RUTENG KABARNTT.CO-–Gereja Keuskupan Ruteng tidak tinggal diam terhadap kenaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat.
Sebagai elemen penting dalam hidup dan kehidupan umat, Gereja Keuskupan Ruteng menyatakan sikap dan pandangan kritisnya dalam surat resmi yang ditandatangani Vikjen Keuskupan Ruteng, Romo Alfons Segar, tertanggal 29 Juli 2022.
Berikut ini salinan utuh suara Gereja Keuskupan Ruteng itu.
Terkait polemik kenaikan tarif masuk di Taman Nasional Komodo, Gereja Keuskupan Ruteng hendak menyampaikan beberapa hal berikut:
- Rencana kenaikan tersebut dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia bersama dengan Pemerintah Provinsi NTT dengan pertimbangan konservasi habitat komodo, yang pada gilirannya mendukung pariwisata yang berkelanjutan. Namun, protes dari para pelaku pariwisata dan masyarakat yang terdampak memperlihatkan pefntingnya mengintegrasikan kondisi perekonomian masyarakat yang baru menggeliat akibat pandemi Covid-19 dalam kebijakan pariwisata.
- Gereja Keuskupan Ruteng tidak henti-hentinya memperjuangkan pariwisata holistik yang mencakupi semua dimensi kehidupan manusia dan kesejahteraan umum. Secara khusus, kami mengusung tema pariwisata holistik dalam program pastoral Keuskupan Ruteng tahun 2022 ini dengan motto: BERPARTISIPASI, BERBUDAYA DAN BERKELANJUTAN. Berpartisipasi berarti pariwisata yang melibatkan dan mensejahterakan masyarakat lokal. Berbudaya berarti pariwisata yang berakar dan bertumbuh dalam keunikan dan kekayaan kultur dan spiritualitas setempat. Berkelanjutan berarti pariwisata yang merawat dan melestarikan alam ciptaan.
- Melalui paroki, lembaga gerejawi, biara-biara maupun awam Katolik, khususnya para pelaku wisata, Gereja Keuskupan Ruteng telah dan akan terus menerus terlibat untuk mengembangkan parisiata holistik dari Wae Mokel sampai Selat Sape, Manggarai Raya. Selain mengelola situs dan program pariwisata rohani, Gereja Katolik berpartisipasi dalam menggerakkan ekonomi kreatif pariwisata umat, menggalakkan pariwisata budaya serta mendorong pariwisata alam. Lebih dari itu Gereja terlibat dalam menguatkan aspek spiritual dan etis umat sehingga dapat mengupayakan pariwisata yang beradab dan bermartabat serta menangkal dampak negatif yang timbul dari pariwisata.
- Kami menilai bahwa momentum kenaikan tiket tersebut kuranglah tepat karena dunia pariwisata di Labuan Bajo dan Flores pada umumnya sedang bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covi1-9. Selain itu, kenaikannya yang sangat drastis mengganggu animo wisatawan dan menghambat kebangkitan dunia pariwisata yang menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat. Kebijakan publik demikian, mesti melibatkan pelbagai pihak yang berkepentingan dalam sebuah dialog dan uji publik yang intensif. Selain kajian akademik, dituntut pula kajian sosial yang mempertimbangkan dampak ekonomis, poliltis, kultural dan ekologis dari kebijakan tersebut. Selain itu dibutuhkan proses sosialisasi yang tepat dan terus menerus.
- Kami mengimbau kepada semua pihak untuk membangun dialog dalam menangani isu-isu sosial bersama. Hal ini sangatlah selaras dengan budaya Manggarai, yakni lonto leok dalam rangka memperkuat kebersamaan dan kesatuan kita (nai ca anggit, tuka ca leleng). Cara atau metode yang digunakan untuk menyampaikan pendapat secara demokratis kiranya tidak berdampak merugikan pariwisata.
- Kesejahteraan umum, penghargaan martabat manusia dan keutuhan ciptaan (ekologi) tetaplah menjadi kriteria utama dalam perjuangan moral dan sosial yang benar dan tepat.
Marilah kita terus menerus merajut tali persaudaraan dalam dinamika pariwisata super premium dalam rangka mewujudkan peradaban kasih di tanah Nuca Lale Manggarai Raya.
Ruteng, 27 Juli 2022
Vikjen Keuskupan Ruteng
Romo Alfons Segar