Yesus Dipersembahkan di Kenisah : Berharga di Mata Tuhan dan Sesama

IMG 20241231 WA0018

Oleh Pater John Naben, SVD

Satu kata yang biasa atau sering kita dengar khususnya pada acara resepsi ialah kata persembahan; mempersembahkan; dipersembahkan. Misalnya:  lagu ini dipersembahkan kepada … … …

Bacaan Lainnya

Kata sembah atau mempersembahkan pada dasarnya mengandung pengertian relasi manusia dengan Allah. Kata sembah atau mempersembahkan juga berkaitan erat dengan kurban. Misalnya: kurban silih; kurban penghapus dosa atau kurban persembahan umat.

Hari Minggu (2/2/2025) Gereja Katolik sejagad merayakan Pesta Yesus dipersembahkan di Kenisah. Yesus yang Allah, sebenarnya tidak perlu melakukannya, tetapi Dia mau menunjukkan ketaatan-Nya sebagai seorang Yahudi.

Setiap anak laki-laki sulung harus dipersembahkan kepada Allah. Itu kebiasaan orang-orang Yahudi. Yesus yang Allah, menjelma menjadi Manusia, tinggal di antara kita, pada zaman tertentu, dengan lingkungan dan orang-orang yang tertentu pula. Kebiasaan, corak hidup, tata krama dan budaya juga Dia alami pada masaNya. Dari Alkitabiah, kemudian kita tahu bahwa Dia menjadi seorang Yahudi dan taat kepada tata cara orang Yahudi.

Maka, sesudah tiba waktu pentahiran menurut hukum Musa, Yosef dan Maria membawa Yesus ke Yerusalem untuk dipersembahkan kepada Tuhan; sebab semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah (Cf. Luk. 2:22-23).

Menurut pemahaman Yahudi, berkat kekuatan kuasa dan kemurahan Allah, seorang anak manusia diciptakan dan diberi tubuh jasmani. Dan pada saat ia dipersembahkan kepada Allah, harus disertai dengan persembahan atau kurban seekor anak domba. Tetapi bagi orang tua atau keluarga yang tidak mampu, cukuplah membawa sepasang burung tekukur atau dua ekor anak merpati (Cf. Luk. 2:24).

Dari kisah yang ditulis oleh Penginjil Lukas, satu hal yang secara implisit disampaikan kepada kita adalah tidak dijelaskan, persembahan apa yang di bawa Yosef dan Maria pada saat itu. Namun bagi orang Yahudi, yang hanya membawa sepasang burung tekukur atau sepasang merpati dinilai sebagai persembahan orang miskin. Yesus tidak miskin, Yosef dan Maria pasti memberi yang terbaik. Sebab bukan anak domba, bukan pula tekukur atau merpati, melainkan Yesus sendiri menjadi kurban bagi Allah dan manusia. Boleh jadi persembahan Yosef dan Maria tidak berkenan di mata orang Yahudi tetapi sangat berharga di mata Tuhan; menjadi Putera yang dikasihi-Nya (bdk. Mat. 3:17; Mrk. 1:11; Luk. 3:22).

Kedua, upacara pentahiran harus dilakukan untuk pemulihhan tubuh dari ibu yang melahirkan. Menurut hukum Yahudi, seorang ibu yang melahirkan dianggap najis. Kalau melahirkan seorang anak laki-laki, dia menjadi najis selama 40 hari. Dan kalau anak perempuan, ibu yang melahirkan itu menjadi najis 80 hari lamanya.

Terlepas dari semua itu, inti dari upacara pentahiran ini ialah kelahiran seorang anak. Bagi orang Yahudi – juga bagi kita – kelahiran seorang anak adalah anugerah Allah. Allah memberi anak kepada ibu dan bapa. Orang tua dari anak itu mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memelihara, menjaga, mendidik dan melindungi agar pada saatnya ketika anak itu harus dikembalikan kepada Allah, ia harus dikembalikan dalam keadaan seperti waktu dia datang; masih bersih; murni tanpa dinodai oleh satu kesalahan.

Tak ada satu anugerah yang begitu indah bagi kedua orang tua daripada kelahiran seorang anak. Tetapi harus tetap disadari bahwa anak yang dimiliki bukan hanya menjadi anak mereka tetapi serentak menjadi anak Allah.

Kahlil Gibran, penulis terkenal dari Libanon, dalam puisinya yang berjudul ‘Anak-Anakmu’; memberi peringatan kepada orang tua bahwa ‘anakmu bukan anakmu; dia adalah anak dari yang Mahatinggi; dia lahir darimu, tetapi bukan milikmu’. Berikut kutipan puisinya:

Anak Anakmu (Kahlil Gibran)

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri

Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh tapi bukan jiwa mereka,
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi

Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur-busur tempat anak-anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan

Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia meregangkanmu dengan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh

Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur yang telah diluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.

Hemat saya, ada beberapa pesan untuk orang tua dari puisi Kahlil Gibran di atas: Pertama, anak adalah titipan Tuhan. Kedua, orang tua wajib mendidik anak-anak yang Tuhan beri dengan penuh cinta. Ketiga, anak-anak perlu dididik untuk mengantisipasi masa depannya dengan satu kepastian bahwa nasib anak harus berbeda dengan nasib orang tua. Keempat, jangan perlakukan anak sebagai ‘dewasa mini’ dengan memaksakan pikiran sebagai orang tua. Biarlah anak-anak belajar sesuai tahapan kehidupan mereka. Mereka dibimbing untuk menemukan jati diri mereka, berkembang sesuai keunikan dan bakat yang mereka miliki, dan menjadi manusia mandiri dalam segala hal. Kelima, orang tua harus rela sebagai masa lalu. Anak adalah masa depan. Seperti busur, tertinggal setelah melengkung dan melesatkan anak panah ke depan. Keenam, kualitas kehidupan anak harus lebih baik dari kita. Mereka harus lebih sukses dari kita. Ketujuh, jalani tanggung jawab sebagai orang tua dengan penuh kegembiraan, sukacita dan syukur.

Dari apa yang dikatakan di atas, apa artinya Yesus dipersembahkan di Kenisah? Kehadiran Simeon dan Hana memberi arti penyempurnaan atau memberi arti persembahan Yesus di Kenisah. Bagi kedua orang tua ini, kehadiran Yesus di Kenisah adalah pemenuhan janji keselamatan yang diwartakan kepada bangsa Israel.

Simeon begitu berbahagia bahwa masa penantiannya telah terpenuhi, maka dia menyatakan kesiapannya untuk pergi. Dan Hana yang sudah menjadikan Bait Allah sebagai rumahnya, menghaturkan syukur dan berbicara tentang ‘Anak’ itu kepada orang banyak. Dan Simeon lagi; dia meramalkan ‘Anak’ itu menjadi pokok pertengkaran dan suatu pedang akan menembus jiwa Maria. Ramalan Simeon ini terarah kepada penyempurnaan penyembahan Yesus di Kayu Salib nanti.

Apa arti persembahan Yesus bagi kita? Kita semua adalah pengikut Kristus. Kita semua dipersembahkan kepada Allah sewaktu kita dibaptis. Sebagai orang yang sudah dipersembahkan kepada Allah, persatuan hidup kita dengan Kristus, diperbarui terus-menerus. Persatuan ini diteguhkan melalui Sakramen Penguatan dan memperoleh kekuatan yang baru setiap hari melalui Sakramen Ekaristi. Kalau kita memutuskan hubungan kita dengan Kristus, maka akan dipulihkan dengan dan melalui Sakramen Tobat. Manusia datang dari Allah dan pada waktunya akan kembali kepada Allah melalui Sakramen Pengurapan Orang Sakit.

Setiap tanggal 2 Februari, selain umat Katolik merayakan Pesta Yesus dipersembahkan di Kenisah, juga ditetapkan sebagai Hari Doa Sedunia untuk Hidup Bakti; atau hari para Imam, biarawan – biarawati. Disebut Hidup Bakti karena tujuan hidup mereka dibaktikan secara khusus hanya kepada Allah.

