(Satu catatan ringan tentang pariwisata NTT)
Oleh P. Kons Beo, SVD
Bagai Guntur Di Siang Bolong?
Di hari-hari sebulan belakangan ini nama A. Bakri HM sekian santer di jagad NTT. Betapa tidak? Pernyataannya tentang dunia pariwisata NTT sungguh geger menggelegar.
Pada Rapat Dengar Pendapat (RPD) dengan Dirjen Cipta Karya dan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Selasa 26 Januari 2021, A. Bakri, anggota Komisi V DPR RI, angkat bicara. “Saya kemarin diajak oleh teman-teman Komisi V kunjungan ke NTT. Tidak ada yang istimewa bu di sana, paling yang istimewa itu komodonya saja,” katanya,
Untuk kata-kata model begini, bagi sebagian besar warga NTT, namanya “cari hal yang tidak perlu.” Kata-kata dari seorang anggota DPR RI yang terdengar ‘hanya mo umpan emosi.’
Lebih di atas rata-rata, reaksi tak nyaman di hati dapat terbaca. Bakri dinilai rupanya hanya tidur di kamar hotel. Tidak jalan-jalan keliling NTT. Pengetahuan Bakri tentang dunia pariwisita NTT pun digugat. Dia dinilai tidak obyektif. Bagaimana mungkin seorang wakil rakyat level tertinggi tak tahu menahu kondisi terkini pariwisata NTT?
Malah, ada nada penuh curiga terungkap. Jangan-jangan A. Bakri juga tak tahu kalau di NTT ada hotel yang pernah didaulat sebagai hotel terbaik di dunia?
Sekian gelapkah informasi tentang pariwisata NTT di kepala A. Bakri? Ada 13 anggota legislatif RI asal NTT di Senayan. Termasuk si Ahmad Yohan dari PAN-NTT. Rupanya A. Bakri kurang ada pdkt dengan sesama anggota dewan terhormat asal NTT. Tetapi sudahlah, tidak ada yang istimewa, paling yang istiwewa itu komodo saja paling tidak sudah menyentak dunia pariwisata NTT.
Tak Hanya Komodo
Serangan A. Bakri ternyata efektif. Memang semula, ada nada kecemburuan pembangunan. Pantai-pantai di Jambi pun indah. Tak kalah menariknya. Namun, minat besar pemerintah pusat untuk Labuan Bajo telah ditetapkan: sebagai salah satu destinasi pariwisata super premium di tanah air.
Sebagai anggota wakil rakyat, dapat dipahami kalau A. Bakri mesti berpihak pada daerah pemilihannya. Bukankah di kesempatan RDP itu Bakri juga berjuang untuk buktikan kepada pemerintah betapa ada sekian banyak destinasi pariwisata istimewa di Jambi?
Disentil A. Bakri yang istimewa komodo saja ternyata bangkitkan gelora pariwisata NTT yang semakin menggebu-gebu. Sekurang-kurangnya litania nama-nama lokasi pariwisata NTT dibangkitkan.
Mungkin saja ada orang NTT sendiri yang tak pernah tahu Kampung Melo, laguna Weekuri, kampung adat Ratenggaro, kampung adat Bena dan Wogo, atau tempat-tempat pariwisata lainnya, selain Waerebo dan Taman Nasional Kelimutu karena memang telah tenar dan dikenal luas.
Ini belum lagi kalau bicara tentang adat istiadat dan seni serta atraksi budaya NTT yang sungguh mengandung umpan pariwisata.
Antara Rasa Puas Dan Jebakan Pariwisata
Tak perlu ramai-ramai lagi bahwa A. Bakri mesti didamprat terus. Beliau sudah minta maaf. Dan pasti sudah dipahami pula argumentasinya. Bagaimanapun sentilannya telah mengguncang pariwisata NTT. Tak perlulah kita ajak beliau untuk bersafari keliling seluruh NTT. Hanya untuk meyakinkan beliau betapa alam NTT itu luar biasa bagai pelangi di angkasa Nusantara.
Di saat outsiders (pihak luar) ungkapkan kekagumannya pada alam NTT, barangkali saja hal itu serasa biasa-biasa saja, atau setidaknya hidung sedikit tidaknya mengembang.
Tetapi puja-puji seperti itu bisa saja tak membawa semangat atau daya dorong baru untuk lebih berkembang. Kita bisa tertahan sebatas rasa puas. Pengakuan akan alam NTT yang elok rupawan tentu menantang akan sekian banyak hal di baliknya.
Mari kita lebarkan sedikit diskursus A. Bakri sebatas si komodo itu. Pariwisata NTT ternyata tidak hanya komodo. Masih terlalu banyak destinasi pariwisata lainnya “yang terlalu ambil dan tidak ada obatnya memang.” Tetapi Pariwisata NTT bukan hanya si varanus itu. Juga tak sebatas segala panorama indah mempesona di penjuru Flobamora tercinta ini. Dunia pariwisata terlalu jauh dan luas jangkauannya. Apalagi berkenaan dengan interaksi sosial, baik lokal hingga pada level manca negara.
Pada tatanan praktis, mari bicara dan bertindaklah seputar sampah, air bersih, keasrian lingkungan, ketepatan waktu, sarana, kuliner, para guide yang berbobot. Ini belum lagi kalau harus bicara soal keamanan dan kenyaman, karena ini amat berhubungan dengan sikap dan perilaku manusia.
Biarlah cukup komodo saja yang buat para pengunjung ekstra waspada dan penuh awas demi kenyamanan, dan bukannya lingkungan atau perilaku yang tak bersahabat dan tak memberikan rasa nyaman. Andaikan NTT tak sekian siap maksimal dengan segala hal ikhwal ini, bukankah segala tawaran menuju NTT untuk perjalanan pariwisata hanyalah sebuah jebakan?
Mari ramai-ramai kita ucapkan limpah terima kasih pada Bapak A. Bakri HM. Warga NTT mesti membacanya dari sisi lain dari pernyataannya. Setidak-tidaknya, beliau telah memaksa kita untuk berpacu dan bangkit dalam dunia pariwisata. Atau setidak-tidaknya, karena A. Bakri, warga NTT tetap teringat akan paket Victory-Joss yang telah didaulat jadi 01 dan 02 NTT (2018-2023) dengan salah satu gebrakannya: Meningkatkan Pembangunan Pariwisata Dalam Rangka Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Tentu dengan berujung pada muara harapan: Mewujudkan NTT Bangkit Menuju Masyarakat Sejahtera.
Akhirnya, saya sendiri yakin Pak Gubernur Viktor dan Bapak Josef Nae Soi, Pak Wagub NTT, sudah sampaikan salam terima kasih buat Bapak A. Bakri HM. Salam NTT untuk Jambi, salam sebangsa dan setanah air. (*)
Verbo Dei Amorem Spiranti
Collegio San Pietro-Roma