Respon Terhadap Dirut Bank NTT, Fraksi Golkar Sebut Masih Ada Masalah di Bank NTT

hugo kalembu2

KUPANG KABARNTT.CO—Fraksi Golkar DPRD NTT memberi tanggapan terhadap pernyataan Dirut Bank NTT, Alex Riwu Kaho, bahwa Pandangan Umum Fraksi Golkar DPRD NTT terkait kredit macet keliru.

Dalam rilis resmi Fraksi Golkar DPRD NTT, Sabtu (20/11/2021), yang ditandatangani Ketua Fraksi, Hugo Rehi Kalembu dan Sekretaris Mohammad Ansor, Fraksi Golkar memandang perlu menanggapi pernyataan Alex Riwu Kaho sebagaimana dilansir media online kriminal.co tanggal 16 November 2021.

Bacaan Lainnya

Alex mengatakan bahwa kredit macet PT. Budimas Pundinusa dan pembelian MTN PT SNP sudah diselesaikan.

Hugo mengatakan, Fraksi Golkar menunggu beberapa hari menanti  klarifikasi Alex Riwu Kaho terkait pernyataannya yang dinilai Fraksi Golkar tidak benar. Nyatanya sampai dengan hari ini, Alex tidak melakukan klarifIkasi. Itu berarti pernyataannya di media online kriminal.co dianggap benar.

Fraksi Golkar DPRD NTT dalam rilisnya menyebutkan bahwa  Pandangan Umum Fraksi Golkar merujuk pada hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT.

Menurut Fraksi Golkar, baik pada masalah kredit macet PT Budimas Pundinusa maupun pada kasus Pembelian Medium Term Notes pada PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (MTS PT NSP), ada dua aspek yang disoroti Fraksi Partai Golkar dalam Pemandangan Umumnya.

Pertama, aspek potensi kerugian Bank NTT. Kedua, aspek indikasi pelanggaran hukum akibat ketidakpatuhan terhadap SOP mitigasi risiko pada Bank  NTT.

Terkait masalah kredit macet pada PT Budimas Pundinusa, menurut penjelasan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rapat dengar pendapat  dengan Komisi III tanggal 15 November 2021 tentang take over kredit Bank Artha Graha Kantor Pusat sebagai berikut:

  1. Sesuai hasil pengawasan OJK betul ada
    kredit macet sebesar Rp 100 miliar pada PT Budimas
    Pundinusa yang dapat dirinci sebagai berikut :
    Tahap I, pemberian kredit sebesar Rp 32 miliar yang
    merupakan take over kredit Bank Artha Graha kantor pusat.
    Tahap II, berupa tambahan kredit investasi sebesar Rp
    20 miliar untuk pembibitan dan penggemukan ternak.
    Tahap III, berupa tambahan kredit modal kerja sebesar Rp 48 miliar untuk kegiatan antar pulau ternak.
  2. Ada kelemahan dalam tata kelola pengurusan kredit, yaitu evaluasi  terhadap kondisi debitur tidak memadai. Core bisnis PT Budimas  Pundinusa adalah Usaha Penyediaan Layanan Proteksi Kebakaran dan Tanggap Darurat Terintegrasi.
  3. Penambahan fasilitas kredit tidak didasarkan pada prinsip kehati-hatian melalui sebuah analisis yang cermat, yaitu pembibitan, penggemukan dan antar pulau ternak.

Menurut Fraksi Golkar, dari uraian tersebut di atas jelas ada potensi kerugian Bank NTT sebesar Rp 100 miliar dan juga ada indikasi pelanggaran hukum dalam proses pemberian kredit yang harus dijernihkan demi kredibilitas Bank NTT.

“Tanggapan Gubernur terhadap Pemandangan Umum Fraksi Golkar
pada tanggal 16 November 2021 menegaskan, bahwa masalah kredit macet PT Budimas Pundinusa sudah selesai karena Bank NTT sudah melakukan pelelangan agunan PT Budimas Pundinusa yang berlokasi di Mataram Nusa Tenggara Barat. Akan tetapi pada tanggal 15 November 2021, melalui koran Timor Express, justru Bank NTT mengumumkan panggilan menghadap kepada 211 debitur bermasalah. PT Budimas Pundinusa adalah debitur nomor urut 1 dari 211 debitur yang dipanggil menghadap Bank NTT tersebut di atas. Menjadi pertanyaan publik, bagaimana mungkin Bank NTT masih memanggil PT Budimas Pundinusa, untuk menghadap menyelesaikan hutangnya paling lambat tanggal 26 November, padahal agunannya sudah selesai dilelang sesuai tanggapan gubernur tanggal 16 November 2021 dan masalahnya dinyatakan selesai tuntas?  Fraksi Golkar dan publik justru ingin mendapatkan penjelasan dari Dirut Bank NTT,” beber Fraksi Golkar dalam rilisnya.

Hal lain terkait pembelian Medium Term Notes PT Sunprima Nusantara Pembiayaan  (MTN PT SNP).

Pemandangan Umum Fraksi Golkar yang berhubungan dengan
pembelian MTN PT NSP didasarkan pada LHP BPK yang menemukan adanya potensi kerugian Bank NTT sebesar Rp 50 miliar karena PT SNP sudah dinyatakan pailit dan kegiatan usahanya dibekukan oleh OJK, tidak berselang lama setelah terjadi transaksi pembelian MTN PT SNP oleh Bank NTT.

Selain itu BPK juga menemukan bahwa proses pembelian MTN PT SNP tidak didahului due diligence atau uji tuntas, yaitu proses identifikasi, verifikasi, pengumpulan informasi dari pelbagai pihak dan pemantauan langsung untuk memastikan keberhasilan investasi.

“Pembelian surat berharga pihak ketiga non bank tidak ada dalam Rencana Bisnis Bank NTT tahun 2018, serta prosesnya sangat cepat. Ada indikasi pelanggaran SOP yang berhubungan dengan mitigasi
risiko yang harus dijernihkan oleh aparat pemegak hukum agar duduk perkara menjadi terang benderang,” demikian rilis Fraksi Golkar.

Menurut Fraksi Golkar, Dirut Bank NTT telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dan sudah dimuat pada portal BPK. Hal itu adalah proses administrasi yang seharusnya demikian, tetapi tidak serta merta menyelesaikan potensi kerugian Bank NTT sebesar Rp 50 miliar dan menghentikan upaya penjernihan indikasi pelanggaran SOP yang bisa berujung pada masalah hukum, seperti yang ditemukan oleh BPK.

“Jadi  masalah masih tetap ada dan masalah tidak selesai seperti yang disampaikan oleh Dirut Bank NTT,” demikian Fraksi Golkar dalam rilisnya. (np)

Pos terkait