Merenung Perjalanan Paus Fransiskus ke Irak

Oleh P. Kons Beo, SVD

Bacaan Lainnya

Un “gesto d’amore estremo” Untuk Umat Kristen

Terbilang nekad. Sedikit silang pendapat tak mampu surutkan animo Paus Fransiskus untuk rencana perjalanan internasionalnya yang ke-33 itu. Ini bukan cuma masalah pandemi Covid-19 yang masih mendera dunia sejagad. Tetapi bahwa perjalanan itu mesti menuju Irak.

Kurang seminggu, 28 Februari 2021, sebelum kedatangan Paus, Kedutaan Besar Vatikan di Baghdad umumkan Mgr. Mitja Leskovar telah terpapar positif covid. Sementara itu, sang Duta besar Vatikan untuk Irak ini tetap serius mempersiapkan kunjungan apostolik Paus Fransiskus ini. Mengapa mesti ke Irak?

Irak adalah juga gambaran dunia yang sungguh tak aman. Adakah keamanan datang dari Irak? Negara yang dihantui ketakpastian dari rasa nyaman dan damai. Bukankah menuju Irak adalah satu penyerahan diri untuk mati konyol di tangan teroris-ISIS yang terkenal tanpa ampun dalam misi kekerasan? Karena itulah, bahkan pejabat Irak sendiri, atas alasan keamanan, tak umumkan di tempat mana saja Paus Fransiskus akan tinggal.

Da tempo desidero incontrare quel popolo che ha tanto sofferto; incontrare quella chiesa martire nella terra di Abramo”. Itulah ungkapan hati terdalam dari Paus Fransiskus pada audiensi umum, Rabu, 3 Maret 2021. Artinya, sudah sekian lama ia pendamkan kerinduan untuk bertemu umat yang menderita di sana.

Ya, ia ingin berada di tengah umat, Gereja martir di tanah Abraham itu. Paus juga segera ingin membayar harapan umat Katolik untuk berjumpa dengan pimpinan tertinggi Gereja Roma, setelah Paus Yohanes Paulus II pernah dilarang masuk Irak oleh alasan serius berkenaan dengan keamanan.

Selain meneguhkan hati dan iman umat kristiani, kunjungan Paus Fransiskus tentu berdampak pada relasi dialog antara umat beragama dan siapapun yang berkehendak baik.

Kita tertegun akan komentar dari Matteo Bruni, direktur dari kantor berita di Vatikan, “Un gesto d’amore estrem per i cristiani”, satu ungkapan atau gerak hati penuh kasih yang sungguh luar biasa. Paus Fransiskus menunjukkan keagungan kasih untuk mengunjungi, berada dan bersatu penuh kasih akan umat yang menderita akibat rupa-rupa tekanan.

Semakin Beriman dan Bersaudara

Perjalanan Paus ke Irak dikabarkan akan jadi berita akbar. Dijadwalkan Paus akan mengunjungi Kota Najaf, kota Ali bin Abu Thalib (Khalifah IV Islam-sepupu nabi Muhammad, SAW) dimakamkan. Di situ, Kota Najaf itu, Paus Fransiskus akan bertemu dan berdialog dengan Ayatollah Ali Sistani, ulama ternama dalam Syiah Irak. Di situlah perjumpaan antariman dibangun. Demi satu keadaban dialog antarumat beragama.

Tetapi, selain akan berjumpa dan merayakan ekaristi bersama Umat Kristen, Paus Fransiskus mengunjungi pula Kota Ur. Itulah kota kelahiran  dan asal Abraham, Bapa Bangsa, sebagaimana direnungkan dari Kitab Kejadian 11:31. Di kota asal bapa semesta Abraham itu, Paus akan berdoa dalam aura lintas umat agama.

Itulah yang menjadi harapan Paus, “insieme con gli altri leader religiosi, faremo anche altro passo avanti nella fratellanza tra i credenti”. Artinya, mesti selalu ada usaha dan harapan untuk satu langkah ke depan, bersama para pemimpin religius untuk menciptakan aura persaudaraan di antara kaum beriman. Tak pernah boleh ada kecemasan, kecurigaan atau pun ketakutan  yang menghancurkan perdamaian, cinta kasih, keadilan, serta rasa persaudaraan.

Don’t Cry For Me Argentina

Hingga perjalanan apostolik keluar Italia yang ke-33 ini, sejak terpilih menjadi Paus yang 266 dalam Gereja Katolik, 13 Maret 2013, Paus Fransiskus belum sekalipun kembali ke Argentina. Negara asal tempat ia dilahirkan pada 17 Desember 1936.

Adakah sesuatu di balik itu? Ada yang bersaksi, “Orang Argentina sering bertanya: mengapa ia tidak ingin pulang?” Ada suara orang Argentina sendiri yang mengatakan, “Orang Argentina berperilaku buruk. Dia menghukum kita pastinya.” Tetapi, tersinyalir pula, “Sebagian besar pengamat Vatikan mengaitkan keengganan Paus untuk kembali ke rumahnya karena kegusarannya terhadap politik di Argentina” (Kompas, 17 Januari 2018).

Tentu ada sekian banyak kata dan tafsiran di balik belum pulangnya mantan Uskup Agung Buenos Aires itu kembali ke Argentina. Mungkinkah ada sesuatu dalam pikiran dan hati Paus Fransiskus di balik hal yang mungkin bagi Paus sendiri tak terlalu penting? Kita bisa saja paksa diri untuk menempatkan lirik lagu “Don’t Cry For Me Argentina” pada mulut Jorge Mario Bergoglio (Paus Fransiskus) untuk rakyat Argentina. Tak bermasuk untuk mengingat dan meratapi kembali kepergian Evita Peron yang sangat berjasa bagi negara Argentina.

Tetapi sebagai ganti tangis dan air mata dalam menanti ‘sesekali kapan ia pulang’, biarlah rakyat Argentina mengiringi seluruh hidup dan perjalanan apostolik Paus Fransiskus dalam doa-doa.  Dialah Paus yang punya hati terhadap orang kecil, sederhana, menderita dan terhadap orang-orang yang terpinggirkan. Argentina telah menghadirkan seorang pemimpin Gereja Universal yang akrab dengan kata dan tindakan: Solider dengan orang kecil, miskin dan sederhana.  (*)

Verbo Dei Amorem Spiranti

Collegio San Pietro-Roma

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *