KABARNTT.CO —Siapa bilang menenun itu pekerjaan tambahan yang digeluti hanya sekadar mengisi waktu senggang? Yuliana Nesi menjadi contoh kalau menenun adalah industri. Industri rumah tangga yang memberinya keuntungan ekonomis yang tidak kecil.
Penenun, warga RT 06, RW 03, Kelurahan Naioni, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini memandang aktivitas menenun sebagai pekerjaan yang tidak sekadar mengisi waktu luas. Menenun, bagi, Yuliana, telah mewujud menjadi sebuah industri, tepatnya industri rumah tangga
Buktinya, setiap bulan Yuliana meraup uang jutaan rupiah dari hasil tenunnya berupa selendang dan sarung.
“Puji Tuhan keuntungan setiap bulan dari jualan sarung dan selendang, itu Rp 2 juta lebih,” tutur Yuliana sebagaimana dikutip dari detikBali di kediamannya beberapa hari lalu.
Perempuan berusia 26 tahun itu lalu memulai kisah. Dia merintis usaha tenunnya berawal saat tamat SMA pada 2017. Saat itu dia memutuskan untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) dengan upah Rp 500 ribu.
Setelah enam bulan lamannya, Yuliana memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai ART. Yuliana kemudian memilih bekerja sebagai karyawan di sebuah toko di Atambua, Kabupaten Belu.
Berselang tiga bulan di sana, Yuliana berhenti bekerja. Dia kemudian bekerja lagi sebagai karyawan di sebuah koperasi harian selama satu tahun. Namun, memasuki awal 2019, Yuliana sakit. Kondisi itu membuat kedua orang tuanya panik dan meminta Yuliana untuk berhenti bekerja hingga keadaannya kembali pulih.
“Saat sudah sembuh, itu langsung bertepatan dengan wabah COVID-19, jadi saya memutuskan di rumah saja dan mulai tenun. Ini juga bagian dari pertahankan warisan budaya kita,” tutur Yuliana.
Hari berganti hari, Yuliana tak punya penghasilan untuk bisa menambah pendapatan ekonomi keluarganya. Ia akhirnya memutuskan untuk memulai pekerjaan baru dengan tenunan. Sebab, di sekitarannya potensi penghasilan bagi perempuan hanya melalui tenunan.
Saat itu, Yuliana bersama ibunya hanya memiliki modal Rp 150 ribu. Dari modal itu, mereka mulai membeli benang dan sejumlah kebutuhan utama dalam tenunan. Ia bersama ibunya akhirnya berhasil menenun belasan lembar sarung dan selendang.
Hasil tenunan itu, Yuliana menjualnya melalui akun Facebook, Instagram dan TikTok. Walhasil, banyak pesanan dari segala penjuru. Setidaknya setiap hari banyak yang memesan, mulai dari selendang hingga sarung.
“Memang saya melihat potensi yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal saya itu banyak ibu-ibu yang berpenghasilan dari tenunan. Dari situ saya mulai tertarik untuk mengembangkan potensi tenunan,” kata Yuliana.
Seiring berjalannya waktu dan banyak pelanggan, tepatnya pada 6 September 2022, Yuliana memberi nama usahanya, Sotis Adat Etnis NTT (SEAN) yang memiliki arti hadiah dari Tuhan.
Nama usaha SEAN itu akhirnya banyak dikenal oleh sejumlah pelanggan maupun UMKM di NTT. Bahkan beberapa kali Yuliana mengirim sejumlah selendang dan sarung kepada pelanggannya di Merauke, Ambon, Kisar, dan Denpasar.
“Setiap kali pengiriman, itu 50 lembar. Untuk jumlah produksi selendang dan sarung sejak 2019 sekitar sudah 4.000-50.000 lembar,” terang Yuliana.
Seiring dengan banyaknya permintaan, Yuliana masih kesulitan keuangan untuk membeli benang dan kebutuhan lainnya. Beruntung, dia mendapat tawaran untuk meminjam uang sebesar Rp 4 juta tanpa bunga dari CIMB Niaga.
Uang pinjaman, itu Yuliana hanya pergunakan untuk memperbanyak benang dan kebutuhan utama dalam tenunan. Sehingga setiap bulan bisa memproduksi 50-60 sarung. Sedangkan selendang mencapai 100 lembar. Selain itu, Yuliana bersama ibunya juga menenun selimut.
Yuliana juga akhirnya bisa membangun rumah khusus untuk menenun sekaligus jadi tempat jualan hasil tenunannya. Usahanya terus berkembang, hingga setiap hari banyak pesanan masuk, baik dari luar NTT maupun sejumlah kabupaten di NTT.
“Sebelum saya dapat modal dari CIMB Niaga, itu jumlah produksi tidak terlalu banyak, tapi setelah dapat modal itu yang saya gunakan beli benang. Itu jumlah produksinya lumayan banyak, makanya penghasilannya rata-rata Rp 2-3 jutaan,” sebut Yuliana.
Selain mendapat modal pinjaman, Yuliana juga mendapat pelatihan dari CIMB Niaga terkait bagaimana cara penjualan melalui media sosial. Kemudian pencatatan pemasukan dan pengeluaran keuangan.
“Lumayan berkembang setelah dapat modal dengan cicilan selama 10 bulan. Sampai saat ini sarung dijual dengan harga Rp 1 juta dan selendang berkisar Rp 25-35 ribu per lembar. Tapi tergantung motif tenunannya. Kalau yang motif bunga sepe, itu Rp 35 ribu,” cetus Yuliana.
Community Development Head
CIMB Niaga, Astrid Candrasari (40), mengatakan CIMB Niaga memiliki empat program. Salah satunya adalah UMKM yang merupakan program ekonomi. Sehingga mereka menyasar setiap UMKM di Indonesia timur.
“Sebenarnya program kami sudah dimulai sejak 2022, tapi hanya menyasar UMKM di Manado, Makasar, dan Samarinda. Kalau Kupang ini baru dimulai sejak 2023,” ujar Astrid di sela-sela kunjungan ke rumah tenunan milik Yuliana Nesi di Kelurahan Naioni.
Menurut Astrid, salah satu lokasi UMKM yang dikunjungi adalah milik Yuliana Nesi. Sebab, CIMB Niaga memberi modal usaha. Selain itu, menyeleksi UMKM di seluruh Indonesia lalu memilih 50 UMKM untuk mendapatkan pinjaman tanpa bunga.
“Selain pinjaman tanpa bunga, kami juga memberikan pelatihan marketing. Seperti yang diceritakan Yuliana kan masih kendala soal manajemen finansialnya sehingga tidak bisa membedakan antara kebutuhan rumah dan usaha. Jadi kami ajari karena itu besik dari UMKM begitu,” imbuh Astrid.
Astrid menjelaskan UMKM di Kota Kupang yang diberi modal pinjaman sudah mencapai 11 UMKM sejak 2023. Namun, setelah dilakukan seleksi, terdapat 18 UMKM yang terpilih seperti makanan, tenunan dan sebagainya yang berbasis lokal. (*)