Oleh: Agustinus Siswani Iri
Kejahatan tindak pidana korupsi di daerah sudah masuk dalam wilayah akut atau dapat dikatakan sudah pada titik yang sangat nadir. Korupsi dilakukan tidak saja secara bersama-sama, tetapi sudah dilakukan secara sistemik oleh para pihak dengan harapan untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain.
Sinyalemen bahwa otonomi daerah yang deras beberapa tahun terakhir ini telah menghasilkan raja-raja kecil di daerah bukan isapan jempol belaka. Urusannya sangat kompleks. Para gubernur, bupati, wali kota, dan anggota DPRD dengan alasan otonomi seolah berhak mengelola keuangan di daerahnya. Tak heran, mantan Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki, menyatakan bahwa mayoritas korupsi di Indonesia akan terjadi di pemerintahan daerah.
Berbagai kejadian penyalahgunaan wewenang di daerah setidaknya makin membuka kotak pandora bahwa anggaran daerah telah menjadi lahan empuk bagi orang-orang nakal di daerah. Maka, jelas diperlukan efek jera untuk mencegah daerah menjadi otonomi korupsi.
Kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat di daerah yang merupakan tujuan awal dari otonomi daerah masih jauh dari harapan. Raja-raja kecil di daerah seakan berlomba menggarong anggaran yang mestinya sebesar-besarnya dipakai untuk kesejahteraan rakyat.
Kemunculan raja-raja kecil di daerah otonom membuat sebagian dari mereka memanfaatkan sebagai ladang pengeruk uang dengan memanfaatkan sumber daya dan konstelasi politik lokal. Sehingga ini menjadi preseden buruk bagi rakyat yang berakibat pasifnya masyarakat terhadap demokrasi karena selalu dijejali oleh pemberitaan tentang korupsi yang terjadi di daerah. Tentu hal ini tidak sejalan dan mencoreng semangat reformasi yang sarat akan perubahan khususnya dalam hal pelaksanaan desentralisasi.
Tujuan utama dari desentralisasi untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan keistimewahan suatu daerah. Adanya korupsi yang sangat luar biasa ini tentu menghambat keberlangsungan pembangunan di daerah.
Tindak pidana korupsi sebagai perilaku extra ordinary crime yang mengancam cita-cita negara memerlukan penanganan hukum secara lebih serius. Betapa tidak, korupsi sudah terjadi di mana-mana, melanda masyarakat Indonesia dan sudah memasuki semua kalangan. Seperti sudah tidak ada rasa takut, malu serta dosa bagi mereka yang melakukan kejahatan tindak pidana korupsi.
Di Indonesia tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dan dapat menyengsarakan rakyat dilakukan dengan modus operandi berupa perilaku memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan jabatan atas kepercayaan negara yang berlangsung sejak negara berdiri. Negara seringkali menghadapi krisis keuangan, juga terlilit utang, dalam jumlah yang cukup besar terhadap lembaga-lembaga keuangan internasional.
Kerugian negara sebagai akibat dari tindakan keji tindak pidana korupsi yang tak pernah kompromi menggerogoti uang negara berlangsung terus. Kekuasaan besar yang dimiliki pemerintah daerah sangat rawan untuk disalahgunakan. Desentralisasi telah membentuk “raja-raja” baru di daerah. Pihak eksekutif maupun legislatif (DPRD) telah melakukan perselingkuhan dalam melanggengkan praktik korup, karena kedua lembaga itu memiliki otoritas dalam hal mengatur dan mengelola anggaran. Hubungan antara DPRD dan kepala daerah saling menimbulkan ketergantungan kepentingan yang menciptakan praktik-praktik korupsi.
Adanya data dari Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasasan Korupsi terkait dengan raja-raja kecil di daerah yang menggerogoti uang rakyat menunjukkan bahwa korupsi sudah sangat luar biasa. Aparat penegak hukum diharapkan selalu siaga untuk melakukan penegakan hukum bagi para koruptor.
Keseriusan dan integritas yang tinggi dari aparat penegak hukum kita harapkan dalam pelaksanaan dengan melakukan penindakan. Peran serta masyarakat akan terus bersinergi dengan para aparat penegak hukum sangat perlu untuk disinergikan.
Penegakan hukum sangat diperlukan untuk secepatnya dilaksanakan, karena dapat dilihat sekarang ini sangat lemahnya penegak hukum dalam menegakkan hukum di tengah-tengah masyarakat. Diharapkan para penegak hukum dapat bekerja dengan sungguh-sungguh dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi yang sudah menjadi kejahatan luar biasa.
Jadikanlah hukum itu always, kapan saja, siapa saja dan di mana saja. Khususnya dalam tindak pidana korupsi diharapkan KPK, kepolisian, kejaksaan dan masyarakat bersinergi melakukan kerja sama dalam hal memberantas tindak pidana korupsi.
Penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi harus segera dijalankan, jangan ditunda-tunda lagi, karena melihat kondisi pelaku korupsi terus meningkat walaupun hukuman yang diberikan sudah maksimal. Peran masyarakat diharapkan dapat bersinergi dengan para penegak hukum. Aparat penegak hukum siapkan segala hal untuk berburu koruptor di daerah. Perburuan untuk menangkap para koruptor di daerah harus terus dijalankan secara masif. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan uang negara dan dengan itu tidak ada lagi para koruptor yang mencuri di piring orang miskin.
Penulis, rohaniawan Katolik, tinggal di Bandung