KUPANG KABARNTT.CO—Ketua DPRD NTT, Emelia Julia Nomleni, menegaskan, masyarakat lokal perlu dilibatkan dalam menetapkan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK). Alasannya, masyarakat adalah pemilik TNK meskipun dikelola negara.
Emi Nomleni mengatakan hal itu kepada media di Rumah Jabatan Ketua DPRD NTT, Senin (1/8/2022), merespon sikap Gubernur NTT yang tetap memberlakukan tarif masuk TNK senilai Rp 3.750.000.
Emi Nomleni mengakui banyak pihak mempertanyakan kewenangan Pemerintah Provinsi NTT menetapkan tarif masuk TNK. Karena TNK merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup.
Karena itu, kata Emi Nomleni, DPRD NTT meminta Pemerintah Provinsi NTT melakukan komunikasi secara intens dengan pemerintah pusat. Emi Nomleni beralasan penetapan tarif TNK bukan kewenangan utuh di daerah, meskipun memang dampaknya berimbas kepada masyarakat di Labuan Bajo.
Emi Nomleni mengakui Pemda NTT kurang sosialisasi terkait kenaikan tarif baru ini.
“Namun sosialisasi ini kan bukan hanya sebatas kita omong dan selesai, tapi bagaimana masyarakat itu terlibat di dalam karena pemilik TNK ini adalah mereka, meskipun memang dikelola oleh negara tapi pemiliknya masyarakat. Kita sepakat yang namanya konservasi, tentu banyak hal yang perlu dikerjakan, baik itu pembiayaan tapi juga pembatasan-pembatasan, dan itu harus terlindungi,” jelas Ketua DPD I PDIP NTT ini.
“Konservasi itu mahal, dan ada dampak positifnya, bahwa kita melindungi ekosistem dan juga menjaga keseimbangan alam dan juga makanan dari hewan purba tersebut. Meskipun Pulau Rinca dibuka dengan tarif lama dan masyarakat bisa beralih ke sana, namun kita tetap memikirkan fasilitas-fasilitas pendukung seperti infrastruktur, keamanan, pendampingan wisatawan dari hewan purba yang juga sangat bahaya ini,” seru Emi Nomleni.
Terkait Perda terkait tarif masuk TNK ini, kata Emi Nomleni, memang belum pernah dibicarakan dengan DPRD NTT. Karena TNK dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Artinya, kata Emi Nomleni, pemerintah provinsi dan kabupaten tidak terlalu mempunyai kewenangan besar untuk menentukan tarif baru tersebut.
Karena itu Pemerintah Provinsi harus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup yang mengelola TNK sehingga tarif yang ditetapkan ada payung hukum dan tidak terkesan kita bermain dengan aturan.
“Saya tegaskan bahwa monopoli-monopoli itu tidak boleh terjadi, baik di tingkat yang saat ini dibicarakan dan juga di tingkat dimana provinsi mendapatkan persetujuan dari tingkat pusat, sehingga harus transparan karena saat ini kita bicara pelaku ekonomi sehingga semua orang harus mendapatkan dampak dari kenaikan tarif tersebut. Dan juga seharusnya Pemerintah Provinsi harus lebih mencoba mengintervensi supaya kita mendapatkan sesuatu yakni terlaksananya konservasi itu. Catatan kami itu harus ada komunikasi dengan pusat terkait dengan penetapan tarif dan konservasi,” kata Emi dengan tegas.
Meski begitu, kata Emi, DPRD NTT mendukung keputusan Pemerintah Provinsi menaikkan tarif TNK.
“Kita sangat mendukung, namun memang dengan catatan-catatan penting. Soal beda pendapat itu pasti ada, karena kita semua ada pada area yang tidak semua kita sama, tetapi kita minimalkan pergolakan-pergelakan yang terjadi. Saya hanya berharap bahwa meskipun ada penetapan tarif yang baru dan juga adanya konservasi di TNK, juga harus memastikan bahwa dampaknya dirasakan oleh masyarakat di sana,” katanya. (np)