Menolak Mewah : Yang Ringan-Ringan dari Kunjungan Paus

paus dengan anak
Paus Fransiskus dengan para remaja di Jakarta, Rabu (4/9/2024)

Oleh Pater Kons Beo, SVD

Sebenarnya tak ada yang istimewa.  Bukanlah hal yang luar biasa. Sejak resmi jadi Pemimpin Spiritual Gereja Katolik sejagat, Paus Fransiskus semakin menegaskan karakter dan pilihan style dirinya. Penentuan nama ‘Fransiskus’ adalah satu pilihan spiritual dan pastoral  yang kaya dan subur dalam pemaknaannya.

Bacaan Lainnya

Kisah hidup dan pribadi St Fransiskus dari Assisi itu telah jadi ilham bagi Sri Paus Fransiskus untuk menakhodai ‘Gereja bagai bahtera mengarungi zaman.’ Sejauh yang kita renungkan, dari St. Fransiskus Assisi (+ 1226) terpancarlah kekuatan spirit kemiskinan, gelora kesederhanaan dan jiwa persahabatan penuh teduh dengan semesta.

Dalam ‘miskin dan sederhana’ didapatkanlah roh dan jiwa lepas merdeka. Agar tubuh tak terjebak atau terantai dalam kelekatan maha lengket akan yang fana. Agar pula raga jasmaniah ini tak sekian gelisah penuh cemas. Hati tidak boleh berontak bahwa selalu ‘kurang dan tetap saja sedikit dari apa yang  dimiliki.

Jika mesti serius pada kisah-kisah Injil, maka lebih banyak kali Yesus bicara serius tentang kegelisahan akan barang duniawi yang pudarkan dan bahkan senyapkan spirit kemuridan. Tidak kah orang muda yang kaya itu mesti berlalu dari Yesus karena banyaknya hartanya (Mat 19:16-26)?

Murid-murid Yesus, di zamanNya dan Gereja di masa ini, tetap di jalur bersama Dia, yang tak punya tempat sebagai alas kepala. Dia yang tak  semujur nasib serigala yang masih punya liang atau burung yang miliki sarang. Setiap murid Yesus memang mesti lepas bebas dari hati penuh kelekatan yang menggelisahkan.

Dalam diri St. Fransiskus dari Assisi ‘proklamasi ketanpaan’ jadi tak terhindarkan. “Segala sesuatu mesti dilepaskan untuk mengikuti Yesus” (Luk 14:25 – 33). Sebab, hati lepas bebas mesti diraih sebagai kemutlakan demi kiat  persahabatan nan tulus dengan sesama dan alam dunia.

Tetapi….

Tidakkah dunia tetap gelisah akan pundi-pundi egosentrik yang terasa selalu saja tak gemuk dan tak gendut? Demi gunung harta dan bukit berkelimpahan, kaum tamak dan serakah tetap saja kesulitan untuk sanggup ‘menatap saudara-saudaranya sendiri di lintasan seberang.

Bagaimana pun…

Ini tak berarti bahwa harta duniawi itu tak bernilai. Tidaklah demikian. Harta duniawi mesti dinafasi dalam citra solider. Semuanya mesti jadi saluran bagi manusia untuk semakin  manusiawi.

Di titik inilah Paus Fransiskus tak pernah jenuh bersuara demi ‘keadilan, solidaritas, perdamaian, demi hidup bersama dalam  persahabatan, kerukunan.’
Demi semesta raya nan asri, Paus Fransiskus bicara lantang tentang perang melawan segala ikhtiar yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup.

Jauh-jauh sebelum ketibaannya di Indonesia, alarm ‘kesederhanaan’ telah dihembus. Bukan hal baru jika Paus Fransiskus memohon, bahkan menuntut, untuk tidak diperlakukan istimewa selama hari-hari pastoralnya di Indonesia. Paus ingin seperti apa adanya.

Tak pakai pesawat jet pribadi dari Fiumicino Areoporto di Roma hingga Soekarno – Hatta di Cengkareng, serasa biasa-biasa saja bagi Sri Paus. Juga tak ia ingin berkendaraan ‘mewah’ menuju pusat Kota Jakarta, bukanlah satu kehebohan. Cukup dengan ‘Kijang Toyota  Innova Zenix’ bagai seorang penumpang taksi bandara menuju Kedubes Vatikan, sudahlah pas di titik cukup.

Namun, ternyata ‘yang biasa, yang pas, yang cukup dan apa adanya’ itu sudah menggetarkan  hati Indonesia Raya. Ketika kita lagi didekap dan mendekap erat segala geliat varian kemewahan. Saat kita sepertinya tak bersolider, merasa senasib dan sepenanggungan dengan jutaan saudara-saudari sebangsa dan setanah air yang tetap dalam serba ketidakpastian nasib! Paus Fransiskus tetap menolak mewah. Iya, Sri Paus menolak  untuk ‘dijarakkan sekian jauh dari segala kenyataan.’

Bagaimana pun, akhirnya, saya mesti teruskan satu catatan sungguh serius. Tanggapan seorang Umat Allah sepenuh hati  nan tulus. Apa adanya. Tulisnya buat saya, pada Selasa, 4 Sept 2024, pkl 14:25.

“Luar biasa nonton di TV. Paus sederhana, diapresiasi tokoh muslim di Indonesia. Jangan hanya pejabat, awam, tetapi para imam Indonesia: Stop gaya hidup hedon!”

Terima kasih untuk cinta dan perhatianmu dalam kata padat makna ini.

Verbo Dei Amorem Spiranti

  • Penulis, rohaniwan Katolik, tinggal di Roma

Pos terkait