Meneropong Kepemimpinan Piter Gero, Ketua DPD Golkar Lembata

Oleh Robert Bala

Saya tidak mengenal Pieter Gero, SE sebelumnya. Bahwa sebelum ke Lembata dalam liburan Lebaran kali ini saya berkontak, maka itu tidak lain karena tuntutan pekerjaan. Hal yang sama Pak Piter terhadap saya. Hanya hubungan yang wajar-wajar saja.

Bacaan Lainnya

Tetapi saat bertemu langsung di ruang kerjanya dan juga menyaksikan kepiawaiannya memimpin sidang Dengar Pendapat di DPRD Lembata, Selasa 26 April 2022, saya menjadi terkejut hal mana melahirkan tulisan ini.

Definisikan Kenyataan

Kualitas kepemimpinan seseorang akan terlihat dari tanggung jawabnya mendefisiniakn kenyataan, demikian Max Depre. Lengkapnya ia mengatakan: The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you. In between, the leader is a servant.

Hal ini cukup mencolok dan menjadi pusat perhatian saya selama sidang dengar pendapat yang dihadiri hanya 1/3 dari total anggota DPRD Lembata. Artinya 9 orang yang hadir menunjukkan bahwa mereka adalah orang terpilih dan membaca peta kebutuhan yang harus ditanggapi.

Kalau soal yang tidak hadir tentu kita tidak bisa menilai mereka tidak memiliki keprihatinan akan masalah Perguruan Tinggi. Bisa saja mereka punya kesibukan. Hanya mayoritas tidak hadir bisa saja dugaan di atas benar adanya.

Sebagai pemimpin sidang, Piter lebih mengatur tata cara pelaksanaan sidang. Ia tidak bisa ikut memberikan pendapat. Yang ada padanya dan ditunggu adalah kepiawaian menyimpulkan jalannya pertemuan.

Di akhir pertemuan (sekitar pkl 23.30), sang ketua memberikan penekanan pada tiga hal antara lain akan membuat komunikasi dengan dinas terkait dan komisi terkait di DPRD untuk membicarakan poin-poin penting terkait Perguruan Tinggi.

Tidak hanya itu. Di ruangannya, Piter yang mengambil posisi sebagai tuan rumah, coba mengajak beberapa anggota DPRD untuk merealisasikan semua rencana yang dibicarakan selama sidang. Ia tidak segan menganjurkan kepada anggota DPRD dari fraksi lain yang sempat ‘duduk-duduk’ untuk satukan pikiran demi terwujudkan Perguruan Tinggi di Lembata.

Hal lain yang menarik dari Pieter Gero adalah kemampuannya mengeluarkan joke-joke di tengah sidang. Dipahami, sidang DPRD pasti rumit. Gero mengatakan, berbeda dengan pemerintah daerah (bupati dan sekda) yang tinggal memerintah dan semua orang tinggal melaksanakannya).

Di DPRD, 25 orang adalah 25 kepala dengan 25 pemikiran. Pro kontra menjadi hal yang biasa. Karena itu dibutuhkan kepiawaian pemimpin untuk bisa meramunya menjadi sebuah sajian yang diharapkan menarik, mengena, dan tepat sasar tentunya. Hal inilah yang menjadikan kepemimpinan Pieter Gero menjadi hal menarik dan menjadi juga pengakuan bahwa memang ia pantas untuk itu.

Menghasilkan Pemimpin Baru

Lalu apa yang diharapkan dari Pieter Gero ke depannya? Pertanyaannya bukan saja terkait dengan kepemipinannnya di DPRD Lembata yang masih 2 tahun lagi ke depan (sampai 2024), tetapi juga terkait aklamasi yang memilihnya menjadi Ketua DPC Golkar Lembata?

Pertama, dari cara bicara dan penampilannya, Piter kelihatan menerapkan sebuah kepemimpinan untuk menghasilkan pemimpin baru. Kesederhanaan, kecekatan berpikir dan ketepatan menarik kesimpulan menunjukkan bahwa Gero selali mengarahkan agar seorang yang diberi kekuasaan tidak menjadikannya sebagai milik pribadi demi mengangkat diri tetapi untuk mengangkat orang lain.

Inilah model kepemimpinan yang oleh Ralph Nader diungkapkan sebagai orang yang menghasilkan pemimpin baru dan bukan sekadar menghasilkan pengikut:  I start with the premise that the function of leadership is to produce more leaders, not more followers.

Yang menarik, model kepemimpinan seperti inilah yang justru diharapkan masyarakat. Orang yang tidak bermimpi muluk-muluk jadi pemimpin ke depan justru kemudian bisa mengantarnya lebih jauh.

Hal itu terjadi  karena itu ia tidak mau mencetak pengikut tetapi pemimpin baru. Kita pun berharap, model kepemimpinan yang ditampilkan oleh Gero dapat menjadi satu pertimbangan untuk ke depannya.

Kedua, agar bisa menghasilkan pemimpin baru, maka juga dibutuhkan kombinasi antara karakter dan strategi. Itu berarti, di tangan seorang pemimpin terdapat aneka harapan agar secara ke dalam ia memiliki karakter yang kuat hal mana cukup dominan pada Piter Gero.

Artinya dengan kepribadiannya yang tenang, tidak termakan oleh aneka isu dan tidak gegabah dalam membuat pertanyaan, maka Piter Gero menjadi simbol harapan tidak saja bagi Golkar tetapi juga bagi Lembata ke depannya.

Tetapi kepemimpinan juga membutuhkan strategi dan kecepatan. Hal inilah yang menjadi PR yang besar bagi Piter Gero. Ia perlu lebih ‘gregetan’ dalam menanggapi isu-isu dan mengambil tindakan. Disadari bahwa menjelang perhelatan Pilkada dan Pileg di 2024, semua partai akan bergerak cepat dan strategis. Dengan demikian apabila hal ini tidak mendapatkan perhatian yang cukup, bisa diprediski, Golkar Lembata akan mudah ditinggalkan oleh partai lain.

Untuk hal ini sebenarnya ada solusi. Hadirnya Pieter Bala Wukak sebagai Sekretaris Golkar Lembata mestinya menjadi sebuah kekuatan. Berbeda dengan Gero, Bala Wukak tentu saja sangat gesit yang memungkinkan sisi yang kurang pada Gero bisa diikuti. Itu berarti bila duet itu dilaksanakan efektif. Golkar Lembata diyakini akan melejit dan berjalan lebih jauh lagi ke depannya

Ketiga, kepemimpinan Gero di Golkar Lembata tentu tidak bsia lepas dari model kepemimpinan alm Eliazer Yentji Sunur. Selama 1 periode, EYS sudah memateraikan banyak hal baik keberhasilan yang membanggakan maupun kekecewaan yang tentu juga tidak sedikit. Hal ini akan sekaligus menjadi beban tidak saja untuk menyamai EYS tetapi juga untuk menutup kekurangan.

Terhadap hal ini, tidak ada kata yang lebih indah dari Kenneth Blanchard: The key to successful leadership today is influence, not authority. Artinya, Gero tidak akan menerapkan model otoriter tetapi lebih kepada influencer. Di sinilah kekuatan yang sudah ada pada Gero dan bila dimaksimalkan akan menjadi sebuah terobosan Golkar di Lembata.

Selamat atas pelantikan Piter Gero sebagai Ketua Golkar Lembata.  (*)

Penulis, Diploma Resolusi Konflik Asia Pasifik Universidad Complutense de Madrid Spanyol

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *