KEFAMENANU KABARNTT.CO – Darius Banfatin, Warga Desa Noepesu, Kecamatan Miomaffo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) meraih omzet ratusan juta rupiah pertahun dari usaha penangkar bibit pertanian, perkebunan serta budidaya ikan air tawar.
Dengan memanfaatkan lahan pekarangan di depan rumah, Darius menyimpan bermacam anakan pertanian dan perkebunan sedangkan di pekarangan belakang rumah, ia membuat 21 kolam ikan air tawar.
Darius telah menekuni dua usaha tersebut sejak tahun 1984.
Menurut Darius, pembibitan tanaman yang disiapkan adalah anakan jeruk purut, kopi, mahoni. Sedangkan untuk perikanan ada 3 jenis ikan air tawar yang dibudidaya yakni ikan lele jumbo, ikan nila dan ikan karper.
Dari hasil membudidayakan 3 jenis ikan air tawar tersebut, Darius meraih omzet puluhan hingga ratusan juta rupiah dalam sekali siklus panen ikan.
Sementara untuk penangkaran di bidang pertanian dan perkebunan, kata Darius, itu kembali pada kebutuhan dari pemerintah dalam hal ini dinas terkait yakni dinas pertanian dan perkebunan.
Menurut Darius, pemasarannya tidak hanya dilakukan di kabupaten TTU. Ia mengaku, sekarang ikan yang dibudidayakannya juga sudah dijual ke 3 kabupaten lainnya yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS) dan Malaka.
“Untuk keuntungan budidaya ikan saya tidak bisa hitung perbulan karena sesuai pesanan pelanggan yakni per 3 bulan atau triwulan. pesanan setiap triwulan itu 1,5 ton ikan jika dikalikan dengan Rp 85.000/kg maka setiap 3 bulan penghasilan dari budidaya ikan mencapai puluhan hingga ratusan juta,” ujar Darius kepada kabarntt.co di kediamannya, Rabu (24/5/2023).
Terkait penghasilan dari penangkaran bibit pertanian dan perkebunan, kata Darius, benih yang disiapkan untuk tahunan.
“Untuk bibit pertanian dan perkebunan, kaitannya dengan mitra kerja. untuk kebutuhan di kehutanan ada 2 yaitu BPDAS dan HKM. Kalau untuk pertanian itu tergantung dinas terkait yakni dinas pertanian,” tuturnya.
Dikatakan Darius, penghasilan pembibitan tidak bisa dikalkulasikan dalam sebulan karena untuk penangkar benih itu jangka waktunya satu tahun.
“Kalau penghasilan pembibitan tanaman tergantung dari kebutuhan pemerintah daerah dan provinsi. Misalkan tahun lalu itu saya mencapai Rp 500 juta, namun itu kembali pada kebutuhan instansi terkait. Tapi untuk Kabupaten TTU, penangkar benih satu-satunya adalah saya sendiri,” urainya.
Lebih lanjut, Darius mengatakan saat ini pula ada Dana Desa (DD). Karena itu dirinya siap melayani wilayah yang membutuhkan.
“Sekarang kan ada dana desa. Jadi kebutuhan tidak hanya mengharapkan dinas pertanian, jadi setiap dana desa yang ada itu tergantung dari perencanaan hasil musdus dan musdes di wilayah masing-masing. pasti di setiap kecamatan itu pasti ada saja desa yang membutuhkan benih. dan saya siap melayani. Contohnya pada tahun anggaran 2022, ada 4 kecamatan dan itu penghasilan melampaui Rp 1 m lebih,” jelasnya.
Kepada pemerintah, Darius berharap dapat membuka lapangan pekerjaan dan juga berharap agar komoditi yang dibagikan kepada masyarakat harusnya komoditi unggulan.
“Yang pertama, kepada pemerintah daerah dan provinsi, kalau bisa membuka lapangan kerja karena kalau tidak ada lapangan kerja pasti masyarakat sesat. Kedua, ketika memberikan komoditi-komoditi tertentu kepada masyarakat, seharusnya yang diberikan komoditi unggulan sehingga bukan hanya penanaman simbolis saja. kalau bisa dari penanam, perawatan dan datang pada paska panen,” harap Darius.
Kepada seluruh masyarakat Kabupaten TTU yang ingin melakukan studi banding, dirinya mengajak untuk mampir ke Noepesu.
“Kepada seluruh masyarakat Kabupaten TTU dan khususnya semua kecamatan, desa kalau ingin melakukan studi banding terkait penangkaran benih pertanian dan perkebunan tidak perlu jauh-jauh, datang ke Noepesu karena disini ada pakar dan samplenya,” pungkasnya. (siu)