KEFAMENANU KABARNTT.CO – Sekolah Dasar Katolik (SDK) Haumeni adalah sebuah sekolah di wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).
Sekolah yang didirikan pada masa penjajahan Belanda ini terletak di Desa Haumeni, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Persis di wilayah tapal batas RI – RDTL, khususnya dengan Distric Oecusse.
Data yang diperoleh, sekolah ini didirikan pada tahun 1910. Dan setelah Indonesia merdeka sekolah ini kemudian diberi izin operasional untuk melaksanakan aktivitas belajar mengajar sejak tahun 1952.
Sekolah yang awalnya dibangun di sebuah lokasi bernama Oe Apot ini bernaung di bawah sebuah yayasan Katolik yakni Yayasan Persekolahan Snuna (YAPERNA) milik Keuskupan Atambua.
Seiring perjalanan waktu, sekolah ini semakin hari semakin tua dimakan usia.
Kondisi fisik bangunannya pun semakin hari semakin memprihatinkan.
Akhirnya, pada tahun 1990 atas inisiatif Pater Anton Frey, SVD, seorang misionaris berkebangsaan Swiss yang bertugas sebagai Pastor Paroki di Paroki Kristus Raja Haumeni, SDK Haumeni yang berlokasi di Oe Apot dipindahkan ke sebuah lokasi baru bernama Bisele.
Setelah mengadakan pertemuan dengan beberapa tokoh adat dan tokoh pemerintah desa, sekolah itupun kemudian mulai dibangun di Bisele dengan anggaran berasal dari Pater Anton Frey, SVD.
Gedung sekolah baru tersebut mulai dikerjakan tahun 1990 dan selesai tahun 1991
Pada awal tahun ajaran baru 1991, gedung sekolah baru yang terdiri 6 ruang kelas, sebuah ruang guru dan satu unit kamar mandi dan wc resmi digunakan.
Kondisi bangunan yang tampak megah pada saat awal digunakan, kini nyaris tinggal kenangan.
Usai ditinggal sang misionaris, Pater Anton Frey, SVD tahun 1999, sekolah tersebut seolah luput dari perhatian pemerintah.
Sekolah yang mestinya mendapat perhatian penuh dari pemerintah karena masuk kategori sekolah perbatasan ternyata kondisinya sangat memprihatinkan.
Kondisi fisik gedung yang berleter L tersebut tak layak digunakan karena tidak aman bagi para peserta didik dan bapak/ibu guru yang mengajar.
Terpantau, seluruh bagian tembok sekolah sudah retak. Sebagian atapnya sudah bolong sehingga tidak bisa digunakan terutama di musim hujan.
Albertus Kolo, salah seorang guru yang bertugas di sekolah tersebut mengungkapkan, kondisi gedung sekolah ini sangat memprihatinkan.
“Saat musim hujan tiba, kami pasti tidak sekolah karena atap sekolah banyak yang bolong dan dindingnya pun sudah retak semuanya. Kami takut ada kejadian tak terduga yang bisa berakibat fatal bagi peserta didik maupun para guru,” tutur Albertus.
Menurutnya, kondisi ini memang sudah dilaporkan beberapa kali ke pihak pemerintah melalui Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (PKO) Kabupaten TTU. Namun hingga hari ini belum ada jawaban ataupun perhatian untuk perbaikan gedung sekolah tersebut.
Albertus berharap, ke depan ada perhatian dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, demi kenyamanan pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah tersebut.
Sebagai informasi, jumlah peserta didik yang diasuh di sekolah tersebut saat ini 98 siswa, yang terdiri dari 57 siswa laki-laki dan 41 siswa perempuan. Ke-98 siswa/siswi tersebut diasuh oleh 9 orang guru. (siu)