Golkar 57 Tahun, Urun Rembuk di Golkar NTT

Oleh: Frans Sarong

Bacaan Lainnya

Setelah sekitar tujuh bulan dinakhodai oleh ketua berstatus pelaksana tugas (Plt),  Golkar Sumba Barat Daya akhirnya memiliki ketua definitif sejak Sabtu (25/9/2021). Ketua terpilih adalah Antonius Umbu Zaza, menggantikan Ketua Plt Libby Sinlaeloe, yang adalah Wakil Ketua Bidang Perempuan DPD Golkar NTT. Prosesnya melalui forum pemegang kekuasaan partai bernama musyawarah daerah luar biasa (musdalub) yang berlangsung di Kota Kupang.

Setidaknya ada tiga catatan menarik dari rangkaian musdalub itu. Pertama, proses persidangannya yang dipimpin oleh Beny Taopan (Wasek Golkar NTT) dkk, mengalir lancar dan cepat. Hanya sekitar empat jam, termasuk pembukaan. Kedua, pemandangan umum atas laporan pertanggungjawaban Plt, hanya diwakilkan kepada satu orang pemegang hak suara. Dia adalah Stefan Jakedu, pimpinan Golkar  Kecamatan Kodi. Pemandangan umum seperti ini lazimnya menjadi panggung seru berorasi sekalian berolah  aspirasi dari setiap pemegang hak suara. Namun ketika musdalub itu, Stefan secara aklamasi dipercayakan mewakili 10 dari 11 pemegang hak suara Golkar SBD. Satu diantaranya berhalangan hadir. Ketiga, ketua terpilih dihasilkan melalui urun rembuk atau musyawarah, bukan pemungutan suara atau voting.

Sebenarnya pelaksanaan Musdalub Golkar SBD itu hanya sebuah rangkaian kegiatan politik biasa saja. Tidak ada yang luar biasa. Apalagi sudah dipublikasikan melalui berbagai media online, sesaat setelah musdalub berlalu, pada pekan ujung September lalu. Meski begitu, rangkaian persidangannya dirasa perlu dibentangkan kembali karena sekalian menjadi contoh semangat dan juga aksi urun rembuk yang kian menguat sebagai kekhasan Golkar NTT dalam bermusda atau musdalub.

Agar lebih meyakinkan, boleh disebutkan beberapa lagi contoh musda di Golkar se-NTT yang pelaksanaannya kuat memancarkan urun rembuk. Satu di antaranya musda di Kabupaten Kupang. Sempat menguat dua kandidat ketua, yakni Jerry Manafe (incumbent yang juga Wakil Bupati Kupang) dan Daniel Taimenas (Ketua DPRD Kabupaten Kupang).

Sebagian kegiatan musda sempat dilaksanakan di Tarus, Kabupaten Kupang, pada Senin (20/7/2020). Karena urun rembuknya belum membuahkan kesepakatan, kelanjutan musda ditunda dan ditarik ke provinsi yang akhirnya dituntaskan pada Senin (10/8/2020). Rangkaian kegiatan diawali pertemuan pramusda yang dipimpin Ketua DPD Golkar NTT, Melki Laka Lena. Setelah melalui urun rembuk berdinamika seru dan ketat, akhirnya bermuara pada titik temu bagi Daniel Taimenas. Kesepakatan pada pramusda itu kemudian terlegitimasi secara aklamasi melalui rangkaian musda.

Satu lagi contoh Musda Golkar NTT pada 2-3 Maret 2020. Agak berbeda dengan musda Kabupaten Kupang, rangkaian kegiatan musda tingkat provinsi itu nyaris tanpa riak mengganggu. Jelang pelaksanaan musda tak terdengar dinamika pergulatan kandidat. Tidak terdengar pula hiruk-pikuk upaya penggalangan atau karantina “pengamanan” kelompok pemegang hak suara, sebagaimana lazim terdengar sejak lama. Prosesnya mengalir teduh, damai. Bahkan saat pemandangan umum atas laporan pertanggungjawaban Melki Laka Lena, disepakati tidak oleh semua pemegang hak suara.

Sikap dan aspirasi 22 DPD Golkar kabupaten/kota se-NTT sebagai pemegang hak suara, secara aklamasi diwakilkan kepada tiga ketua DPD 2. Mereka adalah Umbu Lili Pekuwali mewakili Sumba, Jonas Salean untuk Timor dan Osi Gandut mewakil DPD 2 se-daratan Flores. Nada aspirasinya sama: menerima laporan pertanggungjawaban Ketua DPD Golkar NTT dan kembali mengusung Melki Laka Lena.

Suasana amat kondusif dimungkinkan karena setiap tahapannya selalu bersemangatkan urun rembuk. Juga karena sejak menjelang musda, hanya sosok tunggal yang mencuat sebagai calon ketuanya. Dia adalah Melki Laka Lena. Benar saja, seluruh pemegang hak suara satu langkah mengantar Melki Laka Lena kembali memimpin Golkar NTT periode 2020 – 2025.

