Sekolah Lansia Bahas Isu Stunting Pada Balita

ruteng sekolah lansia
Albertus Gregorius Andung, memaparkan materi

RUTENG KABARNTT.CO—Sekolah Lansia Ruteng membahas isu stunting.  Isu stunting ini menjadi penting karena 32 orang lansia (lanjut usia) yang tergabung  pada sekolah lansia angkatan pertama adalah sepuh. Tugas sepuh dalam hidup ini menasihati, mengajarkan anak cucu untuk dipedomani dalam hidup.

Sekolah Lansia ini diselenggarakan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P2KB) Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT.

Bacaan Lainnya

“Bapak ibu adalah sepuh, yaitu memberi nasihat, mengajarkan anak cucu.  Demikian materi hari ini, kita diskusikan tentang stunting,” kata Albertus Gregorius Andung, Pelaksana Sekolah Lansia, Selasa (11/10/2022).

Sebagai pemateri tunggal, Alber melanjutkan anak balita dengan stunting selain mengalami gangguan pertumbuhan, umumnya memiliki kecerdasan yang lebih rendah dari balita normal. Selain itu, balita stunting lebih mudah menderita sakit.

Kepada para peserta, Andung menguraikan masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPH)  adalah periode emas untuk pertumbuhan dan perkembangan si kecil. Nutrisi yang baik dan seimbang berdampak pada pertumbuhan fisik serta  perkembangan otak.

“Pemberian nutrisi yang kurang atau buruk di seribu hari pertama kehidupannya dapat berdampak pada konsekuensi yang ireversibel, yaitu kondisi di mana ia mengalami pertumbuhan terhambat atau stunting,” kata Alber.

Lebih lanjut Alber menguraikan, stunting adalah masalah gizi yang cukup signifikan terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan si kecil. Stunting mempengaruhi sekitar 162 juta balita di seluruh dunia, dan 8 juta balita di Indonesia. Terdapat satu dari empat orang anak balita mengalami stunting.

“Keadaan stunting atau balita bertubuh pendek merupakan indikator masalah gizi dari keadaan yang berlangsung lama. Seperti masalah kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, pola asuh, dan pemberian asupan makanan yang kurang baik dari sejak si kecil lahir. Akibatnya, si kecil tidak tumbuh sesuai dengan indikator tinggi badan yang ideal sesuai usianya,” jelas Alber.

Ketika balita mengalami stunting, kata Alber, artinya selain mengalami gangguan pertumbuhan, umumnya memiliki kecerdasan yang lebih rendah dari anak balita normal.

Selain itu, anak balita stunting lebih mudah menderita penyakit tidak menular ketika dewasa dan memiliki produktivitas kerja yang lebih rendah. Dengan menanggulangi stunting pada si kecil sejak dini itu turut meningkatkan kualitas hidupnya di masa depan.

Angka stunting akibat kekurangan gizi di Indonesia, jelas Alber, masih sangat tinggi. Berdasarkan Indeks Tinggi Badan per Umur (TB/U), menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, angkanya mencapai 37,2 persen atau sekitar 8,8 juta balita Indonesia mengalami stunting.

Kepada para peserta, Alber juga memaparkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Di antaranya kesehatan dan gizi ibu yang buruk, asupan makanan si kecil yang tidak memadai, dan infeksi.

“Secara khusus, hal ini meliputi status gizi dan kesehatan ibu sebelum, selama dan setelah kehamilan yang ikut  berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan awal anak,” katanya.

Faktor lain dari sisi ibu yang dapat menyebabkan stunting meliputi perawakan anak yang pendek, jarak kelahiran terlalu dekat, dan kehamilan remaja yang mengganggu asupan nutrisi ke janin. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan nutisi untuk pertumbuhan ibu yang masih remaja.

Faktor lainnya dari segi nutrisi meliputi asupan makanan untuk si kecil yang tidak memadai, termasuk pemberian ASI yang belum optimal (non-eksklusif ASI) dan makanan pendamping ASI  yang terbatas dalam kuantitas, kualitas dan variasinya.

Albert  menguraikan beberapa cara penanggulangan stunting. Ibu hamil  memperbaiki gizi dan kesehatan. Ibu  hamil perlu mendapat makanan yang bergizi dalam jumlah yang cukup. “Apabila ibu mendapati berat badan yang berada di bawah normal atau kondisi Kurang Energi Kronis (KEK), maka ibu perlu diberikan asupan makanan tambahan. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama masa kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit,” jelas Alber.

Sementara para bayi, jelas Alber, persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih. Begitu bayi lahir dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan eksklusif diberi Air Susu Ibu (ASI) saja.

Hal lain, jelas Alber, pada bayi mulai usia 6 bulan selain ASI juga diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, dan imunisasi dasar yang lengkap. (ias)

Pos terkait