Oleh Tony Kleden
Seumpama balap sepeda, maka jalan panjang Pemilihan Gubernur (Pilgub) NTT sudah tuntas di etape pertama dengan puncaknya pada debat paslon, Rabu (23/10/2024).
Tiga paslon tampil dengan gaya berbeda. Berbeda karena masing-masing paslon adalah subyek berbeda. Karena masing-masing adalah subyek berbeda, maka tidak terlalu penting dan substansial mengambil fokus menilai penampilan mereka hanya, sekali lagi, hanya dari penampilan lahiriah.
Itulah sebabnya juga dalam hajatan politik seperti pilpres, pilgub, pilbup dan atau semacamnya, pengaruh debat terhadap pilihan para pemilih tidak terlalu signifikan. Artinya, keputusan pemilih menjatuhkan pilihan kecil dipengaruhi oleh debat.
Tema debat Pilgub NTT edisi perdana “Transformasi dan Inovasi Pelayanan Publik bagi Percepatan Penyelesaian Daerah di NTT” sedikit banyak bisa membuka tabir sosok seperti apa yang dibutuhkan NTT ke depan. Salut kepada penyelenggara atas pilihan tema ini. Untuk konteks dan kondisi NTT dengan pendapatan asli daerah yang minim, tema ini sungguh tepat dan cocok.
Sesuai dengan mekanisme debat, ketiga paslon memulai dengan memaparkan visi, misi dan program kerja yang bakal dilakukan lima tahun depan. Sesungguhnya, substansi visi dan misi para paslon sama. Jika diperas jadi satu pernyataan, visi dan misi para paslon itu adalah : kemajuan NTT dan kesejahteraan masyarakat. Yang berbeda cuma rumusan redaksional.
Tetapi ada hal menarik yang menggelitik dan memicu pertanyaan lebih jauh, yakni seberapa kuat, seberapa penting variabel partai koalisi pengusung dan pendukung para paslon untuk keberhasilan mereka membangun NTT. Status questionis-nya adalah apa pentingnya koalisi bagi pengejawantahan visi, misi dengan semua program konkrit para paslon bagi kemajuan pembangunan NTT? Sudah tentu, partai koalisi hanya salah satu variabel yang membantu para paslon memperjuangkan program dan agenda pembangunan yang akan dikerjakan.
Kita lihat tiga paslon dengan partai-partai pengusung dan pendukungnya. Paslon Nomor 1 Yohanes Fransiskus Lema-Jane Natalia Suryanto diusung dua partai, yakni PDIP, Hanura dan PBB (Partai Bulan Bintang). Pasangan nomor urut 2 Emanuel Melkiades Laka Lena-Johni Asadoma diusung 11 partai politik : Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, PSI, Gelora, Perindo, Garuda, PKN dan Prima. Sedangkan paslon Simon Petrus Kamlasi-Andre Garu diusung tiga partai: PKB, Nasdem dan PKS.
Dalam debat perdana itu, ada pertanyaan menggugat yang ditujukan kepada paslon Melki Laka Lena-Johni Asadoma. Bagaimana mengatasi KKN, jika pemerintahan diusung dan didukung koalisi besar. Ada bayangan kecemasan, koalisi besar akan merepotkan Melki-Johni dalam mengelola pemerintahan.
Terhadap pertanyaan bernada cemas itu, Melki Laka Lena merespon dengan tangkas dan terukur. Menurut Wakil Ketua Umum DPP Golkar itu, mengurus NTT tidak bisa kita kerja sendiri. Meminjam jargon Bung Karno, Melki menegaskan membangun NTT butuh gotong royong. Dengan koalisi besar, semangat gotong royong itu bakal sangat mudah digerakkan.
Sebagai mantan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki sangat paham dan tahu bagaimana memperjuangkan anggaran dan program pembangunan untuk dibawa ke daerah. Melki tahu tidak mudah membawa program dan proyek ke NTT tanpa banyak koneksi dan jaringan di pusat, baik itu di pemerintahan maupun di DPR RI.
