Plantun Lagu “Mose Lalo”, Daniel Anduk Tutup Usia

BORONG KABARNTT.CO—Kabar duka datang dari bumi Nuca Lale, Manggarai. musisi legendaris tahun 80-an,  Daniel Anduk, menghembuskan nafas terakhirnya, Minggu (13/6/2021).

Kabar duka ini dilansir dari media sosial facebook, Kosmas Takung. Dalam akun facebooknya tertulis:

Bacaan Lainnya

“Selamat jalan kraeng Daniel, Mangggarai mengenangmu”

Daniel dikenal sebagai sosok penyanyi  dengan petikan gitar yang khas dan unik.

Daniel tutup usia di umur 57 tahun meninggalkan istri dan seorang anak serta cucu-cucunya.

Sekilas Sosok Daniel Anduk:

Daniel Anduk lahir pada 1964 di Poreng, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai, merupakan anak bungsu dan terlahir sebagai tunanetra.

Ia dikenal sebagai pencipta lagu dengan syair-syair leluhur Manggarai.

Saat masih balita, ibu dan saudara kandung Daniel meninggal dunia dan tahun 1980 ayahnya ikut meninggal sehingga tersisa Daniel seorang diri.

Semasa kecil Daniel hidup bersama pamannya, Stef Hambur, yang memiliki hobi di bidang musik.

Melihat Daniel memiliki bakat dan suara yang bagus, Stef akhirnya membelikan gitar khusus untuknya.

Daniel terus belajar dan berlatih bermain gitar.  Seiring waktu berjalan, Daniel bisa menggubah lagu karyanya sendiri.

Awalnya Daniel menciptakan lagu terinspirasi dari sebuah lagu dari Makarius Arus yang sering didengar melalui tape rekorder milik pamannya.

Lagu Mose Lalo adalah salah satu lagu gubahan Daniel berdasarkan kehidupan nyatanya.

Berikut ini lirik lagu Mose Lalo:

“Tenang mose hanang go ende,,,,

Retang hanang baos rehak tana,,

Cok tai ga,,, “

(Meratapi kesendirianku ibu,,

Aku terisak-isak di pagi hari,,,

Bagaimana nasipku,,,)

Lagu tersebut mengisahkan bagaimana kehidupan Daniel sebagai anak yatim-piatu.

Tahun 80-an, Daniel berjalan dari kampung ke kampung untuk melakukan perekaman lagu menggunakan tape rekorder.

Biaya 1 lagu yang direkam menggunakan kaset yaitu senilai Rp 5000 sampai Rp 10.000.

Karena bisa menggubah lagu, tahun 1983 Daniel dipakai oleh orang China di Ruteng untuk menyanyi di Surabaya.

Selama 1 bulan di Surabaya, Daniel dibayar Rp 100.000. Dia kemudian  kembali ke Manggarai untuk melanjutkan karyanya.

Dia menciptakan lagu dan direkam melalui tape rekorder lalu menjualnya di emperan toko di Kota Ruteng.

Namanya mulai redup seiring munculnya band-band baru di Manggarai yang lebih menggunakan alat moderen. (leo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *