Mgr. Paul Budi Kleden:  Dari Waibalun, Menuju Manca Negara dan  Tiba Akhirnya di Ndona

Kons beo5

Oleh P. Kons Beo, SVD

Anak kelima dari Bapak Petrus Sina Kleden dan Mama Dorotea Sea Halan itu dilahirkan di kampung halamannya Waibalun – Flores Timur, pada Selasa 16 November 1965. Ia diberi nama Paulus Budi Kleden. Bisa jadi, nama Paulus itu ‘sengaja’ dipilih oleh Bapak Petrus sekadar ikuti nama kakak sulungnya  yakni Mgr. Dr. Paulus Sani Kleden, SVD, yang saat itu menjabat sebagai Uskup Denpasar (1961 – 1972). Di kalangan keluarga, dan orang sekampung di Waibalun, Paulus Budi itu lebih dikenal dan disapa dengan nama Poce, disingkat Oce.

Bacaan Lainnya

No Oce itu punya empat saudara kakak. Ada Os, Onsi, Ela dan si sulung Simon. Ada pula dua adik sesudahnya,  Ince dan Nani si bungsu. Entahlah, suasana hati seperti apakah yang dirasakan oleh ade-kaka ini setelah terdengar berita resmi bahwa No Oce, saudara mereka, dipilih untuk emban tugas dan jabatan sebagai seorang uskup?

Bagaimana pun No Oce terlahir dan dibesarkan dalam alam dan suasana Waibalun dan khusus dalam suasana keluarga seorang tukang kayu, Bapak Etu dan Mama Sea. Ada kesaksian yang punya tutur, No Oce itu adalah ‘anak pantai’ yang gemar ‘mandi laut,’ apalagi setelah ‘tiap kali pulang cari kayu api di gunung.’

Setelah jadi ‘anak seminari’ di San Domingo, Hokeng, saat pulang libur ke Waibalun, No Oce ini tak lupa akan kebiasaan untuk bantu ‘titi jagung’ atau juga, sebagai anak tukang kayu, ia bantu bapanya urus mebel sekadar ‘pasang pintu, jendela.’ Mari ke kisah lain…

Di tahun 2018, setelah ikuti acara 60 tahun Tarekat Putri Renha Rosari (PRR) di Lebao-Larantuka, beberapa konfrater SVD sempat mampir di rumah Pater Budi, yang baru saja terpilih jadi Jenderal SVD. Ini sekadar ingin bersua dengan Mama Sea dan keluarganya Pater Budi. Saya, waktu itu, sempat bilang ke Mama Sea bahwa Pater Budi baru-baru ini ada di Ruteng. Ada ikut perayaan 25 tahun Novisiat SVD Sang Sabda di Kuwu. Lalu?

Reaksi Mama Sea di luar dugaan. Lupa kalimat aslinya bagaimana. Tapi isinya kira-kira begini, “Dia ini jalan-jalan terus saja. Lalu bagaimana dengan frater-frater?” Sepertinya Mama Sea sedikit ‘protes’ jika anaknya, Oce, takutnya kurang fokus dengan tugas-tugas pokok untuk harus lebih banyak berada bersama frater-frater. Bukan ‘hanya maen jalan-jalan saja.’

Di perjalanan tinggalkan Waibalun, dalam mobil, kami hanya senyum-senyum campur ‘pica ketawa’ juga. “Olee…Budi, Jenderal kita ini, diprotes oleh mamanya, karena dianggap ‘kerjanya hanya jalan-jalan saja tu.’

Padahalnya, salah satu tugas seorang anggota Dewan Jenderal, apalagi seorang Jenderal, memang ‘harus jalan-jalan untuk teguhkan anggota Serikat demi semangat hidup religius-misoner. ‘Kerja jalan-jalan’ seperti ini tentu amat bermakna. Mari kita lanjut…

Dari catatan riwayat hidup, dapat terbaca dan terekam segala sepak terjang pengalaman Pater Budi. Intinya, ia jadi anggota SVD sejak ikrarkan Kaul Pertama 1 Agustus 1987, dan Kaul Kekal pada 29 September 1992. Pada 15 Mei 1993, Pater Budi ditahbiskan menjadi imam di  Wina, Austria.

Sejak tahun 2001 hingga 2012 Pater Budi jadi pengajar pada STFK Ledalero, pun sebagai formator. Banyak kesaksian tak ragukan kualitas dan kecakapan Pater Budi untuk ‘ada bersama frater-frater.’ Dari yang ngobrol santai penuh kelakar, hingga pada isi bicara yang serius. Dia punya daya ingat yang baik, sehingga, misalnya, ia kuat ‘hafal nama orang atau untuk ingat kisah ini dan itu.

Ada yang cerita lain begini, “Kita ini baru saja maen sepak takraw dengan dia. Ramai dan ceriah di lapangan, apalagi ditambah dengan komen-komen yang aneh-aneh. Tapi, eh …terkejut,  kita ini lalu jadi sedikit ‘mati langkah’ saat Pater Budi mulai tanya ‘kau pu skripsi bagaimana?’ Ini baru di bidang akademik! Entahlah bahwa sekiranya ada juga ‘tanya-tanya serupa’ seputar hidup rohani dan hidup bersama.

Di tahun 2012, Pater Budi tinggalkan Seminari Tinggi Ledalero-Maumere menuju Roma. Ini semua karena panggilan tugas dan tanggung jawab baru sebagai anggota Dewan Jenderal SVD (2012-2018). Karena itulah, tak bisa tidak, Pater Budi harus pula menjumpai saudara-saudaranya SVD di mana saja ia berkunjung.

Tentu, untuk Pater Budi, datang kunjung itu tak hanya untuk lihat ‘batang hidung sama saudaranya’ tetapi bahwa ia harus relakan hati untuk ‘mendengarkan segala kata hati sama saudaranya, dan siapapun yang dilayani SVD, entah sebagai umat atau pun sebagai partner SVD dalam perutusan (misi).

Di tahun 2018, pada Kapitel Jenderal tahun 2018 itu, para kapitularis memilih dan mempercayakan Pater Budi sebagai Superior Jenderal SVD yang ke-12 (2018 – 2024). Satu kepercayaan yang diberikan oleh para sama saudara sejagat untuk menjadi  Pemimpin Umum SVD sejagat. Sebagai seorang Jenderal, iya Pater Budi tetaplah ‘seorang Budi Kleden’ dengan segala ‘tampilan dirinya yang seperti itu sudah.’ Dan kini?

Pada Sabtu, 25 Mei 2024 lalu, Pater Budi diumumkan oleh Takhta Suci sebagai Uskup Agung Ende menggantikan alm Mgr Vinsen Sensi Potokota. Pater Budi, Jenderal SVD itu jadi uskup? Heraann ka? Kaget kaaaa? Tidak juga! Tidaklah. Tapi bisa saja itu mengguncang hatinya.

Pater Budi sudah belajar apa artinya menjadi seorang ‘pengajar (dosen), sebagai formator (pembina), animator, dan pemimpin secara umum. Dan kini Tuhan mempercayakannya untuk menjadi seorang gembala. Gembala Agung Kristus telah melihat ‘ada banyak sebagainya’ dalam diri Pater Budi, dan semuanya telah dijalankannya. Namun, bagi Tuhan, masih ada ‘yang mesti ditambah lagi. Iya, ada yang masih kurang’ pada Pater Budi. Apalagi ‘yang masih kurang?’

