan oleh pemerintah daerah.

“Kami meminta Pemerintah Kabupaten Mabar dan DPRD Mabar untuk bersikap tegas dan konsisten terhadap pembangunan pariwisata berbasis potensi lokal. Jangan lengah dan harus berani untuk melawan kebijakan pemerintah pusat  yang tidak menguntungkan daerah. Kami meminta Pemerintah Kabupaten Mabar untuk lebih proaktif dalam merebut peran strategis pembangunan pariwisata super premium itu agar terkesan Pemda tidak tidur. Dan yang perlu diingat bahwa tuan sesungguhnya dari potensi tersebut adalah rakyat Mabar bukan rezim Jakarta,”  kata  Epi.

Dengan sejumlah pertimbangan di atas, Epi menegaskan PERMMABAR Kupang menyatakan sikap keberatan dengan kehadiran BPOPLBF.  “Atas nama organisasi, kami menyatakan sikap keberatan dengan keberadaan dari lembaga ini. Kami meminta pemerintah pusat agar jangan terlalu rakus dalam mengelola potensi pariwisata di Manggarai Barat,” tutupnya. (den)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *