KUPANG KABARNTT.CO—Kelangkaan minyak goreng belakangan ini tidak cuma memusingkan konsumen, terutama para ibu rumah tangga. Kelangkaan kebutuhan vital di dapur ini juga menggedor nurani Wakil Ketua DPRD NTT, Dr. Inche D.P Sayuna, S.H, M.Hum, M.KN yang kemudian melakukan analisis.
Kepada kabarntt.co, Selasa (22/3/2022), Inche melihat lebih jauh mengapa minyak goreng bisa langka di pasaran.
Menurutnya, kelangkaan minyak goreng terjadi merasa di seluruh Indonesia.
“Terus terang saya pribadi pun merasa bingung. Kalau kita ikuti berita di TV, kebutuhan bahan baku minyak goreng dalam negeri hanya sekitar 10 persen dari total produksi CPO nasional yang mencapai di atas 49 juta ton per tahun. Kita hanya butuh sedikit di atas 5 juta ton per tahun untuk minyak goreng, tetapi pasokan minyak tetap tidak bisa terpenuhi. Produsen sawit domestik dan PMA mengeluh dengan bahan baku. Menurut saya, ini aneh dan ada yang tidak beres,” beber Inche.
Sekretaris Golkar NTT ini berpendapat dugaan penimbunan seperti yang diperlihatkan oleh aparat kepolisian dengan penggerebekan di basis 212 juga tidak terlalu kuat memastikan kelangkaan itu.
“Menurut saya, itu hanya toko kelontong saja,” tegas wakil rakyat dari Dapil NTT 8 (Timor Tengah Selatan) ini.
Inche justru melihat kelangkaan minyak goreng ini dengan cara pandang berbeda.
“Dari berita yang kita baca dan dengar jika dilihat dari struktur industrinya, maka dari sekitar 400 pabrik minyak goreng yang ada hampir 51 persen dari total produksi dikuasai oleh hanya 4 sampai 5 perusahaan. Artinya, sebenarnya mudah sekali untuk mengetahui sebaran hasil produksi minyak goreng dari pabrik-pabrik itu,” kata perempuan enerjik yang terkenal kritis di DPRD NTT ini.
Inche menduga ada agenda global yang bermain hingga minyak goreng langka di pasaran.
“Menurut saya, ada sebuah agenda global yang terstruktur. Setelah badai covid mereda, muncul perang Ukraina. Sekarang kelangkaan minyak goreng. Saya benar-benar bingung. Ini strategi perang para ekonom. Kami orang hukum hanya bisa menjadi penonton,” tandasnya.
Dalam kasus kelangkaan minyak goreng ini, Inche melihat peran pemerintah sangat lemah dalam penindakan untuk mengendalikan harga.
“Saya lihat semua perusahaan besar industri minyak goreng kompak menaikkan harga secara bersama-sama walaupun mereka masing-masing memiliki kebun sawit sendiri. Sangat kuat dugaan telah terjadi kartel dalam kenaikan harga komoditas minyak goreng,” urainya.
Dengan kenyataan seperti itu, Inche sangat setuju dan mendukung penuh upaya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengambil langkah hukum dan membawa masalah harga dan ketersediaan minyak goreng ke ranah hukum. “Termasuk terkait indikasi kartel dalam kenaikan harga minyak goreng,” tegasnya. (den)