Hendra, demikian ia disapa. Nama lengkapnya Markus Polu Tukan. Lahir 12 Juli 1999. Anak kedua dari lima bersaudarah ini dengan penuh sukacita membagikan kisahnya selama menjadi Pantarlih (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) di TPS 3 Desa Lamika, Kecamatan Demopagong, Kabupaten Flores Timur.
Awal perekrutan menjadi Pantarlih, Hendra bersama keluarganya mendapat beberapa bahasa penolakan dari warga karena ia terpilih menjadi Pantarlih. Keterbatasan fisik, yakni tangan kanannya yang cacat seolah menegaskan pandangan bahwa ia tidak mampu bekerja.
Padangan ini tidak digubris oleh Hendra dan keluarganya. Ibu Hendra, Lusia Barek Open, tidak terpangaruh dengan pandangan ini dan setia mendorong Hendra untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab.
Rasa syukur atas kepercayaan yang diberikan Hendra memastikan bahwa semua arahan yang diberikan, aturan – aturan dalam pencoklitan dia taati dengan benar dan bertanggung jawab.
Di sisi lain Hendra juga merasa sedih karena selama menjalankan tugasnya sebagai Pantarlih ia tidak bisa membantu ibunya dalam beberapa pekerjaan karena ia harus fokus atas tugasnya sebagai Pantarlih.
Ada perasaan khawatir, takut dalam menjalankan tugasnya. Itu karena ia harus memastikan data-data dokumen pemilih yang terdokumentasi dalam HP-nya tidak dicuri orang.
Kebiasaan teman-temannya yang sering menggunakan HP Hendra untuk menonton video menjadi tantangan bagi dia.
Untuk itu maka pada saat pencoklitan Hendra sungguh-sungguh menjaga HP-nya agar tidak bisa diakses pihak lain yakni teman-temannya.
Pasca pencoklitan Hendra di hadapan PPS menghapus semua dokumen kependudukan warga yang tersimpan dalam HP-nya.
Ketekunan , ketelitian Hendra dalam bekerja diakui oleh anggota PPS Lamika, Frederik Motong Tukan. Hendra, kata Motong, sangat teliti dalam memastikan elemen data pemilih ditulis dengan benar. Contoh prakatisnya setelah pencoklitan, ia akan memastikan ulang kebenaran elemen dengan foto dokumen kependudukan.
Sebagai Pantarlih, Hendra mengakui ada godaan. Pernah sekali waktu teman-teman Hendra meminta Hendra agar pencoklitan mereka yang melakukan. Namun Hendra mengatakan dengan tegas bahwa ini tugasnya.
“Ini tugas saya, dan saya wajib menjaga kerahasiaan data para pemilih. Ini rahasia. Hanya kami yang tahu,“ tegasnya
Kisah pahit lainnya adalah pengalaman ditolak warga yang akan didata. Alasan konflik anggota keluarga sehingga Pantalih diminta untuk tidak mendapat satu anggota keluarga yang dianggap bukan lagi anggota keluarga.
Kisah penolakan ini tidak menyurutkan semangatnya Semangat sebagai pencetak batu bata dari tanah liat sepertinya membantu membentuk mentalnya untuk tidak mudah putus asa.
Sebagai seorang pencetak batu bata membantu ibunya yang telah ditinggal ayahnya tahun 2022, Hendra terpacu untuk mengatasi tantangan ini. Bersama PPS Desa Lamika mereka bertemu dengan kepala keluarga bersangkutan, menjelaskan dengan baik dan pada akhirnya diterima.
Berkat sebagai Pantarlih, honor yang diterima Hendra gunakan sebagai modal usaha yakni sewa pakai lampu. Saat ini ia telah memiliki 5 bola lampu ukuran besar yang bisa disewakan untuk acara-acara pesta.
Selain itu ia gunakan untuk menambah modal usahanya menekuni kerajinan tangan berupa mobil-mobilan aneka bentuk.
Menyonsong pemilu serentak 2024, Hendra siap menjadi petugas KPPS. Bagi Hendra, keterbatasan fisiknya tidak akan mampu menghalangi ia berkarya membantu menyukseskan pemilu 2024.
Melangkah melampaui keterbatasan fisik adalah semangat seorang pejuang sejati . Dari Pantarlih ia menyampaikan pesan bahwa Pemilu harus bersinar terang agar tidak ada ruang ruang kegelapan.
Dari kisahnya merajut kerajian aneka jenis mobil-mobilan ia menyampaikan pesan bahwa arah yang dituju harus diraih dengan penuh kesungguhan dan penuh tanggung jawab. (uran faby/divisi perencanaan data dan informasi)