KUPANG KABARNTT.CO— Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang menjadi tuan rumah penyelenggaraan SVD Asia Pacific Zone (ASPAC) Missiological Education and Research (MER) Symposium ke-6 enam.
ASPAC merupakan suatu jejaring para ahli misiologi, peneliti sosial dan pendidikan SVD Zona Asia Pasific, yang diadakan setiap empat tahun di berbagai negara Asia yang tergabung dalam organisasi tersebut.
Kepada media, Rabu (22/6/2022), Rektor Unwira Kupang, P. Dr. Philipus Tulem SVD mengatakan, ASPAC MER ini menghadirkan Dr. Jose K Jacob, SVD yang merupakan Koordinator ASPAC MER yang juga Director Sanskriti-NEI Of Cultural Research, Guwahati India, ada juga Dr. Stanis T. Lazar, SVD yang merupakan Sekretaris Jenderal Misi SVD di Roma Italia, dan Prof. Dr. Sebasian Michael, SVD yang merupakan Director Institute Indian Culture, yang hadir sebagai pembicara utama bersama P. Dr. Philipus Tule, SVD
Simposium kali ini, kata Pater Philipus, mengambil tema ‘Christian Mission In The Postmodern And Post-Truth Society’. Tema ini diambil karena beberapa hal yang sangat krusial dan relevan untuk dibicarakan.
“Karena misi Kristen itu adalah tugas dan panggilan semua anggota Gereja khususnya kami SVD dan juga Gereja lokal untuk melakukan misi,” kata Pater Philipus.
Pater Philipus mengatakan, dulu orang selalu berpikir bahwa misionaris kebanyakan dikirim dari Eropa ke negara ketiga. Namun pada era Postmodern sekarang ini ada sebuah fenomena baru yakni misionaris dari Asia yang dikirim ke Eropa.
Hal ini membawa suatu perubahan cara berpikir atau pola dalam melaksanakan misi dengan membawa kekhasan yang dimiliki negara Asia.
“Menariknya adalah misionaris-misionaris yang dikirim dari Asia ini datang dari Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia dan India dengan mayoritas agama Hindu terbesar di dunia. Ini menjadi suatu fenomena yang harus di kaji,” ungkap ahli agama Islam ini.
Lebih lanjut Pater Philipus mengatakan, topik yang diangkat juga relevan dengan fenomena radikalisme yang dalam kebudayaan dikenal dengan etnosentrisme atau memuja kebudayaan sendiri. Begitu juga dengan radikalisme agama yang menganggap kebenaran agamanya saja yang paling absolut dan menganggap agama lain tidak benar.
Pandangan ini, kata Pater Philipus, bertentangan dengan pola pikir misionaris pada zaman Postmodern dan Post Truth yang harus terbuka untuk menerima kebenaran dari berbagai macam sumber kebenaran termasuk juga dalam ajaran agama.
“Ajaran atau pandangan dalam Konsili Vatikan kedua dimana Gereja maupun kami (SVD) dan Gereja lokal pada zaman ini telah meninggalkan moto lama dan kita mulai hidup dan membentuk suatu sikap baru dalam menjalankan misi di masa Postmodern dan Post Truth,” jelas Pater Philipus.
Sementara itu Pater Stanis T. Lazar, SVD yang merupakan Sekretaris Jenderal Misi SVD di Roma mengatakan, ASPAC MER diselenggarakan dengan tujuan misi di bidang pendidikan yang berkaitan dengan para pengajar yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat saat ini.
“Dalam era modern ini hal-hal yang kerap kali muncul adalah segala sesuatu harus dijelaskan secara ilmiah atau menggunakan rasionalitas. Ini adalah sebuah tantangan yang sedang dicoba untuk dijawab. Kemudian hal-hal ini mengarah kepada sebuah rasionalitas yang cukup radikal,” jelas dia.
“Setelah kolonialisme runtuh kita dihadapkan dengan era Postmodern, makanya kami mencoba untuk memahami lebih lanjut tentang apa itu misi dalam pendidikan dan juga penelitian di dunia jaman sekarang ini,” lanjut dia.
Selain itu tujuan lainnya dari simposium ini adalah memperkenalkan dan menyatukan para peneliti senior dan peneliti pemula agar tidak fokus pada satu disiplin saja tetapi multidisiplin dari berbagai macam sektor.
“Indonesia menjadi fokus kami karena negara ini paling banyak mengirim misionaris ke luar negeri dengan tujuan untuk memahami hubungan antar kebudayaan inilah yang menjadi fokus,” tegas Pater Stanis.
Sementara Koordinator ASPAC MER, Pater Dr. Jose K Jacob, SVD, menyampaikan Unwira merupakan salah satu Universitas Katolik yang saat ini berkembang cukup pesat.
Untuk itu pihaknya ingin agar para generasi muda, terutama mahasiswa Unwira dapat memahami isu-isu sosial dan antropologi. Sebab, menurutnya, generasi muda saat ini tidak terlalu memahami tentang nilai dalam kebenaran dan nilai mana yang harus diikuti.
“Untuk itu yang ingin kami tonjolkan di sini adalah nilai Kekristenan dalam menghadapi era Postmodern dan Post Truth. Generasi muda saat ini relasi hubungan antara keluarga sudah sedikit renggang karena tidak ada lagi pemahaman tentang kebenaran. Hal-hal inilah yang ingin kami diskusikan dalam konferensi ini dengan harapan memberikan pemahaman misi Kristen kepada generasi muda,” jelas Pater . Jose.
Simposium ini akan dilakukan secara online dan offline, yang diikuti oleh 24 peserta internasional secara online dan 26 peserta yang terdiri dari dosen serta mahasiswa Unwira dan para undangan secara offline. Kegiatan akan berlangsung selama empat hari terhitung dari 22-25 Juni 2022. (np)