Seperti apa wajah koalisi di pemerintahan Prabowo-Gibran? Bagaimana komposisi jajaran menteri di Kabinet Merah Putih sekarang ini? Mari kita lihat. Partai Gerindra (partainya Presiden Prabowo Subianto) mendapat jatah 5 kursi menteri dan 6 wakil menteri, Partai Golkar mendapat 8 kursi menteri, 3 wakil menteri. Kader senior Golkar, Luhur Binsar Panjaitan, juga diberi jabatan prestisius sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional.
Selanjutnya Partai Demokrat mendapat 3 kursi menteri dan 1 wakil menteri; PAN mendapat 2 kursi menteri dan 2 wakil menteri. Partai-partai non seat di Senayan juga diberi kursi menteri dan wakil menteri. PSI mendapat 1 kursi menteri dan 2 wakil menteri, dan Partai Gelora mendapat 2 kursi wakil menteri. Bahkan Partai Prima (Partai Rakyat Adil dan Makmur) yang tidak ikut pemilu 2024 juga mendapat 1 kursi wakil menteri.
Komposisi jajaran menteri, wakil menteri dan jabatan strategis lain ini perlu dan harus disampaikan. Tidak sekadar untuk diketahui, tetapi terutama untuk dimengerti dan ditarik makna di baliknya.
Ditarik ke konteks NTT, komposisi menteri ini memperlihatkan betapa kuat dan dahsyat dukungan politik untuk kepentingan pembangunan, kemajuan dan kejayaan NTT lima tahun ke depan. Duet calon Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena-Johni Asadoma, berada satu garis lurus dengan di koalisi besar partai-partai pemerintah ini. Melki-Johni ada dalam perahu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wapres Gibran Rakabuming Raka.
Eksekusi program dan proyek pembangunan untuk NTT? Mudah saja, karena sama-sama berada di pemerintahan. Apalagi Presiden Prabowo Subianto adalah Ketua Umum Gerindra, partainya Johni Asadoma sebagai calon Wakil Gubernur. Meminjam kata-kata Anita Gah, anggota DPR RI dari NTT, “NTT ini tidak bisa kita kerja sendiri. Kita butuh pemimpin dengan koalisi besar dan punya hubungan baik dengan pemerintah pusat,”`
Benarlah kata-kata Melki Laka Lena dalam debat perdana. “Koalisi besar itu anugerah buat NTT,” tandas Melki. Mengapa anugerah? Dengan koalisi besar itu, eksekusi program pemerintah pusat dapat dilakukan dengan mudah. Apalagi kondisi keuangan Pemda NTT sekarang ini sedang tidak baik-baik. Pasalnya, Pemda NTT meminjam uang di PT SMI senilai Rp 1.003 miliar (satu triliun tiga miliar rupiah). Utang ini harus dicicil hingga tahun 2029.
Dengan pendapatan asli daerah (PAD) kita yang tidak mencapai target, apa yang bisa kita andalkan untuk pembangunan dan kemajuan NTT lima tahun ke depan?
Nah, dengan Melki-Johni yang didukung koalisi besar, dengan jajaran menteri yang demikian banyak, kita banyak berharap untuk kemajuan NTT. Tinggalkan alasan memilih Gubernur-Wakil Gubernur NTT karena orang kita, suku kita, agama kita. Tidak zamannya lagi mengusung politik identitas.
Tegasnya, mari memilih karena kepentingan kita, bukan karena orang kita. Bersegeralah meninggalkan politik identitas, bergembiralah dengan politik riang gembira. Untuk kepentingan NTT, bergegaslah memilih Melki-Johni, pasangan nomor urut 2. Dengan menteri-menteri di pemerintahan, kita bahas program pembangunan di kantor pemerintah, dengan teman-teman kita hanya sebatas bernostalgia dan berbagi cerita di kedai kopi.
Ayo Bangun NTT bersama Melki-Johni. (*)
- Penulis, pengurus Partai Golkar NTT