Mengenal Sosok Trio Patung Tirosa

tirosa1

Patuncg  Tirosa merupakan salah satu ikon kebanggaan masyarakat Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).  Tirosa adalah akronim  dari Timor, Rote, Sabu. Ini tiga etnis besar yang mendiami Kota Kupang.

Patung ini berdiri megah di tengah bundaran yang merupakan persilangan  Jalan Frans Seda, Jalan Frans Lebu Raya, Jalan Piet  A Tallo dan  Jalan Pulau Indah. Orang Kupang juga menyebutnya Bundaran PU. Disebut demikian karena di titik di  mana terletak Hypermart sekarang sebelumnya adalah salah satu unit kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kupang.

Bacaan Lainnya

Dengan air mancur yang menari-menari mengikuti irama lagu dan musik, kawasan Patung Tirosa menjelma menjadi salah satu spot yang paling banyak dikunjungi warga Kota Kupang pada malam hari, terutama malam Minggu.

Patung ini dibangun  tahun 1984 ketika Kota Kupang sebagai daerah otonom belum ada.  Ketika itu Kota Kupang masuk dalam dan menjadi Ibu Kota Kabupaten Kupang dengan Yopi Korinus Moningka menjabat sebagai Bupati Kupang.

Menurut keterangan yang diperoleh, ide membangun patung ini datang dari Thimotius Natun, tokoh Timor yang juga pejabat penting di Dinas PU.

Thius Natun mendapat inspirasi dari Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Ali Sadikin, saat berkunjung ke Jakarta.  Ali Sadikin menantang Thius Natun untuk bisa membuat satu bundaran yang mirip dengan Bundaran Hotel Indonesia yang ada di Jakarta.

Kembali ke Kupang, Thius mencari jalan menjawab tantangan Ali Sadikin. Thius Natun melibatkan salah satu pematung terkenal NTT,  Chris Ngefak untuk membuat patung yang mewakili tiga suku besar di Kota Kupang yakni Timor, Rote dan Sabu.

Chris  Ngefak menyanggupi dan siap membuat patung tersebut. Awalnya, Thius meminta Chris  Ngefak  membuat patung dengan tiga tokoh terkenal NTT, yakni Elias Tari (El Tari), H.R Koroh dan Herman Johannes yang mewakili tiga suku dari sejumlah suku yang ada di NTT.

El Tari dipilih sebagai tokoh yang mewakili suku Sabu yang merupakan Gubernur kedua NTT.  Kemudian Herman Johannes mewakili suku Rote. Herman Johannes merupakan ilmuwan fisika dan kimia yang pada masa pemerintahan Soekarno diminta untuk membangun laboratorium persenjataan bagi TNI pada tahun 1946. Sedangkan sosok yang mewakili suku Timor, menjadi perdebatan antara Thius dan Chris Ngefak.

Thius meminta Ngefak untuk membuat patung H.R  Koroh yang merupakan sosok pahlawan NTT dari Timor. Namun permintaan itu ditolak sang seniman yang bersikeras ingin suku Timor diwakili oleh Thimotius Natun sebagai penggagas bundaran tersebut.

Pada akhirnya, saat peresmian oleh Bupati Kupang saat itu, Yopi Korinus Moningka, meski patung yang berdiri adalah sosok Thimotius Natun, El Tari dan Herman Johannes, namun tetap diperkenalkan sebagai sosok H.R  Koroh atas keinginan Thius Natun.  Dengan demikian tiga sosok Patung Tirosa itu yakni  El Tari, H.R Koroh dan Herman Johannes.

Sosok Patung Tirosa

H. R Koroh

Hendrik Arnol Rasyam Koroh (H. A. R. Koroh) merupakan salah satu Usif (Raja) dalam dinasti Koroh yang berkuasa di Pah Amarasi. Dia merupakan salah satu usif yang memiliki pengaruh amat besar pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal ini terlihat dengan pertemanan/persahabatannya dengan Isaac Huru Doko ketika mereka mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Timor (PDIT).

Hendrik A. R. Koroh lahir di Baun, 9 April 1904. Menempuh pendidikan di tiga jenjang sekolah berbeda lokasi yakni ELS di Kupang (1920), MULO di Batavia (1924) dan AMS di Yogyakarta, namun tidak tamat karena alasan politis yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Residen Timor di Kupang memanggilnya pulang untuk dinobatkan sebagai raja menggantikan ayahnya, Alexander Rasyam Koroh yang dipecat.

Hendrik A. R. Koroh yang dipanggil pulang justru tak dapat “diatur” oleh Residen Timor. Koroh menghadiri Konferensi Malino dengan menyuarakan integrasi ke dalam NKRI. Sekembalinya dari Konferensi Malino, para usif (raja) di Timor bertemu dalam suatu perundingan raja-raja Timor yang menghasilkan kesepakatan yakni mendukung perjuangan H. A. R. Koroh melalui meja perundingan bersama-sama para penjuang nasionalis lainnya.

Pada 21 Oktober 1946, Federasi Raja-raja Timor terbentuk dimana H. A. R. Koroh (Usif Amarasi) sebagai Ketua, dan A. Nisnoni (Usif Kopan/Kupang) menjadi Wakil Ketua. Perjuangan integrasi Federasi raja-raja Timor dan sekitarnya ke dalam NKRI terus diperjuangkan sampai Belanda mengakui NKRI sebagai negara berdaulat.

Hendrik A. R. Koroh meninggal pada 30 Maret 1951. Ia dihormati dan disegani masyarakat (too ~ aaz) Pah Amarasi pada zamannya.

Prof. Dr. Ir. Herman Johannes

Profesor Dr. Ir. Herman Johannes merupakan salah satu tokoh nasional yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional bidang nuklir. Lahir 28 Mei 1912 dan meninggal dunia 17 Oktober 1992.

Data dan informasi (sumber) menunjukkan betapa ia bukan saja seorang guru/dosen, yang pada puncaknya menjadi Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM 1961-1966), tetapi juga seorang politikus, ilmuwan, hingga menjadi seorang pembantu Presiden Soekarno sebagai  Menteri Pekerjaan Umum (1951-1956). Pada zaman Presiden Soeharto berkuasa, Herman Johannes menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (1968-1978).

El Tari

Mayjend TNI Elias Tari lahir pada 18 April 1926.  Ia lebih dikenal dengan sebutan El Tari. Namanya diabadikan pada nama jalan dan nama Bandar Internasional di Kupang.

Memasuki dunia militer dengan mengikuti pendidikan secara berjenjang mulai dari Kursus Teritorial hingga Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (1951, 1956, 1957, 1969).

Semua ini mengantar pangkatnya hingga mencapai Brigadir Jenderal ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (1965-11 Juli 1966) dan menjadi Gubernur Nusa Tenggara Timur (1968 – 1978).

Sebagai Gubernur, El Tari dikenang karena tekadnya yang cukup nekad pada tahun 1068 dengan mencanangkan swasembada pangan 1972. Untuk mendukung tekadnya swassembada pangan,  El Tari endorong budaya  menanam untuk menghijaukan bumi NTT “Tanam, tanam, sekali lagi tanam’ adalah moto yang terus disuarakannya.

Gubernur yang sangat dicintai rakyatnya ini meninggal dunia 29 April 1978 ketika  masih memerintah.  (tnkleden)

Pos terkait