Nasib Tenaga Honorer, Bagai Buah Simalakama

Pey Hurint1

Oleh Romo Pey Hurint

Penghapusan tenaga honorer resmi dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara melalui Surat Edaran No. B/185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi  Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Menurut cerita beberapa suadara pegawai honorer di lingkup Pemda Flotim, per 1 Februari 2023 mereka resmi berhenti. Dengan itu akan muncul angka pengangguran yang melonjak tajam di kabupaten ini.

Menoleh Sejenak Ke Belakang

Ada sekitar 2.000-an tenaga honorer di Flores Timur. Di antara mereka ada yang sudah bekerja di atas sepuluh tahun. Tenaga honorer diangkat karena kebutuhan, tapi juga ada yang “terangkat” karena faktor-faktor X.  Yang menjadi masalah, justru banyak tenaga honorer masuk kerja karena ada “orang dalam” dan “buah dari janji politik” lima tahunan. Itu tak dapat dipungkiri.

Juga tak dapat dipungkiri adalah bahwa para tenaga honorer menjadi tenaga yang siap pakai, dengan keterampilan yang mereka miliki dalam bidang IT dan ilmu-ilmu terapan lainnya.

Banyak pekerjaan di instansi pemerintah jalan karena kerja keras para tenaga honorer. Mereka menerima upah perbulan sesuai UMP sekitar Rp 1.150,000. Dengan gaji yang sekian, mereka harus memenuhi kebutuhan keluarga, apalagi mereka yang sudah menikah, dan anak-anak sedang bersekolah, bahkan ada yang duduk di bangku kuliah. Belum lagi ada yang sudah buka pinjaman di para renternir, yang memberi pinjaman dengan bunga yang mencekik.

Makan Buah Simalakama

Putusan pemerintah untuk memberhentikan tenaga honorer punya imbas yang luas, menimbulkan kegaduhan dan kegoncangan serta kekalutan di antara tenaga honorer dan keluarganya.

Pemberhentian ini seperti makan buah simalakama, dimakan mati bapak, tidak dimakan mati ibu. Kehidupan ekonomi akan ambruk, pendidikan anak-anak bisa mandek, imbas juga pada kehidupan petani yang menjual hasil pertanian dan nelayan yang menjual hasil tangkapan di pasar. Sudah berkurang orang yang membeli barang dagangan. Asap dapur akan berhenti mengepul.

Selain itu, akan terjadi juga kesenjangan dalam instansi pemerintah, pegawai ASN harus bekerja ekstra keras mulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana sampai yang besar dan penting. Beberapa tugas teknis yang membutuhkan keahlian teknis di bidang tertentu, yang selama ini ditangani tenaga honorer akan kehilangan orang yang mengampunya. Bisa jadi, pelayanan di intstansi – instansi strategis akan macet.

Urun Rembug Solusi

Pastinya sulit membatalkan keputusan pemerintah terkait tenaga honorer ini. Tapi demi kepentingan orang banyak (tenaga honorer dan juga anggota keluarga mereka), dan juga untuk kelancaran pelayanan di instansi pemerintah ada satu dua usulan sebagai bagian urun rembug bersama.

Pertama, setelah semua tenaga honorer diberhentikan, pemerintah daerah membuat kajian tentang kebutuhan tenaga untuk kelancaran pekerjaan di setiap instansi pemerintah. Hasil kajian itu kemudian dibuat putusan untuk merekrut tenaga kerja baru dengan sistem “kontrak” (tidak dimaksud tenaga PPPK). Calon tenaga baru harus mengikuti seleksi yang ketat.

Kedua, kebutuhan akan tenaga itu diumumkan ke publik. Semua orang boleh mengikuti seleksi. Perlu ada lembaga independen yang ikut serta mengadakan seleksi ini, guna menghindari tenaga yang merupakan “titipan” orang dalam.

Ketiga, tenaga “kontrak” itu akan dievalusi kinerjanya. Dan setelah setahun atau bisa masa kerja tertentu, dibuat seleksi baru.

Keempat, solusi lain yang ada di depan mata dan mungkin ini yang paling bisa dibuat:  saudara-saudariku para tenaga honorer, harus berani “banting kemudi”, beralih ke bidang kerja yang lain. Dengan keterampilan yang ada, mulai dari titik nol, harus berani bergerak dan berubah untuk mencapai sesuatu yang lebih baik ke depannya. (*)

  • Penulis, rohaniwan Katolik di Larantuka

Pos terkait