Terobosan Edi-Weng di Manggarai Barat: Zonasi Pertanian Permudah Identifikasi Potensi

LABUAN BAJO KABARNTT.CO—Program pertanian berbasis zonasi memberi kemudahan dalam identifikasi potensi-potensi pertanian yang ada di setiap kampung, desa dan kecamatan di wilayah Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).

Terobosan itu dicanangkan Pasangan Calon (Paslon) Bupati-Wakil Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi – Yulianus Weng (Edi Weng).

Bacaan Lainnya

“Dengan identifikasi itu maka pembangunan sektor pertanian di Mabar semakin tumbuh serta menopang sektor pariwisata super premium,” kata Edistasius Endi.

Program tersebut juga membuat petani Mabar menjadi lebih tertata, pengolahan pertanian dan hasil yang diterima petani juga akan lebih baik.

Selama ini, menurut Edi, pertanian di Mabar belum tertata sepenuhnya. Sistem tanam, olah dan panen masih berlangsung seadanya saja.

Selama ini produksi pertanian dengan beraneka ragam, seperti padi, kemiri, kopi, vanili, sayur-sayuran dan buahan-buahan memang ada, tetapi tidak besar dan kualitasnya juga sulit diterima pasar.

Dengan sistem zonasi, Paslon Edi-Weng ingin memberikan titik tekan dan perhatian besar kepada petani Mabar yang mencapai 80 persen.

Untuk diketahui, data PDRB Manggarai Barat selama lima tahun terakhir menunjukkan kontribusi pertanian, kehutanan, dan perikanan rata-rata 27,22 persen. Pertanian ini juga berkontribusi besar terhadap PDRB Manggarai Barat. Ini angka yang besar dan petani harus menjadi basis bagi berjalannya industri pariwisata Manggarai Barat.

Namun kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang besar tidak serta merta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang merupakan lapangan pekerjaan utama masyarakat Mabar.

Bahkan dalam 5 tahun terakhir data BPS menunjukkan melambatnya laju pertumbuhan sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan akibat alih fungsi lahan pertanian dan banyaknya lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang tidak lagi dimanfaatkan. Semua itu terjadi karena kurangnya manajemen pertanian dan perkebunan.

Dengan zonasi, maka petani ataupun nelayan tidak boleh menjual barang mentah, tetapi barang setengah jadi, dan barang jadi, sehingga petani dan nelayan memiliki nilai tambah.

Program ini juga membantu petani dan nelayan memangkas rantai distribusi hasil pertanian dan perikanan. Petani dan nelayan tidak lagi menjual kepada tengkulak atau pengepul dengan harga rendah, tetapi dapat langsung menjualnya ke pasar, seperti hotel dan resort-resort di Labuan Bajo, bahkan untuk dieskpor ke luar Manggarai Barat.

Selain itu program ini menjamin sertifikasi hasil tani, kebun, dan tangkapan, sehingga memiliki daya saing serta terjamin mutu dan kualitasnya.

Problem sulitnya memperoleh bibit, mahalnya harga pupuk, mahalnya biaya produksi, persoalan cuaca hingga susah menjual hasil produksi pertanian, perkebunan, dan perikanan, bisa diurai.

“Untuk mengarahkan para petani dan nelayan kepada industrialisasi diperlukan upaya pendampingan dan pembinaan serius dari pemerintah. Petani dan nelayan harus diperkenalkan dengan teknologi sehingga produksi pertanian, perkebunan, dan perikanan meningkat,” kata Edistasius.

Pasalnya, itulah tujuan utama zonasi pertanian yaitu mengatur zonasi pertanian. Petani tidak lagi menanam komoditas pertanian yang sama.

Setiap kecamatan dan desa akan ditanam komoditas sesuai hasil pertanian dan perkebunan unggulan.

“Tentu ini tidak akan mematikan pertanian yang sudah ada selama ini, tetapi zonasi mengatur pertanian yang potensial di setiap kecamatan sebagai unggulan,” kata Edistasius. (lis/den)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *