Antara Messi, Mbappé dan Sambo di Lingkaran ‘Piala Dunia Qatar 2022’

Kons beo5

Oleh P. Kons Beo, SVD

Kini dari semuanya, hanya ada satu nada dasar. Itulah yang tengah dilebarpanjangkan. Hendak jadi satu orkestrasi musik permainan gemulai. Namun harus cantik dan penuh daya juang. Di situ, segalanya hanya terarah pada muara tunggal harapan. Kemenangan mesti diraih. Dan itu harus. Juara dan menggondol World Cup – Piala Dunia, memanglah jadi satu keharusan!

Bacaan Lainnya

Messi dkk pasti lagi berpikir serius. Bagaimana harus hempaskan Mbappé di laga final? “Di Paris Saint-Germain bolehlah kita se-klub, Bro! Tapi soal bela tanah air? Tak ada pilihan lain! Kita punya gawang berlawanan.” Inilah momentum telak. Messi mesti buktikan pada dunia, pun pada si Mbappé itu: Who is the best in the PSG and even around the world?

Dan yang sama pun  tentu ada di benak Mbappé. Bagaimana sekiranya dari hasil final yang segera berlangsung ini, jagat raya bakal akui Les Bleus penuh decak kagum. Sejarah baru mesti tercipta. Jadi negara pertama yang bisa pertahankan titre coupe du monde. Era Messi mesti dipastikan ditutup di laga final itu. Dan seorang raja baru mesti dimahkotai  segera. Semuanya di Lusail Stadium di Minggu malam, 18 Desember 2022.

Di sudut lain? Mari menelisik aura sengit dukung-mendukung. Sentimen idolatrik sudah terbungkus dalam rasa patriotrik yang kental. Dan itu tak terhindarkan. Sungguh keterlaluan, sekiranya un argentino mesti dukung Les Bleus. Pun sebaliknya untuk un franҫais yang dukung tim Tango. Pengkhianatan terhadap negeri.

Dalam pada itu, dunia pun sudah terpecah-pecacah dalam dua blok fans. Walau pasti tetap ada yang memang ‘mati rasa’ dengan dunia si kulit bundar. Tapi jangan lupa! Yang ‘baingao bin buta knop’ dengan bola, tak berarti bebas murni dari pengaruh Piala Dunia. Setidaknya, sudah ada bandar taruhan di segala level. Di sudut-sudut terpencil pun ada.

Tak usah ditutup-tutupilah. Malam 18 Desember 2022, tak boleh cuma dihitung sebatas ‘baku sikatnya’ Argentina vs Prancis di Final Piala Dunia. Sebut saja bahwa momentum ini juga sebagai ‘perayaan judi sejagat.’ Orang-orang sudah pada taruhan. Adu keberuntungan. Walau, ada risiko penuh nyonyor sekiranya kalah yang berujung sial, tentunya.

Laga final ini tentu ‘sedikit curi perhatian’ khalayak. Bisa saja sudah jadi tema utama di kantor, sekolah, tempat kerja sama, atau di perkumpulan mana saja. Bisa jadi pula, nantinya umat segera lupa akan inti homili pastor di misa hari Minggu IV Adventus, 18 Desember ini. Apalagi bila tema homilinya terasa berat.

Pastor yang ‘gila bola ngeri mati punya’ pun bisa-bisa saja tak konsen siap kotbah. Wah, ini mungkin bayangan yang keterlaluanlah! Yang lagi siap koor natal, terutama nyong-nyong OMK, misalnya, tentu tak luput dari aura partai puncak ini. “Mo bilang apa sudah?”

Ketika Messi dkk dan Mbappé dkk lagi diskusi seru dengan rekannya masing-masing, di hari-hari ini Tim Sambo pun lagi berpikir dan atur strategi demi beradu terus  di arena pengadilan. Brigadir Josua adalah ‘bola mati.’ Namun, bukankah ‘bola mati’ itu nyatanya mesti dibangkitkan kembali dan  harus dimainkan terus? Mesti dipastikan dan jelas: Bagaimana hikayatnya sampai ia mesti jadi ‘bola mati.’ Apa, siapa, serta bagaimana sesungguhnya  di balik semuanya itu?

