LARANTUKA KABARNTT.CO—Bertempat di aula utama Badan Penelitian Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Flores Timur, Rabu (22/01/2025), berlangsung Rapat Koordinasi Kinerja Tahunan Percepatan Penurunan Stunting di kabupaten Flores Timur.
Rapat Koordinasi (Rakor) yang dibuka Asisten 2 Setda Kabupaten Flores Timur Adrianus Amabenga Lamabelawa, SH, dan berlangsung selama sehari dari pukul 09.00 hingga pukul 14.000 waktu setempat itu dihadiri utusan Organisasi Perangkat Daerah pemangku konvergensi, wakil Perguruan Tinggi dan utusan dua LSM/NGO yang berkarya di Flores Timur yakni Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) dan Momentum.
Rakor yang bertujuan melakukan penilaian mendalam terhadap kerja-kerja konvergensi berbagai pelaku Pembangunan di Kabupaten Flores Timur itu diawali dengan pemaparan tiga materi pemicu oleh tiga orang narasumber antara lain Kepala Bappelitbangda Kabupaten Flores Timur Apolonia Korebima, SE, M.Si.
50 Desa Lokus
Apolonia dalam materinya bertajuk “Optimalisasi Peran Lintas Sektor Dalam Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Flores Timur”, merefleksikan ulang kedelapan Aksi Konvergensi Stunting di Kabupaten Flores Timur selama tahun 2024 yang dimula degan Aksi 1: Analisa Situasi.
Secara ringkas, kerja konvergensi penurunan stunting di Kabupaten Flores Timur boleh mencatat cerita sukses. Namun masih penuh dengan berbagai tantangan. Angka atau persentase stunting di Kabupaten Flores Timur hingga Desember 2024 berada pada 19,4%. Persentase ini memperlihatkan perubahan yang cukup jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.
Dijelaskan, pada Aksi 1 tentang Analisa Situasi yang dilaksanakan tanggal 07 Februari 2024 telah ditetapkan 50 desa lokus penanganan stunting. Penetapan 50 desa lokus ini diperkuat dengan SK Bupati no. 71 Tahun 2024.
Dalam periode pembangunan satu tahun telah dilakukan berbagai upaya penanggulangan stunting pada 50 desa lokus tersebut oleh berbagai pemangku kepentingan sesuai dengan tupoksi masing-masing yang terhubung dengan indikator-indikator penurunan stunting.
Maka pada moment review kinerja tahunan ini, Apolonia menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan berbagai kegiatan di 50 desa lokus telah direfleksikan adanya beberapa tantangan yang sangat mempengaruhi kinerja konvergensi. Seperti belum maksimal dukungan data bagi 29 indikator esensial dan 35 indikator suplai sehingga cukup berpengaruh pada capaian kinerja. Demikian halnya aplikasi sistem penyedia data dan penyampaian data yang belum diikuti dukungan administrasi.
Selain itu, kata Apolonia, koordinasi lintas sektor juga belum maksimal. Juga jejaring SDM sampai ke level terbawah juga belum maksimal mendukung capaian selama tahun 2024.
“Semua hal ini menjadi hambatan serius di tahun 2024”, tandas Apolonia di hadapan peserta Rakor dan mengharapkan ada gebrakan inovasi di tahun 2025.
Masih Landai
Kepala dinas Pengendalian Penduduk dan KB Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Flores Timur, Anselmus Yohanes Maryanto, S.Sos saat menyampaikan gambaran kondisi stunting di Flores Timur tahun 2024 memperlihatkan capaian intervensi percepatan penurunan stunting periode 2019 sampai dengan 2024 yang memvisualisasikan progres kerja beberapa tahun terakhir.
Dari data ini tergambar bahwa capaian 19,4% di tahun 2024 memperlihatkan bahwa persentase stunting masih terbilang tinggi. Namun jika melihat persentase stunting di tahun 2019 ke saat ini Flores Timur telah memperlihatkan kemajuan.
