Melki Laka Lena Ungkap Beberapa Isu Krusial Pembahasan RUU Kesehatan

golkar mll

LARANTUKA KABARNTT.CO—Undang-undang  Kesehatan lahir melalui proses dan pembahasan panjang Panitia Kerja (Panja) DPR RI yang diketuai Emanuel Melkiades Laka Lena, Wakil Ketua Komsi IX DPR RI.

Seperti diketahui, sebelum disahkan DPR RI, RUU Kesehatan mendapat banyak protes dari sejumlah elemen masyarakat.

Bacaan Lainnya

Kepada media ini, Rabu (2/8/2023), Ketua Panja RUU Kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena, mengungkapkan  sejumlah isu krusial yang dibahas dan menjadi semangat UU Kesehatan.

Isu-isu krisial itu, sebut Melki,  seperti  pendanaan kesehatan, aborsi, perlindungan tenaga medis dan tenaga kesehatan, dokter asing, digitalisasi kesehatan di rumah sakit, pengaturan terkait fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) tingkat lanjut, hak dan tanggung jawab rumah sakit dan sumber daya manusia.

Melki, yang juga Ketua Golkar NTT itu,  mengatakan beberapa isu krusial itu menjadi landasan dasar terbentuknya UU Kesehatan yang sudah disahkan.

Melki secara rinci menjelaskan 8 isu krusial yang menjadi pertimbangan di sahkannya UU Kesehatan itu.

Pertama, pendanaan kesehatan.  Pendanaan kesehatan bertujuan untuk mendanai pembangunan kesehatan secara berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil dan berdaya guna untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.

Pemerintah pusat melakukan pemantauan pendanaan kesehatan secara nasional dan regional untuk memastikan tercapainya tujuan pendanaan kesehatan melalui Sistem Informasi Pendanaan Kesehatan (SIPK) yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional.

Dalam penyusunan anggaran kesehatan pemerintah daerah, pemerintah pusat berwenang untuk menyinkronkan kebutuhan alokasi anggaran untuk upaya kesehatan, penanggulangan bencana, KLB, dan/atau wabah, penguatan sumber daya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, penguatan pengelolaan kesehatan, penelitian, pengembangan, dan inovasi bidang kesehatan dan program kesehatan strategis lainnya sesuai dengan prioritas pembangunan nasional di sektor kesehatan.

“Dengan demikian diharapkan kebijakan kesehatan antara pusat dan daerah dapat berjalan secara terarah dan terpadu demi derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya,”  kata Melki.

Kedua, aborsi.  Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam KUHP. Kriteria yang diperbolehkan dalam KUHP (Pasal 463), pemberian jaminan aborsi kepada korban kekerasan seksual, indikasi kedaruratan medis.

“Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab melindungi dan mencegah perempuan dari tindakan aborsi yang tidak aman serta bertentangan dengan KUHP. Peraturan teknis akan diatur di PP,” kata Melki.

Ketiga, perlindungan tenaga medis dan tenaga kesehatan, terutama yang bertugas di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) serta daerah bermasalah kesehatan (DBK) atau daerah tidak diminati dapat memperoleh tunjangan atau insentif khusus, jaminan keamanan, dukungan sarana prasarana dan alat kesehatan, kenaikan pangkat luar biasa, dan pelindungan dalam pelaksanaan tugas.

Keempat,  dokter spesialis dan subspesialis asing atau tenaga kesehatan dengan kompetensi tertentu, dapat berpraktik di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dengan ketentuan tertentu harus mendapat permintaan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang membutuhkan keahliannya, tujuan alih teknologi dan pengetahuan, masa praktek maksimal 2 tahun, dapat diperpanjang 1 kali dan hanya untuk 2 tahun berikutnya (pengecualian pemanfaatan di Kawasan Ekonomi Khusus).

Kelima, digitalisasi kesehatan di rumah sakit seperti sistem informasi, sistem rujukan pelayanan kesehatan perseorangan didukung dengan teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional. Teknologi informasi dan komunikasi tersebut memuat data dan informasi mutakhir mengenai kemampuan pelayanan setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang tergabung dalam sistem rujukan secara terintegrasi.

Selain memuat data dan informasi, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dilakukan terhadap proses transfer data dan informasi medis pasien yang diperlukan untuk proses rujukan. Rumah sakit wajib menerapkan Sistem Informasi Kesehatan  Rumah Sakit yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional. Rumah sakit juga wajib menginformasikan kepada pemilik data apabila terdapat kegagalan pelindungan data dan informasi kesehatan individu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelindungan data pribadi.

Keenam, pengaturan terkait fasyankes tingkat lanjut, masyarakat dapat berpartisipasi untuk pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, mengedepankan pelayanan kuratif, rehabilitatif, dan paliatif tanpa mengabaikan promotif dan preventif.

“Rumah sakit yang didirikan oleh masyarakat harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang pelayanan kesehatan. Dikecualikan bagi rumah sakit yang diselenggarakan oleh badan hukum yang bersifat nirlaba, juga harus diselenggarakan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut,” urai Melki.

Ketujuh,  rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam menyelamatkan nyawa manusia.

Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh sumber daya manusia kesehatan rumah sakit. Rumah sakit wajib memberikan akses yang luas bagi kebutuhan pelayanan, pendidikan, penelitian, dan pengembangan pelayanan di bidang kesehatan, wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien, wajib menyelenggarakan rekam medis, wajib mengirimkan laporan hasil pelayanan, pendidikan, penelitian, dan pengembangan kepada pemerintah pusat dengan tembusan kepada pemerintah daerah melalui Sistem Informasi Kesehatan dan membuat standar prosedur operasional dengan mengacu pada standar pelayanan kesehatan.

Kedelapan, sumber daya manusia terdiri dari tenaga medis, tenaga kesehatan, dan tenaga pendukung atau penunjang kesehatan. (np)

Pos terkait