LABUAN BAJO KABARNTT.CO--Deputi Bidang Industri dan Investasi melalui Direktorat Manajemen Industri Kemenparekraf bersama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) mengadakan Rapat Pra Temu Bisnis, untuk penguatan rantai pasok produk UMKM ekonomi kreatif di kawasan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo, Manggarai Barat, Sabtu (2/4/2022) pagi.
Rapat secara hybrid dihadiri perwakilan dinas pariwisata dan pihak terkait di antaranya penyuplai dari pelaku UMKM lokal dan demand yaitu pihak hotel.
Kegiatannya berupa diskusi untuk saling bertukar informasi tentang produk dan kebutuhan dari keduanya, sehingga kedua belah pihak dapat saling mengetahui kebutuhan dan mengidentifikasi prospek yang dapat dilakukan ke depan.
Via daring Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, Henky Manurung, berharap produk Ekraf yang ada di Labuan Bajo, 90% dipasok oleh produk lokal.
“Melalui penguatan rantai pasok ini, diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan daya kualitas dari produk yang ada di Labuan Bajo,” ujar Henky.
Henky juga menyampaikan bahwa rapat hasil diskusi, bukan saja peruntukkan bagi pelaku UMKM dan off taker, tetapi juga untuk melanggengkan kelancaran rantai pasok produk ekraf di wilayah tersebut.
Agar sesuai target dan tujuan, butuh kerja sama berbagai stakeholder dan lini setiap sektor, sehingga dapat berjalan baik untuk membangkitkan ekonomi nasional dan daerah.
Senada dengan Henky, Direktur Manajemen Industri Kemenparekraf, Anggara Hayun Anujuprana, juga menegaskan hal sama. Bahwa program penguatan rantai pasok di Labuan Bajo nantinya akan berkolaborasi dengan Pertamina dan Telkom Indonesia.
Momentum temu bisnis nanti outcome yang diharapkan adanya penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara suplai dan demand.
“Saat adanya PKS, maka ekosistem berkelanjutan akan lebih terjamin,” tegas Anggara.
Sementara itu, Direktur Utama BPOLBF Shana Fatina mengungkapkan, sebagai satuan kerja Kemenparekraf yang berkantor di Labuan Bajo, BPOLBF juga saat ini tengah mendorong para pelaku UMKM dengan berbagai program untuk menyesuaikan standar produk sesuai permintaan hotel dan restoran.
“Pada prinsipnya semua hotel dan restoran yang ada di Labuan Bajo siap menggunakan produk lokal, selama pelaku UMKM berkomitmen untuk memproduksi produk secara berkelanjutan,” ujar Shana.
Selain itu, Shana juga menerangkan bahwa bahwa hingga saat ini, pihaknya telah mengidentifikasi kebutuhan, agar nantinya bisa memfasilitasi event di Labuan Bajo tanpa kekurangan berbagai aktifitas dengan ketahanan rantai pasok.
Selain produk parekraf, keberhasilan sektor parekraf yang inklusif menurut Shana adalah bila sektor tersebut bisa terhubung menjadi pasar sektor primer pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan di Labuan Bajo. Sehingga memberikan kesejahteraan dan nilai tambah bagi masyarakat.
Menurutnya, sejak 2020, BPOLBF telah melakukan berbagai inisiatif mendorong terbentuknya pemanfaatan produk lokal pada ekosistem parekraf Labuan Bajo. Baik melalui pelatihan terintegrasi, kampanye, serta program temu bisnis bagi masyarakat dan UMKM setempat.
Tahun 2022, program ini dikembangkan untuk skala lebih besar, dengan harapan mampu menjadi tonggak kemandirian produk lokal NTT. Rapat ini juga merupakan langkah awal sebelum adanya program upskilling dan reskilling dan dilanjutkan dengan temu Bisnis Rantai Pasok Labuan Bajo.
“Dengan maksud memberi insight atau wawasan bagi para pelaku UMKM Parekraf dalam mengoptimalkan ide ataupun produk juga modifikasi produk sesuai kebutuhan standar hotel,” Ucap Shana penuh harap.
Di kesempatan serupa, Sekretaris Dinas Pariwisata Manggarai Barat Chrispin Mesima menjelaskan, bahwa secara spesifik misi pertama Kabupaten Mabar adalah mengembangkan pariwisata berkelanjutan dan inklusif. Misi ini dapat tercapai melalui penguatan rantai pasok.
“Penguatan rantai pasok merupakan salah satu isu strategis karena pengembangan pariwisata berkelanjutan dan inklusif merupakan penggerak ekonomi,” ujar Chrispin.
Selain itu, dirinya juga membeberkan data hasil survey Pemda yang menunjukkan tren kebutuhan beras per tahun di 59 hotel di Mabar adalah 109 ton. Dari angka tersebut pasokan dari luar Mabar sebesar 67 Ton.
Fakta ini mengindikasikan bahwa masih ada peluang besar untuk mengisi kebutuhan tersebut dari pasokan lokal. Begitupun halnya dengan produk UMKM.
“Kondisi ini juga bisa memberikan gambaran produk ekraf, apakah produk ekraf kita sudah bisa memenuhi standar kebutuhan hotel. Ini adalah tugas kita bersama,” jelasnya.
Atas nama Pemda Mabar dirinya menyampaikan apresiasi kepada Kemenparekraf yang berupaya menguatkan rantai pasok di Labuan Bajo saat ini. Semoga pra temu bisnis ini memantik kolaborasi konkret secara berkelanjutan dari berbagai pihak. (obe)