Dan ‘yang masih kurang’ itu saya yakin terasa ‘berat dan tak mudah bagi seorang Budi Kleden. Dia harus ‘jual, lepaskan, tinggalkan alam SVD yang telah merahiminya, melahirkan dan membesarkannya.’ Iya, Pater Budi ‘mesti beralih dari segala alam konfraternitas SVD.’ Walau tentu, spirit hidup sebagai seorang religius dan misionaris akan tetap menjiwa dan mendaging baginya.

Budi adalah seorang Jenderal yang kini mesti alami kisah pertarungan batin  time to say goodbye untuk para sama saudaranya di negeri-negeri Asia, Eropa, Australia, Amerika Utara, Amerika Selatan, dan tentu  juga Afrika yang amat dicintainya. No Oce – Waibalun memang telah hadirkan dirinya dan memberikan perhatiannya pada ‘alam SVD di manca negara.’ Namun..

Sepertinya semuanya itu mesti ‘terhenti.’ Di kamar makan Collegio del Verbo Divino – Roma, di Sabtu, 25 Mei 2024 itu, wajah seorang Jenderal tampak sembab. Iya, benar-benar sembab tak ceriah. Pater Budi harus pasrah pada putusan Takhta Suci. Ia mesti kuat hati untuk dengarkan surat dari Propaganda Fide yang dibacakan oleh Pater José Antunes da Silva, SVD, wakil Superior Jenderal.

Dalam permenungan sekadarnya yang kocak, saya hanya berfantasi dalam nada alkitabiah, “Wah Budi, ketika engkau masih muda engkau memang berjalan ke mana saja engkau kehendaki, kini perlahan engkau harus   menjadi tua, engkau harus ulurkan tanganmu, dan Takhta Suci harus mengikatmu dan menuntun ke tempat yang tak pernah engkau bayangkan dan apalagi engkau impikan sedikitpun sebelumnya….”

Kini, No Oce – Waibalun, sang jenderal yang sudah bermancanegara itu, mesti siap-siap ‘bale Nagi.’ NTT menantinya. Flores siap menyambutnya. Ngada – Nagekeo – Ende sekian lama ini merindukan kehadiran seorang gembala. Tetapi, tidak kah Pater Budi pulang sambil membawa cinta, harapan dan perhatian dari misi SVD sejagat dan bahkan dari berbagai Gereja Lokal di berbagai tempat yang telah ia kunjungi bagi Gereja Lokal Keuskupan Agung Ende? Pater Budi pasti membawa kekayaan dan kemajemukan Gereja Universal ke dalam Gereja Lokal yang digembalakannya.

Mari kita meluncur ke hal sepele lain lagi. Begini…….

Saya bayangkan bahwa Pater Budi itu pasti butuh waktu lama untuk biasakan telinganya untuk disapa sebagai Monseigneur (Mgr).  Dan untuk rasa hati saya  secara pribadi? Saya ‘mo ngama-ngama sedikit dulu’ (kata Ende-Lio seperti sedikit rasa bangga nan kocak begitu). Tidak apa-apa kan? Begini isi ‘ngamanya..’

Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD akan ditahbiskan pada Kamis, 22 Agustus 2024 di  Kathedral – Ende. Wah, itu Gereja Paroki asalku, tempat saya dipermandikan, terima Komuni Pertama, dan gereja tempat Pater Rein Kleden, SVD dan saya rayakan misa pertama, Mingu 25 September 1994 setelah sehari ditahbiskan.

Akhirnya…..

Untuk ‘konfraterku, Jenderalku, dan Bapak Uskupku Mgr. Paul Budi Kleden, SVD, selamat tiba nanti di kampung leluhurku Ndona. Selamat ‘berakrab dan bersaudara bersama masyarakat: Radawuwu, Koponio, Dasandotu, Kanakera, Nuakota, Nuanelu, Nualolo, dan juga tentunya Radaara… semuanya di langkaran tak jauh dari Rumah Keuskupan Agung Ende…

Verbo Dei Amorem Spiranti

  • Penulis, rohaniawan tinggal  di Collegio San Pietro – Roma

Pos terkait