Pertemuan pramusda

Proses musda berselimutkan urun rembuk/musyawarah dilakukan dalam dua tahap. Kegiatannya diawali pertemuan pra-musda. Agendanya adalah negosiasi atau urun rembuk mendapatkan titik temu, terutama sosok kader yang layak didorong menjadi ketuanya. Tidak ada pemaksaan kehendak dalam prosesnya. Namun urun rembuk itu selalu berpedoman pada AD/ART, juklak, serta arahan DPP yang dipadukan dengan aspirasi di lapangan. Karena panduannya jelas, maka dinamika urun rembuk selalu diusahakan dalam narasi terukur.

Jajaran DPD Golkar NTT di bawah kepemimpinan Melki Laka Lena dan Inche Sayuna sebagai ketua dan sekretarisnya, memang sejak awal terlihat serius berusaha menggelar musda secara musyawarah. Komitmen itu sesuai arahan Ketua Umum DPP Golkar, Airlangga Hartarto, yang menggariskan agar rangkaian kegiatan musyawarah sejauh mungkin dilaksanakan dalam dinamika urun rembuk.

Terbukti – setidaknya di NTT – model urun rembuk seperti ini memungkinkan terbentangnya jalan datar yang memudahkan pencapaian mufakat. Setelah mencapai titik temu, langsung dilanjutkan dengan kegiatan rangkaian musda secara utuh. Maknanya, lebih melegitimasi berbagai kesepakatan yang dihasilkan melalui urun rembuk pra-musda.

Tentang kekhasan urun rembuk yang mengental kuat dalam tubuh Golkar NTT kini, tentu saja tak sekadar pernyataan mengambang. Faktanya, keseluruhan kegiatan musyawarah di NTT – dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota – semuanya terlaksana secara urun rembuk atau musyawarah. Atau dengan kata lain, tidak satu pun ketua terpilih dari 22 kabupaten/kota dan juga tingkat provinsi, berproses melalui pemungutan suara atau voting.

Ada suara atau anggapan yang mengatakan bahwa proses seperti itu mengerdilkan demokrasi hingga menyalahi tertib administrasi dalam kegiatan bermusda. Harus ditegaskan, anggapan seperti itu sangat tidak beralasan. Pasalnya, urun rembuk itu semangat dasar berdemokrasi. Di Partai Golkar sebagaimana dipraktekkan di NTT, pramusda adalah ruang luas bagi para kader berurun rembuk. Apalagi kegiatan politik yang antara lain memilih ketua, judulnya musyawarah nasional (munas) untuk tingkat pusat dan musda untuk level provinsi dan kabupaten/kota. Musyawarah itu menurut KBBI adalah kata lain dari urun rembuk atau bahasan bersama untuk sebuah keputusan. Karenanya sangat beralasan jika proses berurun rembuk harus menjadi pilihan utama dalam bermusda atau munas.

Sebuah fakta tak terbantahkan bahwa tidak satu pun ketua terpilih dari 22 kabupaten/kota dan juga tingkat provinsi di NTT, berproses melalui pemungutan suara atau voting. Kalau begitu, tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa arahan Ketum Airlangga Hartarto agar musda dilaksanakan secara musyawarah, sudah diwujudkan dan dimaknai secara bening di DPD Golkar NTT.

Golkar 57 Tahun

Usia Golkar bertambah. Persisnya genap berusia 57 tahun pada Selasa, 20 Oktober 2021. Keluarga besar Golkar se-Indonedia termasuk NTT sedang merangkai berbagai kegiatan menyongsong HUT itu. Salah satu contohnya, Tim Media Partai Golkar (TMPG) NTT menandainya dengan sejumlah tulisan khusus memotret kiprah partai terutama Golkar di NTT.

Ibarat manusia – mengutip berbagai sumber – 57 tahun itu masuk kelompok usia kian matang. Kata matang kaya makna. Termasuk di dalamnya kepiawaian mengolah berbagai situasi – termasuk level pelik sekalipun – hingga membuahkan keputusan bijak: berdaya merekatkan, damai, mengalir teduh dan prorakyat. Entah secara terbuka atau sebatas membathin saja, ruang publik di negeri ini memang mengakui kalau kematangan dalam berbagai aspek sungguh merupakan kekuatan Golkar

Mengutip Kompas.id (Selasa, 20/10/2020), kematangan Golkar tidak sebatas retorika. Sudah banyak contoh membuktikannya. Meski berkali-kali dihadang badai – entah karena koyakan faksi-faksi, dualisme kepemimpinan, kasus korupsi yang menjerat sejumlah kadernya, atau sejumlah kasus lainnya – Golkar terbukti tetap mampu keluar dari kemelut yang menderanya. Modal dasarnya tidak lain: kematangan berpolitik yang dipadukan dengan kepiawaian berurun rembuk. Kerja politik urun rembuk yang terbukti efektif, sudah berpendar kuat dalam tubuh Golkar NTT. Adalah sepantasnya memaknai 57 Tahun Golkar, antara lain dengan terus menjaga dan menyuburkan modal urun rembuk di bumi Flobamora.  (*)

Penulis Wakil Ketua  Bidang Media dan Penggalangan Opini Golkar NTT

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *