Tahun Yobel : Peziarah Harapan

IMG 20241231 WA0018

Oleh Pater John Naben, SVD

Hari ini kita memulai Tahun Yang Baru; Tahun 2025. Banyak kisah yang sudah kita lewati selama 365 hari di tahun 2024. Ada kesuksesan yang diraih namun tak sedikit pula kegagalan yang menghantui. Ada banyak rahmat yang tercurah, tetapi tidak sedikit pula berkat yang tercecer begitu saja. Ada peristiwa yang memilukan, juga ada keberhasilan yang tercapai. Susah-senang, untung-malang, suka-duka, bahagia-derita, sukses-gagal; berjalan bersama-sama. Dua sisi kehidupan ini selalu beriringan. Seperti dua sisi mata uang, keduanya tak terpisahkan.

Bacaan Lainnya

Mengawali tahun 2025 ini, hendaknya kita menoreh kisah sambil bercermin diri; sejauh mana dan bagaimana harus melangkah ke depan. Ada cita-cita, ada mimpi, ada harapan. Dan oleh karena itu, manusia sebagai peziarah mesti mengaktifkan seluruh indra, khazanah berpikirnya; mengoptimalkan kepala, hati dan budi untuk menimbang, memutuskan dan mengeksekusi segala hal.

Paus Fransiskus telah mencanangkan tahun 2025 sebagai Tahun Yobel dengan tema: Peziarah Harapan. Tema ini diambil dari teks Kitab Suci Perjanjian Baru; khususnya dalam Surat Rasul Paulus Kepada Jemaat di Roma 5:5 yang berbunyi: “…dan pengharapan itu tidak mengecewakan karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita”.

Hemat saya, arti dari Roma 5:5 adalah sebagai berikut: Pertama; Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati setiap orang Kristen, termasuk anda dan saya, melalui Roh Kudus, terutama pada saat-saat sulit.

Kedua; Kasih Allah yang senantiasa hadir menopang orang beriman untuk tegar dalam penderitaan dan meyakinkan mereka bahwa pengharapan yang akan datang selalu ada, tidak kosong; nihil.

Ketiga; Kasih karunia dan harapan memiliki sifat yang tidak pernah gagal atau menipu atau mengecewakan. Keempat; Allah akan selalu menepati janji-Nya kepada kita karena IA mengasihi kita.

Paus Fransiskus dalam ayat suci ini menekankan bahwa “Pengharapan itu tidak mengecewakan”. Keyakinan ini yang kemudian mengajak semua orang Kristen untuk menjadi PEZIARAH HARAPAN, pada tahun rahmat ini.

Sebagai peziarah, kita membawa serta sebuah intensi di dalamnya yakni harapan. Harapan yang dimaksud bukanlah sesuatu yang buruk melainkan sesuatu yang baik, luhur dan mulia. Dan orang yang memiliki harapan tidak akan pernah berhenti berjuang ataupun putus asa. Sebab berharap sudah pasti menuntut pengorbanan yang lebih.

Sebagai insan lemah, kadang kita menemui keputusasaan, kekecewaan. Misalnya saja, berharap agar sembuh namun tidak kunjung sembuh. Ingin punya rumah bagus tetapi gagal membangunnya. Ingin punya sepeda motor tetapi tidak punya modal cukup untuk membelinya dst.

Yang membuat semua ini terjadi adalah bukan karena ketiadaan pengharapan melainkan karena seringkali kita memaksakan kehendak kita kepada ‘Yang Lain’. Kita mau mengambil peran Allah dalam seluruh diri kita. Kita tidak lagi punya waktu cukup untuk menunggu waktu Tuhan terjadi, melainkan memaksakan Tuhan mengikuti kehendak dan niat hati kita.

Berharap bukan hanya sekadar menunggu apa yang kita inginkan untuk terlaksana, namun lebih daripada itu, berharap harus diimbangi dengan kesadaran bahwa ada sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar yakni Kehendak Allah sendiri.

Kesadaran ini ada pada Maria. Dalam kekalutan hendak mewujudkan rencana Allah untuk keselamatan umat manusia, ia senantiasa berharap hanya pada Tuhan saja.

