Tidak Transparan Gunakan Dana Desa, TTU, Kades Amol Dilaporkan ke Kejari

KEFAMENANU KABARNTT.CO – Belasan  warga Desa Amol, Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Selasa (19/1/2021),  mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Kefamenanu melaporkan kepala desa setempat yang dinilai tidak transparan kelola dana desa.

Warga yang mendatangi Kejari Kefamenanu itu tergabung dalam Kelompok Penegak Keadilan (KPK) Desa Amol. Mereka melaporkan Kepala Desa Amol, Egidius Nenat, karena dinilai tidak  transparan  mengelola Dana Desa.

Bacaan Lainnya

Kepada awak media usai menyerahkan  berkas di Kejari Kefamenanu, Yuven Taena, perwakilan dari kelompok masyarakat menyampaikan tujuan kedatangan ke Kejari Kefamenanu.

“Kami ke sini  untuk melaporkan pengelolaan dana desa di Desa Amol. Karena pantauan kami pengelolaannya tidak transparan,” kata Yuven.

Yuven membeberkan sejumlah program kegiatan desa yang diduga dilaksanakan secara tidak transparan oleh Egidius Nenat. Antara lain badan usaha milik desa (BUMDes), pembangunan sumur bor sebanyak 3 unit,  peningkatan jalan Dusun  Usapitoko-Kisan, pengadaan ternak sapi induk,  pengadaan ternak ayam broiler dan kambing otawa, pengadaan fiber, program stunting.

Selain itu juga dana penunjang kegiatan PKK dan dana penunjang kegiatan karang taruna serta peningkatan jalan lingkungan Usapitoko-Taupi.

Dikatakan Yuven, untuk BUMDes Desa Amol sejak didirikan tahun 2016 sempat dibentuk badan pengurus berjumlah 5 orang dan setelah itu lewat penyertaan modal dana desa mereka dibekali dana Rp 76 juta untuk dibangun kios dengan fotokopi.

Namun dalam perjalanan dua bulan kemudian, rencana pembangunan kios dan fotokopi dibatalkan secara sepihak dan dialihkan untuk pengadaan mobil tangki air dengan sistim kredit. Pengalihan ini menyebabkan terjadinya benturan antara petugas dengan kepala desa.

“Lalu diam-diam pengurus menceritakan kepada kami, maka kami datang ke kantor desa meluruskan itu. Dan jalur yang ditempuh adalah pengurus tidak mau lanjut, mereka mundur. Alasannya mereka belum menerima SK dari kepala desa. Kedua, tidak terima dengan kebijakan kepala desa sendiri mengalihkan rencana pembangunan toko dan mesin fotokopi ke pengadaan tangki air. Maka itu mereka pilih mundur karena  akan berimbas ke masalah hukum,” urai Yuven.

“Lalu terjadi penggantian pengurus yang baru dan kami berharap bisa lebih baik. Namun ternyata kades masih bekerja sendiri tanpa melibatkan pengurus yang baru. Kami sudah melapor ke Tipikor tahun lalu, namun belum ada tindak lanjut, maka kami mengadu ke kejaksaan,” beber Yuven.

Dugaan kerugian untuk BUMDes ada dua aset yaitu sewa kursi dan tenda, total dana yang dikelola oleh kepala desa adalah  Rp 1 miliar 47 juta.

Selain itu ada tiga unit sumur bor sampai saat ini fisiknya tidak ada dan tidak ada pertanggunganjawaban. Kades dengan pihak ketiga sudah mendapat pusat air, namun tidak dapat air, pindah-pindah lagi ke titik lain, namun tidak juga dapat air sehingga sampai saat ini tidak ada informasi dari kepala desa dana ini dialihkan ke mana.

“Untuk anggaran kami tidak tahu karena tidak pernah diberitahu besaran dana untuk pembangunan sumur bor. Namun ada bocoran bahwa per unit Rp. 60.000.000,” kata Yuven.

Sementara itu Kepala desa Amol, Egidius Nenat, saat dikonfirmasi media, Rabu (20/1/2021), mengklarifikasi beberapa item laporan warga.

“Terkait laporan masyarakat, menurut saya mungkin mereka punya data lengkap sehingga mereka bisa berani melapor. Dan untuk semua dari 11 item yang mereka laporkan itu, terutama menyangkut Bumdes dan lain-lain itu semua dimusyawarahkan baru kami laksanakan,” kata Egidius.

Egidius mengatakan, masyarakat boleh saja melapor kalau punya bukti yang kuat.

“Saya sebagai pimpinan wilayah, jadi silahkan saja yang penting pelapor memiliki bukti yang kuat, akurat untuk nanti kita klarifikasi. Sedangkan yang berkaitan dengan penyalahgunaan dana desa 2015-2020, ini merupakan laporan yang kedua karena laporan pertamanya tanggal 22 Juni 2020, saya sudah dipanggil di Tipikor, 3 hari di sana dan semua berkas ada di Polres. Dan juga untuk BumDes, kemarin saya sudah dapat panggilan dari Dinas PMD dan kami sudah klarifikasi di sana. Saya bawa bukti-bukti yang mereka tuduhkan, ternyata memang selama ini pengelola bumdes saya sendiri ambil alih karena memang itu pertanggal 20 November 2018, pengurus bumdes 7 orang datang mengundurkan diri di hadapan masyarakat,”  jelas Egidius. (siu)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *