Oleh Melchias Markus Mekeng
PANDEMI Covid- 19 telah mengubah tatanan global secara luar biasa dan sangat dramatis. Tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan tetapi lumpuhnya mobilitas masyarakat telah memporak-porandakan tatanan dan menghentikan roda perekonomian global.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya luar biasa untuk berusaha mengembalikan ekonomi menjadi normal kembali, terutama membuat berbagai kebijakan untuk memitigasi dampak covid-19 dan pelambatan ekonomi, salah satunya dengan membuat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Sementara pemerintah juga telah melakukan berbagai upaya untuk mencoba membangkitkan perekonomian sekalian konsisten mempertahankan tingkat kesehatan publik. Tahun 2021 masih menjadi tahun yang penuh ketidakpastian bagi kegiatan ekonomi dan bisnis. Optimisme pemerintah bahwa 2021 merupakan tahun kebangkitan setelah pandemi Covid- 19 baru menunjukkan tanda-tanda pemulihan di akhir tahun 2021, walaupun masih jauh dari harapan. Gejolak perekonomian bukan hanya didorong oleh faktor makro ekonomi. Berbagai peristiwa turut mewarnai lika-liku kegiatan ekonomi nasional sepanjang tahun 2021.
Dampak pandemi membuat jumlah penganggur terbuka meningkat dari 7,10 juta orang per Agustus 2019 menjadi 9,77 juta orang per Agustus 2020. Hanya menurun menjadi 9,10 juta orang pada Agustus 2021. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) atau persentase jumlah penganggur terbuka terhadap jumlah angkatan kerja meningkat, dari 5,28% pada Agustus 2019 menjadi 7,07% pada Agustus 2020. Turun menjadi 6,49% pada Agustus 2021, atau belum kembali pada kondisi Agustus 2019.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2021 mengalami pertumbuhan yang sangat luar biasa yaitu sebesar 7,07 %, pada triwulan ke III 2021 pertumbuhan ekonomi sebesar 3,51% . Sebelum pandemi Covid- 19, selama sembilan tahun (2011-2019) memang tren kinerja perekonomian nasional berada di kisaran 5,33%. Salah satu tantangan utama adalah ekonomi kita sangat rentan oleh kondisi ekonomi global. Ekonomi Indonesia yang terkontraksi sebesar minus 5,32% pada kuartal II 2020 dipengaruhi oleh penurunan rantai pasok global. Sehingga, aktivitas perdagangan ikut mengalami kontraksi.
Ditambah lagi dengan berkurangnya dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) pada Tahun 2021 sebesar Rp795 triliun. Jumlah tersebut sekitar 28,93 persen dari total belanja negara dalam RAPBN 2021 yang mencapai Rp2.747,5 triliun. Penurunan sebesar Rp 61,9 triliun atau 7,11 persen dari anggaran TKDD dalam APBN 2020 yang mencapai Rp 856,9 triliun.
Angka ini setara dengan 33,73 persen dari total belanja negara sebesar Rp 2.540,4 triliun. Artinya, proporsi anggaran TKDD pada 2021 turun 4,8 persen dari total belanja negara, di mana 33,73 persen dalam APBN 2020 dan 28,93 persen dalam RAPBN 2020.
Itu berarti pula terjadi penurunan DAU sebesar Rp 390,29 triliun, yang berarti mengalami pengurangan 8,61 persen atau Rp 36,81 triliun dari pagu 2020 yang mencapai Rp 427,10 triliun. Pengurangan ini berakibat langsung pada aktivitas perekonomian di daerah yang melambat.
Namun APBN sebagai instrumen kebijakan countercyclical sampai sejauh ini, dapat dieksekusi secara efektif oleh pemerintah sehingga mampu meredam dampak negatif pandemi.
Melihat laporan yang disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Selasa 21 Desember 2021, dimana serapan anggaran PEN untuk klaster UMKM dan korporasi mencatatkan realisasi paling rendah hingga 10 Desember 2021, yaitu baru mencapai Rp 74,36 triliun atau 45,8% dari pagu tahun ini Rp 162,4.
Hal ini mungkin saja disebabkan karena masih rendahnya daya beli masyarakat dan juga aturan teknis dalam implementasi penyaluran melalui perbankan yang masih terlalu kaku dan sukit dipenihi masyarakat.
Tumbuhnya kinerja usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di daerah-daerah mesti ditingkatkan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Maka segala upaya pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN) harus terus didorong dan dioptimalkan serta lebih mudah dalam implementasi di lapangan. Oleh karena itu pemerintah Indonesia perlu mengoptimalkan investasi terutama pada sektor riil karena memiliki kontribusi cukup besar dalam perekonomian nasional.
Selain itu agar pemulihan ekonomi nasional dapat berjalan secara optimal maka pemerintah Indonesia juga harus mempercepat distribusi vaksin secara masif demi mendorong aktivitas sektor manufaktur. Upaya tersebut perlu dilakukan karena sektor ini berkontribusi paling besar terhadap perekonomian nasional.
Kendala lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pemulihan ekonomi nasional adalah dampak dari putusan MK tentang UU Cipta Kerja, dimana akan terjadi gangguan pada iklim investasi bahkan bisa memengaruhi realisasi penanaman modal asing (PMA) pemerintah dan membuat status Indonesia sebagai negara dengan the most uncertainty policy atau ketidakpastian kebijakan akan semakin tinggi.
Maka jika revisi UU Cipta Kerja dilakukan lebih cepat dengan memperhatikan semua putusan MK, maka akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kepastian dunia usaha. Meskipun demikian kita meyakini bahwa putusan MK tersebut tidak akan mengganggu kepercayaan investor kepada Indonesia secara signifikan karena para para investor juga pada posisi yang sangat memahami dan meyakini komitmen Pemerintah Indonesia dan DPR RI yang akan menindaklanjuti secepatnya sebagaimana diminta Mahkamah Kontitusi.
Dengan membaiknya tingkat kepercayaan publik kepada kinerja Presiden Jokowi serta adanya kemajuan signifikan pada sektor penegakan hukum kita boleh berharap bahwa upaya pemulihan ekonomi akan berjalan sesuai harapan.
Dipihak lain upaya pemulihan ekonomi nasional juga harus sejalan dengan upaya pembangunan nilai-nilai demokrasi yang lebih sehat disertai perilaku pemerintahan yang semakin berwibawa agar dapat memberi kontribusi bagi kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia.
Tatanan demokrasi yang semakin sehat akan melahirkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang berimplikasi langsung pada kepercayaan inverstor asing kepada pemerintah Indonesia. Kita sungguh berharap agar para pembantu presiden di bidang ekonomi adalah pribadi- pribadi yang dapat membangun sentimen positif di pasar. Sehingga presiden harus sangat hati-hati untuk menempatkan personil pembantunya di sektor ekonomi agar mereka tetap menjadi bagian dari solusi pemulihan ekonomi nasional dan tidak menjadi beban presiden maupun beban bagi bangsa serta rakyat Indonesia.
Keberhasilan kita sebagai bangsa untuk mengatasi krisis Kesehatan dan krisis ekonomi ini akan menjadi momentum kebangkitan ekonomi bangsa Indonesia dimasa yang akan datang.
Penulis, anggota DPR RI, Komisi XI