Mengapa Melki  Laka Lena?

tony kleden2

Oleh Tony Kleden

Sebelum  bergabung di Golkar dengan menerima KTA  dari tangan Herman Hayong, salah satu Wakil Sekjen Golkar, 2 Maret 2020, saya  tidak mengenal Emanuel Melkiades Laka Lena secara personal.

Bacaan Lainnya

Tetapi sebagai wartawan, namanya tidak asing bagi saya. Nama Melki Laka Lena mulai familar di telinga para wartawan ketika dia maju sebagai calon Wakil Gubernur NTT  berpasangan dengan  Drs. Ibrahim Agustinus Medah pada kontestasi Pilgub NTT 2013.

Ketika mulai berproses tahun 2012 umurnya baru 35 tahun. Umur yang masih sangat belia ini yang menarik feeling news wartawan. Gerangan siapa anak muda ini hingga  bisa tampil menjadi calon Wagub NTT?  Siapakah sosok ini hingga partai sekaliber Golkar  mengusungnya menjadi calon Wagub NTT?

Duet Medah-Melki memang kurang suara  hingga tidak jadi pemimpin NTT ketika itu.  Tetapi kurang suara di ajang  itu justru menjadi investasi sangat mahal  bagi nama Melki Laka Lena untuk berkibar di kancah politik NTT.

Kesempatan saya bersua muka dengannya baru terjadi Sabtu, 15 Juli 2017 di Waingapu. Hari itu saya dan Ibu Sylvia A. Anggraeni, istri (alm) Umbu Mehang Kunda, tampil bareng membedah buku Frans Wora Hebi, seorang guru,  wartawan dan pengamat budaya asal Sumba.  Buku berjudul Jejak Langkah Frans W. Hebi, Wartawan Pertama Sumba  itu terbit  berkat provokasi saya sebelum meninggalkan Sumba Barat Daya 2011 sebagai wartawan  Harian Umum Pos Kupang  setelah enam bulan bertugas di sana.

Pada acara bedah buku itu Melki Laka Lena datang dengan Umbu Lili Pekuwali, Wakil Bupati Sumba Timur ketika itu. Keduanya orang Golkar.

Usai acara bedah buku itu, saya mendekati  Melki. Kami bincang-bincang sekenanya.  “Kaka, ayo masuk Golkar. Sama-sama di Golkar,” ajaknya.

Kepadanya saya mengatakan,  di dompet saya ada KTA dari salah satu partai besar.  “Oh,  bagus tuh  kaka…  Terjun di politik sudah,” katanya meyakinkan.

Dari interaksi singkat itu saya menangkap aura positif dari anak muda ini. Sosok ini orang baik. Rendah hati.  Kapasitasnya mumpuni. Kompetensi mantap. Attitude-nya oke.  Karakternya kuat.  Dan, punya vocation urus orang banyak.

Kiprahnya sebagai anggota DPR RI, bahkan duduk sebagai Wakil Ketua Komisi IX DPR RI  saat ini, membuktikan vocation itu.  Dalam catatan saya,  Melki adalah anggota  DPR RI dari NTT yang paling sering, paling intens, paling banyak, paling lama berada  di tengah dan membaur dengan  masyarakat melalui kunjungan-kunjungannya.   Hampir tiap akhir pekan Melki ada di daratan Timor, Sumba, Rote dan Sabu.

Semangat mudanya,  empati dan simpatinya yang luar biasa dengan masyarakat di desa dan dusun merupakan cara Melki mengejawantahkan praksis berpartai. Di tangannya, Golkar NTT  tampil sangat  beda.  Dengan memegang jabatan sebagai Ketua  Golkar NTT, Melki  sejatinya ingin menegaskan bahwa bagi Golkar politik  sejatinya bukan hanya soal kontestasi dan kekuasaan. Bagi Golkar, politik mesti mewujud dalam  keseharian hidup dan hidup  sehari-hari.

Caranya memimpin Golkar NTT dan  gayanya menggerakkan mesin partai beringin ini seperti juga menegaskan apa yang dikatakan Adrian Leftwich dalam bukunya What Is Politic? The Activity and its Study (2004), bahwa politik adalah induk dari semua aktivitas kolektif, baik publik maupun privat, formal atau informal yang terjadi di semua lapisan, kelompok dan lembaga masyarakat.

Itulah mengapa Melki punya harapan sangat kuat agar Golkar  tidak sekadar hadir di tengah masyarakat, tetapi juga dan terutama selalu  ada di setiap denyut kehidupan  masyarakat.

Melki mewujudkan harapan itu dengan menggerakkan Golkar  terlibat dalam banyak urusan dan denyut nadi kehidupan masyarakat. Ketika bangsa ini dilanda virus laknat corona (Covid-19), Golkar hadir dan ada dengan puluhan ribu dosis vaksin di NTT.  Ketika badai seroja menghantam  sebagian wilayah NTT, Golkar tiba paling awal membantu masyarakat.  Ketika gunung meletus, Golkar juga segera menyatu dengan masyarakat melalui aneka bantuan darurat.

Kiprahnya di  tengah masyarakat,  perjuangannya membantu  masyarakat NTT di Komisi IX DPR RI berkorelasi positif dengan raihan suaranya  pada ajang pemilihan legislatif  2024.  Anak muda ini mendulang suara kedua terbanyak dari daerah pemilihan NTT II (Timor, Sumba, Rote, Sabu). Dan,  di dapil NTT II ini hanya Golkar yang merebut dua dari  tujuh kursi.  Di NTT hanya Golkar yang mendulang tiga kursi  dari 13 kursi yang ada.

Maju Pilgub NTT

Kiprahnya, kepeduliannya, keberpihakannya, kemampuannya,  performansnya  adalah garansi sekaligus modal sosial bagi Melki  untuk melaju di kontestasi Pemilihan Gubernur  (Pilgub) NTT 2024. Namanya   punya nilai jual tinggi.

Musda Golkar NTT tahun 2023 sudah  melahirkan  keputusan dan membulatkan  tekad mendorongnya maju pada kontestasi Pilgub NTT. Dia  bahkan ‘diperintahkan’ pimpinan pusat Golkar untuk maju Pilgub NTT.  Dengan kapasitas yang ada, dengan  relasi yang kuat di pusat kekuasaan  setelah Pemilihan Presiden 2024,  Golkar pasti punya agenda besar ketika mendorong Melki  ke kursi Gubernur NTT 2024-2029.

Meski sudah diputuskan dan didorong maju, Melki bukan tipe politisi yang haus kekuasaan. Dia menjadikan politik itu sebagai  medan bakti. Itu  sebabnya, dia menempuh jalan beradab, jalan benar mempertahankan kursi di periode keduanya di DPR RI. Dia tidak menggunakan cara kotor di jalan gelap  semata mempertahankan kursinya. Dia  tetap rendah hati, tidak pongah, juga tidak  memposisikan diri sebagai superman yang ‘omnipoten’ (mahakuasa).

Bagi Melki, jabatan politik, entah itu sebagai anggota DPR, bupati/walikota atau gubernur, itu adalah vocation, panggilan. Panggilan untuk apa? Untuk melayani masyarakat.  Banyak orang memangku jabatan penting, tetapi miskin panggilan. Banyak orang  duduk di kursi kekuasaan, tetapi hanya sibuk mengkalkulasi fee proyek-proyek.  Banyak orang memegang palu pemimpin,  tetapi lupa diri dan menggunakan palu itu mencederai rakyat  yang memilihnya.

Kembali ke judul, mengapa  Melki Laka Lena? Mengapa dia yang sebaiknya pimpin NTT? Alasan pertama sudah jelas di atas. Anak muda ini punya performans yang baik. Kiprah, kerja dan perjuangannya sebagai anggota DPR RI bagi masyarakat NTT  juga jelas terlihat.  Karakternya kuat, attitude-nya baik.

Alasan kedua,  dia pimpin partai besar bernama Golkar. Di NTT dia Ketua DPD I Golkar NTT. Saat ini dia menjabat Wakil  Ketua Komisi IX DPR RI rasa ketua.  Jika menggunakan kekuatan dan jalur Koalisi Indonesia Maju (KIM), maka Melki punya posisi  dan bargaining sangat kuat jika menjadi Gubernur NTT.  Posisi dan bargaining kuat ini sangat dibutuhkan  untuk mengeksekusi program-program pembangunan ke NTT.  Program-program dan proyek-proyek pemerintah pusat dapat dengan mudah masuk ke NTT jika  dan hanya jika gubernur  punya relasi kuat, jaringan luas dan  partainya ada di lingkaran kekuasaan.

Lama berada di Golkar,  lima tahun di DPR RI, Melki sangat paham kalau membangun daerah seperti NTT tidak bisa hanya mengandalkan dana APBN, apalagi APBD.

Masuk akal ketika di satu rapat Golkar NTT Melki mengatakan, “Kalau jadi Gubernur NTT hanya untuk menambah CV (curiculum vitae/riwayat hidup),  itu tidak. Saya ingin memastikan dulu apa yang bisa kita lakukan untuk NTT di luar dana APBN. Kita mesti melakukan sesuatu yang berguna untuk NTT. “

Hari-hari ini dan ke depan langit-langit  NTT dipenuhi dengan balon (bakal calon) yang ingin merebut kursi panas Gubernur NTT.  Semua baik adanya, indah warnanya.

Tetapi ketika Melki mengibarkan warna kuning dari Golkar  ada harapan yang menyembul.  Harapan akan perubahan dan kemajuan daerah ini.  Harapan yang realistis dan masuk akal.  Harapan dengan alasan ini : partainya kuat, jaringannya luas dan sosoknya rendah hati.

Itu alasan mengapa Melki Laka Lena.  (*)

  • Penulis, wartawan , tinggal di Kupang

Pos terkait