Pergerakan beberapa tahun terakhir masih landai, dan mesti menjadi bahan evaluasi. Namun, telah melewati prestasi gemilang yang menurunkan stunting di Flores Timur dari 31,3% di tahun 2019 silam.
Yang mesti dievaluasi, kata Maryanto, adalah dari 2020 hingga 2022 penurunannya tidak seterjal seperti dari tahun 2019 hingga 2020 yang mencapai 22,7% dari 31,3%. Penurunan terus melandai hingga posisi 19,4% di tahun 2024, justru lebih tinggi dari tahun 2023 yang bertengger di 18,7%.
Persentase ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang turut mempengaruhi perbedaan-perbedaan tipis kurang lebih tiga tahun terakhir. Seperti total balita yang diukur serta kehadiran sasaran di posyandu yang terlihat pada capaian D/S di mana ketidakhadiran balita masih cukup besar.
Maryanto juga memaparkan data lain untuk memperjelas persentase penurunan stunting sekaligus tantangan bagi kerja konvergensi kabupaten di tahun 2025 ini yang memperlihatkan besarnya tantangan yang dihadapi ke depan.
Selain balita pendek atau stunting sebanyak 2.967 anak ( 19,4 %), masih ada balita kurus atau wasting sebanyak 1.673 anak (10,9%) dan under weight 3.941 anak (25,8%). Balita wasting dan under weight berpotensi menaikkan persentase stunting di tahun 2025 apabila salah penanganan.
Kerja Keras
Menanggapi pemaparan data stunting beserta berbagai indikator dan variabelnya, serta pandangan para pihak dalam forum Rakor, Kepala Bappelitbangda Kabupaten Flores Timur, Apolonia Corebima, SE.M.Si menegaskan bahwa terhitung mulai bulan Januari 2025 sebelum dilaksanakannya Aksi 1, data anak-anak yang akan menjadi perhatian bersama mesti dibereskan.
“Kita akan bekerja secara bergandengan tangan dan saling melengkapi tapi mesti ada data. Data ini akan memandu kerja konvergensi by name by address,” kata Apolonia.
Karena itu, ia memberi mandat kepada tiga orang pejabat dari tiga instansi yakni Dinas Kesehatan, Dinas P2KBP3A dan Bappelitbangda untuk membereskan data dimaksud sebelum pelaksanaan Aksi 1 yang direncanakan bulan Februari mendatang.
Menurutnya, berdasarkan data yang terpilah menurut desa dan kecamatan, akan dikeluarkan profil keluarga dengan anak stunting dan keluarga berisiko stunting.
“Data ini akan kita tayangkan saat berlangsung Aksi 1 sebagai Analisa Situasi sehingga perjalanan selanjutnya di tahun 2025 lebih menukik ke sasaran 2000 lebih anak stunting. Belum lagi yang masuk kategori berisiko stunting yang jika salah penanganan akan berkontribusi menaikkan persentase di tahun 2025,” kata Apolonia.
Selain itu, ia meminta agar inovasi 2H2 Centre yang telah dimodifikasi menjadi Go Cinta 2H2 mesti digencarkan di tahun 2025 ini sampai ke semua jejaring di desa-desa sekaligus mencegah kematian ibu dan bayi.
Data dari 2H2 Centre yang dilaporkan Bidan Kony dari Dinas Kesehatan dalam Rakor bahwa pada bulan Januari 2025 ini saja telah ada kasus kematian ibu saat melahirkan sebanyak 2 orang.
“Ke depan kita mencegah bertambahnya anak piatu di Kabupaten Flores Timur. Ini tanggung jawab kita,” kata bidan Koni.
Tantangan cukup besar selain data adalah kehadiran ibu dan atau ayah anak-anak Balita di posyandu setiap bulan. Hal ini yang menjadi sorotan Rakor sehingga berbagai inovasi mesti dilakukan.
Kepala Bappelitbangda memberi contoh inovasi BAPEDA (Bapa Peduli Anak) dari Kecamatan Lewolema yang dimotori Kepala Puskesmas di sana yang mesti dicontohi Puskesmas lainnya. (*/mkn)