BORONG, KABARNTT-CO. Bantuan langsung tunai (BLT) di Desa Bhamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT menuai persoalan. Pasalnya Kepala Desa Bhamo, Nobertus Nekong, melakukan verifikasi ulang terhadap kelompok sasaran. Dari 355 KK peserta penerirma periode akhir tahun 2021 hanya 55 KK saja yang berhak terima. Buntut dari kebijakan tersebut masyarakat melakukan demonstrasi baik di Polres Manggarai Timur maupun mendatangi Wakil Bupati Manggarai Timur, Jaghur Stefanus.
Kepada Desa Bhamo, Nobertus Nekong yang dijumpai KabarNTT.co, usai mengklarifikasi persoalan tersebut, Sabtu (8/1/2022) mengurai panjang lebar konflik BLT di desa yang baru dipimpinnya selama empat bulan itu. Dia menuturkan kebijakan verifikasi ulang peserta BLT berdasarkan temuan awal. Di mana data-data peserta penerima BLT dicurigai tidak tepat sasaran. Tidak ada evaluasi berkala terhadap kebijakan tersebut. Selain itu belum adanya memorandum serah terima jabatan dari Vinsensius Mbela, selaku Kepala Desa sebelumnya.
Berdasarkan temuan awal itu, Kades Bhamo, Nobertus Nekong yang dilantik Septerber 2021 lalu menggelar musyawarah desa melibatkan pihak RT, RT, Dusun, BPD dan pendamping desa. Musyawarah tersebut memutuskan perlu dilakukan verifikasi ulang terhadap kelompok sasaran BLT. Tujuannya memastikan apakah 355 KK itu benar-benar berhak mendapat BLT atau tidak.
Verifikasi ulang, demikian Nobertus Nekong, melibatkan komponen terkait mengacu 14 kriteria ditetapkan hierarki pemerintah lebih tinggi. Selain itu ditambah empat kriteria lokal berdasarkan kondisi masyarakat Desa Bhamo. Dari verifikasi tersebut ditemukan fakta-fakta mengejutkan. Di mana dari 355 KK peserta penerima hanya 55 KK dinyatakan layak menerima BLT. Sementara 300 KK dinyatakan tidak berhak menerima BLT penyangga Covid-19 itu.
Kebijakan tersebut melahirkan pro kontra. KK yang tidak terkover lagi sebagai kelompok sasaran protes terhadap kebijakan itu. Mereka mendatangi Polres Manggarai Timur dan Pemda Manggarai Timur. Delik aduan, menuntut agar mereka tetap menerima BLT. Sebab anggaran tersebut telah ditetapkan untuk satu tahun anggaran. Selain itu menuntut Kepala Desa Bhamo diproses secara hukum karena diduga “melenyapkan” dana BLT. “Ada temuan KK yang terima BLT itu sudah menikah dan menjadi warga di kabupaten lain. Ada juga janda pensiunan. Dan beberapa temuan lainnya,” jelasnya.
Dikatakan, hasil verifikasi lapangan ditindaklanjuti dalam rapat bersama yang melibatkan semua aparat desa dan komponen terkait . Tujuanya memetahkan hasil verifikasi dan memastikan peserta yang benar-benar menerima BLT. Hasilnya ditemukan beberapa fakta. Pertama dari total penerima 355 KK, hanya 55 KK saja yang layak menerima BLT. Kedua Desa Bhamo sudah masuk zona hijau. Ketiga, dana yang tidak dibagikan akan dimanfaatkan untuk pembangunan air minum bersih di Dusun Nangarawa, Dusun Wae Poang dan pembangunan jalan menuju Mbero.
“Peserta penerima BLT yang diverifikasi itu bersumber dari Dana Desa. Sementara BLT pusat kita tidak sentuh. Mengapa peserta BLT DD yang jadi sasaran karena sumber dananya milik seluruh masyarakat Desa Bhamo. Kita perlu tahu apakah peserta itu benar-benar kelompok sasaran atau tidak. Dan ternyata banyak yang tidak tepat sasaran,” katanya.
Dia menjelaskan, keputusan bersama musyawarah tingkat desa terkait BLT itu diteruskan ke pihak Kecamatan Kota Komba. Tim kecamatan melakukan tindaklanjut dengan mendatangi Desa Bhamo untuk cross chek terhadap data dan keputusan itu.
“Selaku otoritas pengguna anggaran tingkat desa semua prosedural kita tempuh. Dana yang ada masih saving di Bank. Dan akan dimanfaatkan sesuai keputusan bersama. Jadi tudingan korupsi tidak mendasar. Saya tahu pasti tentang kebutuhan warga saya. Saya berjuang habis-habisan adanya perubahan di Desa Bhamo,” tegasnya.
Dikatakan, berdasarkan aduan masyarakat ke pemerintah kabupaten, pihaknya telah memberi penjelasan secara telanjang duduk soal BLT Desa Bhamo. Kecuali itu pihaknya siap mendistribusikan dana BLT bagi 355 KK tersebut. Asalkan ada pihak yang memberikan rekomendasi kepada pihak desa. Sebab 300 KK yang BLT-nya dipending sudah jelas-jelas tidak berhak. Apabila tetap dibagikan identik melakukan korupsi.
“Saya siap bagi BLT untuk semua KK itu. Asalkan ada pihak yang beri rekomendasi. Pada saat bagi dibubuhkan berita acara dan saya hadirkan aparat penegak hukum. Tujuanya, semua pihak tahu bahwa saya bagi bukan dalam kapasitas saya selaku otoritas wilayah. Saya bagi berdasarkan rekomendasi yang ada itu. Dana apabila di kemudian hari jadi soal bukan kapasitas saya. Kapasitas itu ada pada pihak yang memberi rekomendasi,” bebernya. (klb)