KEFAMENANU KABARNTT.CO—Tim Kuasa Hukum keluarga almarhum Siprianus Kosat Lasi, mantan Sekretaris Desa Oenak, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), yang diduga meninggal tidak wajar 16 Juli 2019 lalu, akhirnya menggugat praperadilan Polres TTU ke Pengadilan Negeri Kelas II Kefamenanu.
Gugatan praperadilan oleh tim kuasa hukum tersebut dilakukan lantaran Polres TTU menghentikan penyelidikan atas kasus kematian Siprianus Lasi Kosat yang sebelumnya dilaporkan meninggal akibat mengalami kecelakaan tunggal di wilayah Kecamatan Noemuti.
Enam kuasa hukum yang mendampingi keluarga korban merupakan advokat dari Kantor Advokat Amos Aleksander Lafu dan rekan, yakni Amos Aleksander Lafu, SH., MH., (Ketua Tim), Obednego A. R Djami, SH., MH., Egiardus Bana, SH., MH., Elsiany W. Saleh Adu, SH., Swastika Pradini Hakim, SH., MH., dan Paulo Christanto, SH.
Kepada media, Jumat (8/8/2022), Ketua Tim Kuasa Hukum korban, Amos Aleksander Lafu, SH., MH., menjelaskan, gugatan praperadilan tersebut dilakukan atas ketidakpuasaan keluarga korban atas penghentian penyelidikan terhadap kasus yang dinilai masih terdapat banyak kejanggalan seperti fakta adanya laporan baru bahwa korban meninggal usai menabrak salah satu pejalan kaki di lokasi kejadian.
“Ada beberapa kejanggalan yang diketahui dari sejumlah saksi dan pihak keluarga bahwa awalnya korban dilaporkan mengalami laka tunggal oleh salah satu saksi atas nama Maksimus Laka dan sudah membuat laporan resmi di Polsek Noemuti,” ungkap Amos.
Dijelaskan Amos, pihak keluarga juga merasa ada kejanggalan lain dalam proses penyelidikan, di mana berubah lagi fakta bahwa korban bukan mengalami kecelakaan tunggal melainkan menabrak salah satu saksi atas nama Alexandro Defio Kaesmuti.
“Satu kejanggalan, bahwa Maksimus Laka yang membuat laporan di Polsek Noemuti tentang laka tunggal justru tidak berada di lokasi kejadian, sehingga menjadi pertanyaan bagi keluarga bagaimana dia bisa tahu bahwa korban alami laka tunggal,” ucap Amos.
Kejanggalan lain yang diperoleh dari pihak keluarga, kata Amos, bahwa ada saksi yang mengaku ditabrak oleh korban di betis kanan, namun berdasarkan fakta saksi tidak mengalami luka.
Berdasarkan sejumlah kejanggalan tersebut, lanjut Amos, maka pihak keluarga membuat laporan polisi terkait kematian tidak wajar korban Siprianus, namun dalam proses yang ditangani oleh Polres TTU, dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti dan bahwa peristiwa ini bukan merupakan tindak pidana.
Lebih jauh diungkapkan Amos, fakta lain diperoleh sesuai hasil autopsi Dokter Forensik bahwa terdapat dua tulang rusuk patah, tulang leher tengkorak patah dan hancur, perut memar serta mata kanan memar akibat kekerasan benda tumpul yang diduga akibat penganiayaan.
Amos berharap, fakta-fakta baru tersebut dapat menjadi pertimbangan Hakim PN Kefamenanu untuk dapat membatalkan keputusan penghentian penyelidikan sekaligus memerintahkan agar perkara ini dibuka kembali.
“Atas beberapa kejanggalan tersebut, kami Tim Kuasa Hukum korban menilai bahwa penghentian penyelidikan dalam kasus tersebut adalah tindakan yang tidak sah, tindakan yang terkesan tergesa-gesa dan tindakan yang mengabaikan fakta-fakta hukum,’ ungkap Amos.
Kesempatan yang sama, Kuasa Hukum lainnya, Obednego A. R Djami, SH., MH., menuturkan, selama ini penyidikan merupakan obyek dalam praperadilan, namun kali ini pihaknya mencoba dengan hal yang baru yakni praperadilan penyelidikan.
“Dalam satu rangkaian, tidak mungkin penyidikan duluan baru penyelidikan, mestinya ada penyelidikan baru ada penyidikan, sehingga kedengarannya seperti hal yang baru tetapi ini terobosan hukum yang kita pakai celah ini untuk kalau bisa penyelidikan juga bisa masuk dalam obyek praperadilan, ” jelas Obed.
Obed juga berharap, meskipun kasus ini terjadi 3 tahun lalu, namun melalui upaya hukum yang ditempuh saat ini, perkara tersebut bisa mendapatkan hasil yang maksimal serta bisa menjadi sebuah sejarah baru terobosan hukum.
“Motivasi kita sederhana, kita sangat prihatin dengan perkara ini, karena menurut kita perkara menyangkut darah. Kasihan nyawa orang hilang tanpa kejelasan, ini yang membuat kami tersentuh meskipun di tengah kesibukan kami di Kupang, kami memutuskan untuk mengawal perkara ini. Semoga ada keadilan bagi keluara korban yang sudah berjuang selama 3 tahun,” tutup Obednego.(siu)