KUPANG KABARNTT.CO—Pemilik maupun pengelola sumur bor dan sumur galian komersil berkeberatan dengan kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang telah menetapkan pajak air tanah sebesar 20 persen.
Dasar penarikan pajak air tanah sebesar 20 persen ini sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2012 dan Peraturan Wali Kota (Perwali) Kupang Nomor 9 tahun 2021 tentang izin eksploitasi air bawah tanah.
Pengusaha sangat keberatan dan tidak mungkin membayar pajak air sebesar 20 persen yang sangat mencekik, apalagi dengan keadaan sekarang air tanahnya menurun.
“Kami sangat keberatan. Yang jelas kami tidak mungkin bayar pajak air tanah sebesar 20 persen ini. Walaupun pemerintah dan DPRD sudah mengesahkan perda ini 10 tahun lalu, aturan yang dibuat bukan untuk menolong, tapi malah mencekik kami pengelola air tanah. Sebenarnya perda ini dibuat harus juga menyesuaikan kondisi di lapangan” ungkap Maxi Buifena, pemilik sumur bor komersil, Rabu (21/9/2022), saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPRD Kota Kupang.
Menanggapi persoalan itu, Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispemda) Kota Kupang, Matheus Radjah, menjelaskan pajak air tanah dipungut berdasarkan kegiatan pengambilan atau pemanfaatan air tanah. Dan penentuan nilai pajak telah ditetapkan sebesar 20 persen yang tertuang dalam UU Nomor 8 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, sehingga pengambilan pajak sebesar 20 persen disesuaikan dengan pendapatan dari pemanfaatan air tanah.
“Pajak 20 persen ini berdasarkan nilai jual dan perda ini merupakan kesepakatan antara wakil rakyat dan juga pemerintah, sehingga aturan tetap harus jalan. Juga ini merupakan sumbangan dalam mendukung pembangunan di Kota Kupang. Kita tahu bahwa sumber daya alam di Kota Kupang ini sangat terbatas sehingga kita perlu mencari jalan keluar Bersama,” imbuhnya.
Anggota Komisi II DPRD Kota Kupang, Zetyo Ratuarat, menjelaskan bahwa perda ini merupakan sebuah peraturan yang diputuskan DPRD Kota Kupang dan juga pemerintah. Dengan demikian ada ruang untuk dapat mengevaluasi dan bisa diubah.
“Masukan dari bapa mama cukup baik untuk mengevaluasi perda ini, apalagi perda ini sudah 10 tahun, sudah tua. Secara regulasi perda ini bisa diubah setelah 5 tahun. Karena hal ini sangat penting, maka besok ini kita ada kesempatan mengusulkan di sidang kepada teman-teman DPRD yang ada di badan legislasi dan kita akan prioritaskan hal ini,” tegas kader Golkar tersebut.
Menurut Zetyo, pajak 20 persen ini sangat sulit dan sangat tidak adil. Karena dilihat di lapangan pemilik tengki lebih untung dibandingkan dengan pengelola air tanah, sehingga ini akan menjadi catatan yang sangat penting untuk komisi II untuk dibawa di sidang nanti.
“Memang aturan merupakan panglima yang harus kita jalankan, tapi saya juga minta teman-teman di pemerintah agar sosialisasinya diperkuat. Coba duduk sekali lagi dengan teman-teman pengelola air tanah, di mana kendalanya dan bagaimana baiknya agar perda ini bisa betul-betul diterima dan dilaksanakan. Jangan sampai sudah setuju, di lapangan tidak jalan,” ungkapnya. (np)