Oleh P. Kons Beo, SVD
Benar-benar gila. Begitu aneh. Bayangkan saja! Hingga babak pertama berakhir, Jerman masih di atas angin. Walau hanya dengan sebiji gol lewat titik putih. Ikay Guendogan cerdas akali Shuichi Gonda, penjaga gawang Jepang. Dan di menit 60, Guendogan lagi-lagi jadi ancaman serius. Sayangnya, bola lesatannya membentur tiang gawang.
Memang ada jual beli serangan. Namun, hingga menit ke 74, Jerman tetap dominan. Tetapi, di menit ke 75, Ritsu Doan manfaatkan bola liar tepisan Neuer. Gol untuk Jepang tercipta. Kedudukan berimbang satu-satu. Itu sudah menjaga asa Tim Samurai, Jepang. Bermain di bawah tekanan tak buat mereka ciut nyali. Dan dari momentum itulah, Jepang ingin segera menyusun ceritanya sendiri.
Tapi, ada satu pesan WA masuk. Bunyinya agak meragukan Jepang, “Jepang kalah postur eee. Pertahanan bagus. Tapi penguasaan bola kalah.” Ramalan umum cenderung untuk pastikan bahwa Jepang bakal terbantai mudah. Dan Stadion Internasional Khalifa akan jadi saksi tak ada tajinya Timnas Jepang.
Sekiranya penjaga gawang tak tangguh dan gesit tentu saja Jepang sudah babak belur. Bagaimana pun, jika memang semuanya belum berakhir, masih tetap ada harapan. Dan itulah yang benar-benar terjadi. Di menit ke 83, dari sudut sempit, tendangan keras Asano dilesatkan.
Neuer tak berdaya. Jerman di pertandingan perdana Grup E kemarin itu tergulung. Para penggila Tim Jerman pasti rasa sesak di dada. Walau tetap ada asa di dua pertandingan berikutnya. Tapi, semoga nanti saat Ritsu Doan dan Takuma Asona kembali ke Jerman untuk merumput lagi di Bundesliga, berdua itu ‘aman-aman sajalah.’
Orang, kini, ramai bicara, jurus apa yang dipakai Jepang? Yang posturnya pendek-pendek dibanding para pemain Jerman? Dan terbaca di data pertandingan, memanglah dari ujung-ujung tak ada yang unggul dari Jepang, jika harus dibandingkan dengan Jerman.
Tetapi, apa boleh buat. Di statistik pertandingan, tentu siapa pun hanya mau konsen pada hasil akhir. Iya, itu tadi, Jepang ungguli Jerman 2 – 1. Dan itulah yang sudah pasti. Sepertinya, Jerman harus terkubur lagi dalam rawa-rawa luka batin di perhelatan sepakbola sekelas Piala Dunia.
Tidakkah empat tahun lalu, pada 27 Juni 2018 itu, Jerman keok 0 – 2 oleh Tim Korsel, yang disebut sebagai ‘duel yang dinilai sungguh tak masuk akal’? Kini, sepertinya, Jepang yang dapat jatah untuk melibas Die Mannschaft itu. Ikuti kisah suksesnya pada Piala Dunia, Korsel-Jepang 2002 lalu, saat menggulung Rusia 1 – 0.
Tapi, sudahlah. Tak usah bersedih untuk Hansi Flick, sang pelatih serta seluruh keluarga besar Jerman di mana saja berada. Masih ada pertandingan berikutnya. Flick pasti punya beban moril untuk Deutschland. Dia tercatat sebagai Pelatih Tim Piala Dunia 2022 dengan gaji tahunan termahal, sekitar Rp 105,7 miliar.
Jepang dinilai bersinar karena beberapa strategi akurat. Biasanya tentang ini, selalu dibuka-buka setelah pertandingan usai. Yang terlihat nyata di layar kaca, ya banyaklah. Kenapa Jepang bisa hancurkan Jerman? Terdapat variasi jawabnya. Ada pertahanan yang rapat. Ada semangat pantang mundur. Penuh perjuangan. Ada lagi kedisiplinan Tim Jepang yang luar biasa.
Apakah semuanya itu adalah gambaran umum karakter dan bawa dirinya orang-orang Jepang, yang sungguh junjung tinggi kedisiplinan, perjuangan serta pantang menyerah?
Di atas semuanya, mari kembali pada strategi jitu Hajime Moriyasu, pelatih Jepang. “Kami akan mengerahkan performa terbaik kami, bermain agresif dan dengan ketekunan,” katanya. Lanjutnya lagi, “Sekaranglah waktunya untuk menunjukkan kepada dunia apa yang bisa kita lakukan.”
Dan, omong-omong tentang strategi, teman saya segera ajak ‘pulang ke tanah air.’ Dia bikin satu pertanyaan simulatif seadanya, “Jika area sidang pengadilan kasus kematian Brigadir Josua ibarat satu pertandingan di Piala Dunia, strategi apalagi yang diracik Ferdy Sambo dan Ibu Putri terhadap saksi-saksi ‘punya mereka’?
Saya pun hanya jawab sekadarnya saja. Dan barangkali salah juga, “Sekarang ini banyak saksi pro Sambo sepertinya tertangkap offside oleh hakim garis, dan terdeteksi curang oleh VAR. Tinggal saja wasit pengadilan jatuhkan pinalti, ya putusan pada waktunya…”
Dum spiro spero. “Selama aku bernafas, aku masih berharap.” Iya, masih punya harapan! Dan spirit itulah yang sudah dibuktikan Tim Samurai Biru semalam. Dan mereka menang.
Jika memang Ferdy Sambo dan sahabat-sahabatnya ingin juga gunakan moto ini, maka pertanyaannya: Berharap akan apa dan seperti apa? Yang jelas pasti tidak untuk sebuah kemenangan a la Tim Nasional Jepang.
Verbo Dei Amorem Spiranti
Penulis, rohaniwasan Katolik, tinggal di Roma