Majelis Adat Malaka untuk Lestarikan Budaya dan Tradisi Lokal

BETUN KABARNTT.CO—Pembentukan dan keberadaan majelis adat di Malaka dimaksudkan untuk melestarikan budaya dan tradisi lokal yang sudah ada sejak nenek moyang.

Mewujudkan rencana ini, pemerintah dan DPRD Malaka sudah melakukan studi banding di Bali dua pekan lalu.

Bacaan Lainnya

Wakil Ketua DPRD Malaka, Hendrikus Fahik,  kepada wartawan di Betun, awal pekan ini mengatakan, majelis adat yang hendak dibentuk di Malaka bukan sekadar gagah-gagahan. Majelis adat ini mempunyai tujuan mulia.

Kabupaten Malaka sejak dulu sangat memegang teguh budaya dan adat istiadat. Seiring dengan perkembangan zaman, kata Fahik, nilai-nilai budaya lokal mulai perlahan terkikis dan ini tidak bisa dibiarkan.

Untuk itu, jelas Fahik, duet Bupati dan Wabup Malaka sekarang mengemasnya dalam program unggulan selama masa tugas keduanya, yakni mengangkat dan melestarikan budaya dan tradisi lokal Malaka.

Pembentukan majelis adat, kata Fahik, merupakan implementasi program Bupati-Wakil Bupati Malaka.

Fahik mengakui pembentukan majelis adat ini melahirkan pro kontra. Fahik melihat pro kontra ini sebagai sesuatu yang biasa di alam demokrasi sekarang ini.

“Saya mau tekankan bahwa rencana pembentukan majelis adat dari tingkat kabupaten, kecamatan dan desa ini sebagai upaya pemerintah mempertahankan dan melestarikan budaya dan tradisi lokal agar diteruskan oleh generasi Malaka selanjutnya,” tegas Fahik.

Fahik menyebut beberapa budaya dan tradisi lokal yang perlu dilestarikan, seperti  Tarian Likurai, Bidu Lalok, cerita rakyat, lagu daerah, ritual adat-istiadat.

“Budaya-budaya ini harus dipertahankan dan dipromosikan keluar daerah, bahwa Malaka memiliki keunikan tersendiri dalam hal budaya dan tradisi,” tandas Fahik.

Terkait studi banding ke Bali beberapa waktu lalu, Fahik menilai bahwa pembentukan struktur lembaga adat sangat didukung legislatif. Studi banding itu perlu untuk penguatan lembaga adat dengan pemberian insentif kepada tua adat (Fukun).

Fahik mengakui di Bali secara struktur lembaga adat sudah kuat dan dilegalkan dengan regulasi.

“Apa yang diterapkan di sana kita akan komparasikan sesuai dengan budaya dan tradisi yang ada di sini. Sebenarnya, struktur pemangku kepentingan dalam lembaga adat di Malaka sudah ada seperti Loro, Nai’n dan Fukun (Tua Adat). Hanya belum diatur secara komprehensif. Oleh karena itu dalam rangka mendukung program pemerintah kita rekatkan dengan regulasi,” tandasnya.

Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, mengatakan untuk memperkokoh adat-istiadat, seni, budaya dan olahraga, pihaknya sedang mendesain pembentukan majelis adat.

Majelis adat dibentuk  supaya  tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan sehingga pada saat proses pemilihan raja (Fukun) nanti berjalan sesuai tatanan adat yang baik.

“Ini sebagai bentuk melestarikan kembali budaya adat Malaka dan mengembalikan peran mereka sebagai hakim perdamaian adat seperti dulu yang kini sudah mulai punah dimakan zaman,” kata Bupati Simon.

Sebagai tahap awal, jelas Simon, pihaknya akan membangun balai adat di setiap suku besar yang ada di Kabupaten Malaka. Balai adat ini akan menjadi tempat pertemuan para pemangku adat untuk memutuskan semua permasalahan sosial masyarakat.

“Kami akan bangun balai adat di setiap suku yang ada di Kabupaten Malaka. Setelah itu para pemangku adat akan kembali dilantik, dinobatkan secara adat. Dengan penobatan tersebut peran mereka kembali difungsikan dan dioptimalkan,” kata Simon Nahak.  (yos/adv)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *