TAMBOLAKA KABARNTT.CO—Satgas Pencegahan Covid-19 Sumba Barat Daya (SBD), Jumat (12/3/2021), mendatangi DPRD SBD meminta klarifikasi terkait tuduhan memproyekkan hasil rapid antigen.
Tuduhan itu dipublikasikan dua media online, Rabu (10/3/2021) lalu. Dalam berita itu, ada pernyataan Wakil Ketua II DPRD SBD, Maximus Kaka, dan Wakil Ketua I H. Syamsi P. Golo yang menyebut dugaan memproyekkan hasil pemeriksaan rapid antigen itu.
Rombongan Satgas dipimpin langsung Kepala Dinas Kesehatan, drg. Yulianus Kaleka, dan Ketua Pelaksana Harian Posko Satgas, Mathias Jenga. Turut serta dalam rombongan itu Sekdis Kesehatan, Yuliana Dapawando, beberapa dokter Satgas, anggota Satgas yang dari unsur TNI/Polri, Pol PP, petugas kesehatan, staf Kominfo dan beberapa awak media.
Rombongan Satgas diterima Ketua DPRD SBD, Rudolf Radu Holo, Wakil Ketua 1 H. Syamsi P. Golo, Ketua Komisi, C Hery Pemudadi, Sekretaris Dewan, Yeremia Tanggu, angota DPRD Abdul Haris Nasution, Lodowik Lendu dan Gideon Bulu.
Kadis Kesehatan, Yulianus Kaleka, membeberkan sejumlah persoalan yang disoroti dalam pemberitaan itu. Di antaranya hasil rapid antigen yang menjadi polemik sehingga meresahkan masyarakat, kasus Rumah Makan Dapur Sumba dan Rumah Makan Dulu yang heboh dengan adanya informasi bahwa Satgas melakukan intimidasi, kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan yang masih rendah dan kondisi RS Karitas yang terbatas ruang inapnya sehingga kasus positif Covid semakin meningkat akan menjadi persoalan baru yang dihadapi oleh SBD.
Selain permasalahan tersebut, ada pernyataan Wakil Ketua II DPRD SBD yang sangat keras kepada Satgas Covid-19/SBD, sehingga tim Satgas datang untuk meminta klarifikasi dan minta jika ada data-data tentang penyelewengan Tim Satgas terkait hasil rapid antigen yang dikeluarkan dan dijadikan proyek untuk memperkaya diri agar ditindaklanjuti.
Ketua DPRD, Rudolf Radu Holo, menanggapi dengan minta laporan perkembangan Covid di SBD, dan penjelasan masalah perbedaan hasil rapid antigen antara posko dengan rumah sakit.
“Masalah pemberitaan di media agar kita harus berhati-hati, karena sangat sensitive. Ini bukan persoalan di Indonesia saja tetapi ini masalah aturan yang dikeluarkan oleh WHO guna memutus mata rantai penyebaran virus corona,” ungkapnya.
Lebih lanjut Rudolf minta agar pers juga turut mendukung kerja Satgas Covid, karena jika Satgas sampai mengundurkan diri, maka akan membuat masalah bertambah besar dan memusingkan penanganan Covid di SBD.
“Jika ada kritik saran buat Satgas agar disampaikan disertai dengan solusinya, sehingga kita bisa mencapai tujuan bersama untuk mencegah dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Mereka juga manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kelengahan,” jelasnya.
Sementara Wakil Ketua 1 DPRD, H. Syamsi P. Golo, minta agar ada penjelasan masalah positif dan reaktif dari hasil swab rapid antigen. Istilah-istilah kesehatan perlu dipublikasikan, sehingga masyarakat tidak pesimi atau ketakutan.
Syamsi juga menanyakan untuk mencegah adanya human error (alat yang bermasalah), apakah dibolehkan melakukan pemeriksaan rapid antigen secara bersamaan dengan menggunakan alat yang berbeda.
Syamsi juga menanyakan beberapa penanganan jenazah yang dilakukan penguburan secara protokol Covid, tetapi menunggu hasil swab rapid antigen yang membutuhkan waktu lama. Juga apakah ada metode 3T testing, tracing dan treatmen (pengujian, penelusuran dan perawatan) sehingga ada kecenderungan kasus covid melandai.
“Coba dilakuan lagi 3 T itu untuk mendapatkan data riil, sehingga dapat diketahui perkembangan covid yang tepat di SBD,” kata Syamsi.
Menyangkut pernyataan yang dimuat di salah satu media online, Syamsi mengatakan, terlepas dari kritik baik itu datang dari lembaga maupun masyarakat, perlu kita dengar dan kita respon. Jangan juga apriori untuk perbaikan kita ke depan. Apa yang disampaikan adalah perkembangan yang terjadi di masyarakat, hanya mungkin cara merespon yang terlalu berlebihan sehingga mengeluarkan pernyataan yang tidak berdasarkan data. Apalagi sudah menyinggung personal sekalipun tidak menyinggung nama, tetapi sudah membuat teman-teman di tim ini sedikit terganggu.
“Apalagi dianggap ini proyek, memperkaya diri dan sebagainya. Saya yakin sudah mengganggu psikologis teman-teman. Oleh karena itu secara kelembagaan kami minta maaf atas pernyataan saudara kami terutama dari wakil ketua II yang sudah menyampaikan itu sehingga tidak menimbulkan persoalan yang berkepanjangan. Harapan saya agar kita saling maklumi tentang apa yang disampaikan itu, yang kemungkinan bahwa dari hasil pemikiran liar yang disampaikan oleh masyarakat yang berkembang, sehingga kemudian luapan itu dia sampaikan,” ungkap Syamsi menjelaskan.
Dirinya juga mengakui terlibat pernyataan itu, walaupun pernyataannya datar-datar saja. “Mudah-mudahan tidak menyakiti, kalaupun juga menyakiti saya minta maaf. Saya lebih kepada hal-hal yang mungkin kita berpikir secara bijak di dalam menanggapi peroslan ini,” kata Syamsi.
Menanggapi penjelasan tersebut, Ketua DPRD, Rudolf Radu Holo, tidak setuju jika lembaga DPRD SBD harus meminta maaf, karena itu bukan pernyataan resmi lembaga DPRD atas tim Satgas Covid-19 SBD.
“Kita belum bisa minta maaf karena Wakil Ketua 2 yang mengeluarkan pernyataan, tidak hadir saat ini. Bisa saja dia mempunyai alasan dan data yang akurat,” kata Holo.
Sebaliknya, Kadis Kesehatan yang juga Juru bicara Satgas Covid, drg. Yulianus Kaleka,, menanggapi pernyataan Wakil Ketua 1 meminta agar permohonan maaf DPRD SBD dipublikaskan juga di media.
“Mengingat pernyataan oleh Wakil Ketua 2 sudah viral di media, kalau boleh penyampaian permohonan maaf juga dilakukan lewat media,” kataYulianus Kaleka.
Dipantau media ini, rapat untuk mempertemukan Satgas Covid dengan DPRD SBD ini tidak memperoleh hasil yang diinginkan. Karena Wakil Ketua II DPRD, Maximus Kaka, tidak hadir.
Dalam itu pimpinan DPRD dan Ketua Komisi C hanya membahas hal-hal teknis terkait kegiatan Satgas di lapangan, yang dijawab secara lengkap dan jelas oleh tim Satgas Covid. (ota)