Melki Laka Lena, “Saya Kaget Angka Stunting di NTT Tinggi”

golkar ntt stunting
Emanuel Melkiades Laka Lena saat Kampanye Percepatan Penurunan Stunting di GMIT Jemaat Kanaan Naimata, Kota Kupang, Kamis (9/5/2024)

KUPANG KABARNTT.CO— Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, terkaget-kaget dengan kenaikan angka stunting di  Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mencapai 30-an persen.

Angka stunting di NTT yang tinggi  itu diungkap Presiden  Jokowi dalam Rakernas Kesehatan di Jakarta  beberapa waktu lalu. Ketika itu presiden mempresentasikan  berbagai hal tentang kesehatan, terlebih soal stunting.

Bacaan Lainnya

“Dan saya kaget, terkaget-kagetnya, angka stunting NTT kok tinggi? Saya cek di teman-teman daerah juga banyak yang protes kenapa angka stunting ini kok berbeda-beda. Waktu itu sudah turun, kok tiba-tiba naik lagi? Angka stunting ini menjadi suatu persoalan yang serius. NTT dari yang turun 20 persen sekarang naik menjadi 30-an persen, di 37 persen. Saya lihat angka ini sudah tidak betul lagi,” tegas Melki Laka Lena saat Kampanye Percepatan Penurunan Stunting di GMIT Jemaat Kanaan Naimata, Kota  Kupang, Kamis (9/5/2024).

Menyikapi angka stunting yang aneh ini,  Ketua DPD  I Golkar NTT ini mengatakan, Komisi IX DPR RI akan segera memanggil Kemenkes dan BKKBN untuk menjelaskan perbedaan angka stunting ini.

“Dalam masa sidang pada 14 Mei ini, salah satu agenda kami memanggil Kemenkes dan BKKBN untuk mempertanggungjawabkan angka-angka ini,” tegasnya.

Melki juga mengajak semua pihak bekerja sama untuk menurunkan stunting “Soal stunting membutuhkan kerja sama semua pihak. Ini bukan kerja dari BKKBN saja atau kader posyandu saja, tapi kerja kita semua,” ajaknya.

Sekretaris Perwakilan BKKBN NTT, Mikhael Yance Galmin, menjelaskan, stunting menjadi permasalahan bangsa Indonesia, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Untuk itu dalam kegiatan percepatan penurunan stunting, kata Yance, salah satu konsentrasi yang harus dilakukan adalah mencegah jangan sampai ada keluarga berisiko stunting. Sehingga intervensi dilakukan tidak hanya pada saat orang sudah berkeluarga tapi sebelum laki-laki dan perempuan menjalin hidup berumah tangga atau calon pengantin.

Yance menegaskan, perlu ada intervensi dan edukasi bagi keluarga berisiko stunting atau calon pengantin. “BBKBN ditugaskan untuk melakukan intervensi kepada calon pengantin yang di dalamnya tidak hanya edukasi tapi juga kesehatan.  Nanti akan dilihat HB-nya seperti apa, lingkar lengan atasnya seperti apa dan seterusnya,” kata Yance.

“Kalau itu masih di kondisi yang belum normal, itu butuh edukasi dan pendampingan supaya nanti ketika menikah saat melaksanakan kehamilan anak pertama betul-betul pada kondisi yang ideal untuk hamil dan melahirkan. Sehingga pencegahan stunting harus dimulai dari situ,” sambung Yance.

Stunting, menurut Yance, sebenarnya bukan suatu penyakit tapi suatu kondisi gagal tumbuh karena kurangnya pola pengasuhan yang baik. Dia menyebutkan, stunting disebabkan pola asuh, pola hidup, dan pola konsumsi. Biasanya itu sudah mendarah daging, bahkan sudah menjadi kebiasaan dan budaya.

“Sehingga walaupun banyaknya instansi, LSM, tokoh agama, tokoh masyarakat yang menyampaikan pola pengasuhan yang benar, namun tidak diterima dengan benar oleh keluarga yang ada anak stunting atau keluarga yang berkategori berIsiko stunting, maka itu sia-sia,” tegasnya.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Kupang,  drg. Fransisca J.H Ikasasi, menjelaskan, persolan stunting bukan tentang panjang atau tinggi badan, tapi tentang kualitas otak.

Untuk itu, Siska berharap agar memperhatikan masa 1.000 hari pertama kehidupan anak. Ia juga mengajak masyarakat Kota Kupang untuk menjadi agen perubahan dalam percepatan penurunan stunting, terutama menjadi Kader Inisiasi Masyarakat Perkotaan (IMP).

“Kota Kupang punya lima ribu sekian baduta yang terkonfirmasi stunting. Nah, tugas kita bersama mengentas ini stunting. Karena stunting tidak bisa sembuh. Nah, kita hanya menunggu proses ini sampai lewat dari baduta, kemudian kita lihat lagi sampai dia lulus posyandu. Label itu tetap akan ada, paling hanya bisa dijaga baduta ini jangan drop supaya jangan kurang gizi,” jelas drg. Siska.

Menurut Siska, penanganan stunting menjadi penting karena berkaitan dengan mempersiapkan generasi penerus bangsa. “Penanganan stunting menjadi penting karena kita memperbaiki generasi penerus bangsa. Tantangan bangsa ke depan semakin besar sehingga generasi penerus kita harus lebih baik. Level-level anak kita harus lebih bagus dari kita sekarang,” katanya.

Dia menambahkan, kondisi stunting di Kota Kupang tahun 2024 ini berada di angka 16,6 persen. Hal ini menunjukkan adanya penurunan tetapi target kita bukan di angka tersebut tetapi di angka 14%. Ini tanggung jawab kita semua bapa mama sebagai orang tua untuk bersama-sama menanggulangi stunting,” ajak Siska. (igo/den)

Pos terkait