KUPANG KABARNTT.CO—Angka prevelansi stunting di NTT saat ini mencapai 48,3 persen berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia. untuk mengatasi masalah stunting, dibutuhkan komitmen dan kerja sama lintas sektor.
Secara nasional, angka prevelansi stunting 24,4 persen yang masih jauh dari standar WHO kurang dari 20 persen.
Salah satu faktor penyebab stunting adalah tingginya angka penderita anemia dan kurang gizi pada remaja putri sebelum menikah sehingga saat hamil menghasilkan anak stunting.
Terhadap upaya pencegahan dan penurunan stunting di NTT, PTT Exploration & Production (PTTEP) bekerja sama dengan Sekretariat Wakil Presiden RI dan Pemprov NTT melalui Pelaksana Program Dompet Duafa bersama Pemkab Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Timor Tengah Utara menggelar diskusi publik di Hotel Sotis Kupang, Sabtu (18/6/2022) malam.
Talkshow dengan tema “Tuntaskan Stunting, Katong Bisa” ini menghadirkan Gubernur NTT, Bupati Kupang, Bupati TTS, dan Bupati TTU, Perwakilan Setwapres, pimpinan PTTEP Indonesia, serta perwakilan kader kesehatan.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Suprayoga Hadi mengatakan penurunan stunting membutuhkan kerja sama multi sektoral.
“Masyarakat harus memahami arti pencegahan stunting melalui tindakan sederhana dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dan mengonsumsi gizi yang seimbang,” kata Hadi.
Sementara General Manager PTTEP Indonesia, Grinchai Hattagam, mengatakan pihaknya akan melakukan monitoring dan diskusi intensif dengan pemangku kepentingan program kemitraan cegah stunting terutama hasil, rekomendasi dan tindak lanjut.
Selain itu dukungan program pemenuhan kebutuhan dasar dalam memberikan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu dan memastikan program Klinik Gerai Sehat Rorotan tetap berlanjut di NTT.
Direktur Dompet Duafa Sosial Enterprise, Herdiansah, menegaskan, pihaknya melakukan program teknis lapangan berupa pemantauan posyandu secara rutin, kunjungan rumah bagi ibu hamil dan anak dengan kondisi gangguan pertumbuhan, edukasi dan penyuluhan kesehatan rutin, pemberian makanan tambahan.
“Semua program lapangan tersebut bersentuhan langsung dengan masyarakat penerima manfaat yang berdomisili di tingkat desa/kelurahan,” kata Herdiansah. (np)