Jawaban “Terjadilah padaku, seturut kehendakMu” dalam Injil Lukas 1:38; merupakan ungkapan Iman Bunda Maria yang taat, setia dan hanya berharap tanpa syarat kepada kehendak dan rencana Allah. Bunda Maria tidak menyerah bukan pula lemah dalam berargumen dengan Malaikat Gabriel. Lebih daripada itu, Bunda Maria berharap, pun menyetujui peristiwa inkarnasi Sabda Allah terjadi dalam dirinya.

Bunda Maria tidak berharap lebih, tidak berbangga diri juga, Bunda Maria justru menyadari kelemahannya dan membuka diri secara utuh agar ‘ketaatannya membawa sukacita’ sesuai dengan harapan atas kehendak Allah dalam dirinya.

Ketaatan dan kesetiaan Bunda Maria membawa serumpun pertanyaan dan juga persoalan. Ada pergulatan yang Maria pikul selama menunggu waktu Tuhan terlaksana. Ketakutan akan berita kehamilannya tersiar, monopoli kekuasaan patriarkat zaman itu menghantui pikirannya, hukum sosial dan sanksi sosial yang mengantongi seluruh ziarah hidupnya di Nazareth membuatnya tidak berdaya.

Belum lagi dengan calon tunangan yang akan diam-diam menceraikan dan mencemarkan namanya. Semua itu menjadi salib terberat yang Bunda Maria harus pikul di pundaknya. Namun Maria yakin dan cuma berharap bahwa Tuhan yang berkehendak tidak akan pernah meninggalkannya sendirian. Kekalutan tidak menguasai harapannya. Ketaatan, keyakinan dan imannya yang kokoh kemudian menjadikannya sebagai THEOTOKOS; Yang Melahirkan Allah.

Karena kekuatan pengharapan Bunda Maria atas kehendak Allah itu, maka pada setiap tanggal 1 Januari, Gereja Katolik di seantero jagad membuka peziarahan baru, di tahun baru dengan merayakan Hari Raya Santa Maria Bunda Allah. Maka di awal tahun yang baru ini, kita semua diajak untuk bercermin dan belajar dari Bunda Maria. Belajar dari ketaatan dan kesetiaannya mengandung dan melahirkan Yesus, belajar dari keimanan Bunda Maria untuk selalu dan senantiasa hanya berharap pada kehendak Tuhan saja, belajar menyimpan segala perkara dalam hati sampai kehendak Tuhan terlaksana dalam diri kita dan juga belajar kesetiaan seorang ibu dari Maria, Bunda Allah dan Bunda kita semua.

Dan dalam peziarahan kita pada Tahun Yobel ini, bersama Maria kita melangkah di tahun baru, tahun 2025 dengan dan dalam kerendahan hati kita sebagai anak-anak Allah, dalam dan melalui ketaatan, kesetiaan, kepasrahan penuh serta iman yang teguh, membawa sejuta harapan dan meminta bantuan doa serta bimbingannya kepada belas kasih Allah akan nasib hidup kita yang sudah pasti tidak akan mengecewakan.

Bersama Bunda Maria kita berlangkah menapaki tahun 2025 dengan penuh harapan dan kepastian bahwa harapan akan penyertaan Allah tidak akan pernah berhenti. Sebab Allah selalu Beserta Kita.
Kita juga berharap bahwa bersama dengan Bunda Maria, Perayaan Yubileum 2025 hendaknya memantik dan mendorong kita semua untuk memperkuat solidaritas, mengatasi perpecahan dan bekerja sama untuk kesejahteraan bersama.

Secara pastoral, Paus Fransiskus memohon agar tahun yang baru ini selalu dan senantiasa diwarnai oleh pengalaman rekonsiliasi, semangat berbagi dan dipenuhi dengan sikap tanggung jawab atas hidup yang lebih baik.

Semoga di Tahun Yubileum ini, kita semua tanpa kecuali semakin berani menyebarluaskan harapan kita kepada kehendak Allah melalui tindakan dan kata-kata, menghidupkan sukacita, menciptakan kegembiraan bagi mereka yang tertindas dan memantik keberanian kita untuk menjadi terang bagi dunia yang sedang terluka ini.

Tuhan Memberkati….

* Penulis, Rohaniwan Katolik, tinggal di Novisiat SVD Kuwu, Manggarai

Pos terkait