Oleh Pater Kons Beo, SVD
“Marilah kita bertolak ke seberang” Markus 4:35
SEKIRANYA ‘tetap di sini’ dapat terjadi kita bakal ‘tetap seperti ini.’ Kata orang “Iya, seperti itu-itu saja.” Tak ada yang bergerak. Dan tak ada yang berubah pula. Namun, semudah itu kah kita lantas bergerak pergi? Untuk tinggalkan semua di sini dan kemudian bergerak, beralih, bertolak, menjauh raga mata memandang dan semakin berjarak hati?
Namun, ini bukanlah kisah-kisah hidup yang mudah. Sebab?
KITA telah berakar sejuk dan nyaman di tempat itu. Kita telah ‘punya nama’ di situ. Popularitas, serta segala alam kelekatan telah menjadi ‘punya kita.’ Iya, di tempat itu, di alam seperti itulah ‘seluruh jiwa raga kita berada.’
Tetapi harus kah kita bertolak….?
AJAKAN Yesus bagi para murid, “Marilah kita bertolak ke seberang’ segera disikapi. Dan mulailah terjadi. Lalu sepertinya tantangan awal mulai menyentak. Mungkin saja, Yesus dan para murid mesti segera ke seberang untuk sejenak beristirahat. Dari segala kepenatan pelayanan…
Namun, terlukis nyata…
“Mereka meninggalkan orang banyak” (Mrk 4:36).
Tinggalkan orang banyak artinya tinggalkan keramaian. Lepaskan segala rasa ketergantungan orang banyak yang, bisa saja, telah menganggap Yesus dan para murid adalah segala-galanya! Di situlah Yesus tak ingin agar para muridNya terlelap dalam keasyikan sensasi dan eforia orang banyak.
Sebaliknya….
YESUS inginkan agar para murid, “menjelang malam” itu juga, segera bertolak ke seberang. Sepertinya segala kisah terang cahaya mentari para murid mesti segera diredupkan oleh kepekatan menjelang malam. Inilah kisah perjalanan mengikuti Yesus yang menjadikan hati para murid terasa sungguh galau.
Tak hanya berhenti di situ.
Sebab berikutnya… ?
SUASANA hati tak karuan nan kocar-kocir segera dihadapi. “Mengamuklah topan yang sangat dahsyat, dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu…” (Mrk 4:37).
Ini sungguh satu perjalanan jelang malam yang mencemaskan. Penuh gunda gulana. Tanpa damai dan kepastian.
BUKAN KAH sepantasnya tetaplah mereka nikmati alam dan suasana nyaman sebelumnya dan tak harus bertolak ke seberang?
Namun, semuanya memang harus terjadi! Dalam ajakan Yesus, Sang Guru.
KUALITAS kemuridan dalam Yesus dan percaya kepadaNya memang harus teruji di saat-saat sulit dan tak menentu. Mesti masuk “Di tengah ombak dan arus pencobaan… ”
Bagaimanapun…
YESUS, tetaplah menjadi POKOK kehidupan, kekuatan dan ketenangan hidup. Bukan kenyamanan karena orang banyak. Bukan pula karena kegentaran dalam badai-badai kehidupan! Yang bisa meredupkan semuanya. Bukan!
YESUS yang tertidur dan mesti segera dibangunkan oleh para murid. Tidak kah hal itu mengungkapkan harapan! Harapan dan permohonan akan kepedulian Tuhan tentang apa yang tengah terjadi. Dan ternyata, Tuhan tak terlelap dalam tidur. Sebab Tuhan ingin masuk dalam situasi nyata yang tengah dialami para murid.
Dan seperti itulah yang kita alami dalam kehidupan kita….
Dan untuk ziarah iman dan kemuridan kita…?
SEKALI lagi, sekiranya kita tetap di sini, bisa terjadi juga bahwa kita ‘bisa jatuh dalam tidur terlelap akan situasi nyaman dan mengasyikkan. Yang membuat kita tak pernah tahu akan situasi dan keadaan di sana. Iya, alam yang di seberang sana itu..
‘PERAHU dunia’ tetap tergoncang oleh berbagai ‘badai dan taufan’ kekerasan dan penindasan. Perang dan berbagai konflik tak pernah surut. Tekanan dan berbagai aksi intoleran tetap menderu. Inilah wajah dunia penuh darah dan air mata mencekam. Inilah dunia kita yang terluka.
SEMUANYA terluka karena kerapuhan kualitas relasi antar manusia, dan oleh karena ketamakan dalam cara berpikir dan bertindak demi diri dan kelompok sendiri. Di situlah manusia saling mempelototi dalam pergulatan persaingan yang kasar dan kejam. Dan kata serta sikap ketidakpedulian lalu jadi alam kusut yang menggumpal dan membeku di hati.
SEBAB itulah, para murid Tuhan, Gereja, kita semua, mesti bersegeralah bertolak ke seberang. Untuk berani hadapi apapun kenyataan yang tak menentu….
Sebab…
DUNIA masih terluka! Ada sekian banyak orang yang terborgol saat hak-hak hidup mereka dicengkram dan dipreteli. Ada sekian banyak orang yang ‘tercabut dari akar kehidupan yang layak dan sepantasnya.’
Masih ada sekian banyak orang yang terluka karena suara-suara profetik dan injili yang mereka kumandang telah diredam dan diberangus oleh tekanan penguasa.
DI SAAT dunia yang terluka ini berteriak minta tolong, pantas kah kita, Gereja, mesti terlelap dalam keasyikan tidur?
DALAM semangat Yesus, kita tetap menjadi Gereja yang terjaga. Yang selalu memiliki harapan dalam Tuhan. Ada dalam penyerahan di dalam DIA. Dan bakal menjadi harapan untuk situasi baru! Iya, keadaan dunia, apa yang dialami kini, yakinlah bakal berubah dalam keyakinan iman akan Yesus.
RASUL Paulus punya keyakinan yang ditulisnya kepada jemaat di Korintus:
“Jadi, barangsiapa ada dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru. Yang lama sudah berlalu, dan sungguh, yang baru sudah datang” (2Kor 5:17).
SUNGGUH, pada akhirnya, …”angin itu reda, dan danau itu menjadi teduh sekali…” (Mrk 4:39).
TUGAS kita tetaplah itu, yakni, ‘teduhkan dan tenangkan alam kehidupan ini dalam iman yang kokoh akan Yesus.’ Semuanya dalam harapan dan tindakan nyata, walau dalam cara sederhana dan sekecil apapun.
BAGAIMANA PUN, kita tahu akan betapa sulitnya ‘teduhkan apapun yang di luar diri sendiri, sekiranya kita tetap saja ada dalam terpaan angin ribut yang bergelora hanya demi kepentingan-kepentingan sendiri yang egosentrik dan hanya seputar keasyikan-keasyikan hidup punya kita sendiri…
Verbo Dei Amorem Spiranti