Lihatlah! Di lapangan pengadilan, Sambo masih berusaha untuk tampak tegar. Iya, masih berusaha tampak ‘keras dan rasa masih punya kuasa.’ Masih ada tacling-tacling-nya berbekal mantan jendral bintang dua itu. Namun, bukan kah semuanya itu mudah dihadang para penantangnya?

Tataplah pula Ibu Putri Candrawati. Di hari-hari ini, tampak sembab dan keletihan. Bagai candra tertutup awan gemawan. Menjadi striker andalan Tim Sambo memang tak gampang. Masuki ‘stadion pengadilan’ sepertinya tak berbekal spirit kemenangan. Tanpa gairah. Sebatas percaya diri  yang gemetaran. Namun  harus dipaksakan.

“Bergerak sana-sini tembusi pertahanan lawan bukan perkara gampang, Ibu.” Tak mudah untuk  tiba pada gawang para hakim. Demi hanya pastikan untuk satu gol kemenangan nantinya! Tak mudah memang.

“Bagaimana harus menang, Ibu, jika di putaran final pengadilan nyata-nyata sungguh mati gaya hanya  dengan teknik andalan: ‘saya lupa, saya tidak tahu, dan saya sedang tidak enak badan‘?

Dan di hari-hari hanya ada tangis keluh menyayat di hati Sambo. Sungguh terasa perih. Tak terkirakan. “Justice Collaborator”  si Bharada Eliezer itu, tentu bagi Sambo dan Ibu Putri, adalah titik empedu paling pahit. Dan itulah yang mesti diteguk. Tim Sambo dan segala arahan awal yang rapih dan tertata harus jadi kocar-kacir dan berantakan.

Strategi boleh diracik. Penguasaan bola boleh di atas 50 %. Serangan demi serangan boleh dibangun, toh itu tadi, kuasai dan memenangi meja palu hakim nantinya, bukanlah perkara mudah. Dewan hakim yang mulia itu tentu tak ingin cuma disapa ‘mulia.’

Para hakim itu pun lagi berjuang untuk bermulia hati yang seharusnya. Yang berdiri di atas batu karang kebenaran. Mereka lagi pastikan bahwa di arena sidang haram hukumnya untuk tembang “dunia ini panggung sandiwara. Ceritanya mudah berubah.”  Sekiranya Dewan Hakim itu rasa tak sabaran untuk membentak setengah tanya, “Mengapa kita bersandiwara?”

Tetapi, bagaimana pun kebenaran tetaplah kebenaran! Tim Sambo, di hari-hari ini, tengah bertarung dalam kesendiriannya. Tak utuh lagi seperti yang dibayangkan. Setidaknya, itu yang terbaca dari ‘kemarahan dan tak nyamannya Bharada Eliezer yang terpenjara dalam hidup.’ Dan ia ingin akhiri semuanya. Di dalam batin nan ceriah. Eliezer memang semula diam dan berkelit. “Namun senyum” dan arwah kakanda dan sahabatnya Brigadir Josua itu, “tetap mengikuti…”

Oh iya, mari kembali pada ke laptop si Messi dan Mbappé. Argentina dan Prancis, berikut dengan masing-masing fans beratnya, lagi siap-siap menuju hari Final di Lusail Stadium itu. Sebab di situ, semuanya mesti berakhir. Di situ, aura sorak-sorai atau tangisan sedih bakal jadi satu keharusan. Tak terhindarkan.

Itulah juga wajah diri kita. Manusiawi dan memang seperti itu sudahlah. Sedih dan gembira, tegar dan rapuh, menang dan kalah adalah keseharian yang membungkus keinsanian.

Entah Messi dkk ataukah Mbappé dkk yang nantinya akan bereforia  dalam nostalgia Ferddie Mercury Queen, “We are the champions, my friends and we’ll keep on fighting till the end…. No time for losers. ‘Cause we are the champions of the World,?

Wah, sekiranya Tim Sambo masih teringat Group Musik Armada? Dan saling bertanya di antara mereka, “Mau dibawa ke mana hubungan kita? Ku tak akan terus jalani. Tanpa ada ikatan pasti…” Toh, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat sudah pada pergi. Untuk selamanya. Iya, sejak Jumat, 8 Juli 2022 itu.

Verbo Dei Amorem Spiranti

Penulis, rohaniwan Katolik, tinggal di Roma

Pos terkait