Mengucapkan kaul adalah satu pernyataan bahwa mereka mau mempersembahkan hidupnya bagi Allah dan kerajaan-Nya. Hidup mereka dibaktikan kepada Allah demi kemuliaan Allah, juga demi keselamatan sesama. Mereka tinggal di tengah dunia tetapi bukan milik dunia.

Di Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Ruteng; Desa Poco Likang – Kuwu; ada satu rumah biara yang disebut Novisiat Sang Sabda Kuwu. Gedung rumah itu dikelilingi tembok. Masyarakat sekitar:   Bahong, N’Terlango, Cireng, Waembeleng, Tetewar, Kakor, menyebutnya one. Kadang mereka mengekspresikannya dalam kalimat demikian: Ami misa one Novisiat Kuwu; yang artinya kami misa di dalam Novisiat Kuwu. One ini bisa jadi disebut demikian, karena orang-orangnya tinggal di dalam rumah yang dikelilingi atau dipagari tembok.

Hemat saya, one bisa juga mengandung arti kiasan. Kami yang tinggal di dalam rumah ini adalah orang dalam; orang yang tinggal di dalam biara: dibedakan dengan orang luar, yang bukan orang biara. Di tempat saya (Timor, TTU, Miomaffo, Eban); orang biasa beri nasihat kepada orang biara, demikian: ‘kamu yang sudah di dalam biara, jangan keluar lagi’.

Juga di Novisiat Kuwu ini, setiap tahun pada awal Bulan Agustus, calon-calon bersama keluarga dan orang tua serta beroto-oto (berkendaraan) keluar masuk novisiat; antar anak masuk biara. Ada calon yang masuk dengan setengah hati; ada yang masuk karena dorongan orang tua; dan juga ada yang memang masuk dengan rencana untuk keluar.

Memang tidak mudah untuk hidup membiara, sehingga ada yang badannya di dalam biara, tetapi hati dan pikirannya ada di luar. Tipe orang semacam ini, yang sering kelihatan di luar novisiat baik siang maupun malam. Atau ada dalam biara, tetapi gaya hidup seperti orang di luar biara. Orang-orang ini, sering diketemukan, dilihat berada di tempat dan waktu yang salah.

Kepada para novis khususnya yang berada di Novisiat Kuwu dan mungkin juga yang berada di biara-biara yang lain, saya hanya mau katakan begini: ‘Anda boleh berbangga saat keluar, pada waktu yang salah; di saat yang tidak tepat; pada kesempatan yang sempit; tanpa diketahui oleh siapapun, termasuk pimpinan atau pembina; tetapi pada saat yang sama, anda sedang dan sementara menipu diri sendiri, menipu orang tua, menipu para pembina dan terlebih lagi menipu Tuhan; tanpa sadar anda sementara membangun kemunafikan dalam diri anda sendiri.

Pada hari ini, kita merayakan Pesta Tuhan kita Yesus Kristus sebagai seorang anak yang dipersembahkan di Kenisah. Kita semua, baik orang biara maupun bukan orang biara, sudah dipersembahkan pada waktu kita dibaptis. Kita sudah menjadi anak Allah, juga serentak menjadi milik Allah. Maka hidup kita di tengah banyak kesibukkan, tidak boleh apalagi kalau sampai melupakan Tuhan.

Dan bagi Biarawan-biarawati, hari ini ditetapkan oleh Gereja menjadi hari Hidup Bakti; hari pembaruan diri bagi orang biara, bahwa mereka adalah orang-orang yang dipersembahkan secara khusus kepada Tuhan. Boleh jadi bahwa kesiapsediaan, kerelaan, persembahan dirinya belum berkenan dihadapan manusia atau sesama; tetapi bagi Allah, dengan menghayati sungguh nasihat-nasihat Injil; kita berharga di mata-Nya. Kepada Biarawan – Biarawati (Imam, Suster, Bruder, Suster dan Frater); Selamat Berbahagia, selamat mengalami kasih Tuhan. Dia yang setia; tetap setia dan selalu memanggilmu untuk setia.

Penulis, rohaniwan Katolik, tinggal di Novisiat SVD Kuwu, Ruteng

Pos terkait