KUPANG KABARNTT.CO—Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT serius, kritis dan bijak membahas rencana Pemerintah Provinsi NTT meminjam dana Rp 1,5 triliun untuk sejumlah item pembangunan di NTT.
Seperti diketahui Pemprov NTT mengajukan pinjaman sebesar Rp 1,5 triliun dari PT SMI tahun 2021. Pinjaman dicicil selama 8 tahun dengan nilai cicilan Rp 167 miliar per tahun untuk pokok ditambah bunga sebesar 6,19 persen/tahun.
Rencananya pinjaman ini digunakan untuk pembangunan infrastuktur sebesar Rp 1,003 triliun dan Rp 457 miliar untuk investasi pada sektor pertanian, perikanan dan kelautan, peternakan, dan kehutanan.
Jangka waktu pengembalian 8 tahun dengan bunga sebesar 6,19 persen/tahun ini memicu polemik antara Pemprov NTT dan DPRD NTT.
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, dalam pertemuan dengan Mendagri Tito Karnavian, Kamis (3/6/2021), di Aula El Tari Kantor Gubernur NTT, meminta dukungan Mendagri terkait pinjaman ini.
Sebelumnya ketika meresmikan Kantor Inspektorat Provinsi NTT sebelum acara dengan Mendagri, Gubernur Viktor menegaskan, “Pinjaman daerah itu setujunya DPRD bersama Pemprov (Pemda). Setelah itu tidak cukup, dia akan menuju kepada persetujuan Mendagri dan Menteri Keuangan. Setelah mereka setuju barulah pinjaman itu diproses.”
Inche Sayuna, Wakil Ketua DPRD NTT, merespon niat Pemprov NTT ini dengan mengatakan, DPRD NTT sejauh ini masih membahas rencana pinjaman itu.
Pasalnya, kata Inche kepada kabarntt.co, Sabtu (5/6/2021), mulanya Pemprov menjelaskan kepada Dewan bahwa pinjaman itu tanpa bunga. Karena tanpa bunga, maka DPRD menyetujui rencana pinjaman itu.
“Ternyata dalam perjalanan pinjaman itu dengan bunga yang sangat memberatkan, yakni 6,19 persen/tahun. Karena berbeda dari rencana semula tanpa bunga, dan sekarang dengan bunga tentu kita masih omong dulu,” kata Inche, yang juga Sekretaris DPD I Golkar NTT ini.
“Kami di DPRD sedang berproses. Komisi III sudah mengundang dan mendengarkan analisa dari pakar ekonomi, pakar akuntansi dan pakar hukum. Komisi III juga sudah memanggil mitra pemerintah untuk didengarkan pikirannya terkait rencana pinjaman tersebut, bagaimana kemampuan daerah serta skenario pengembalian utangnya,” tambah Inche.
Berdasarkan masukan dan telaah berbagai aspek itu, jelas Inche, Komisi III akan membuat rekomendasi yang dibawa ke Badan Anggaran untuk dilaporkan dan selanjutnya pikiran-pikiran DPRD akan disampaikan kepada pemerintah.
Inche mengatakan, pemerintah dan DPRD punya komitmen yang sama untuk mendorong percepatan pembangunan di NTT. Namun demikian, dalam fungsi pengawasan Dewan mempunyai tanggung jawab untuk mengingatkan dan mengontrol pemerintah agar kebijakan yang diiringi dengan niat baik ini tidak salah dan tidak menjadi persoalan hukum di kemudian hari.
“Untuk itu DPRD sangat serius dan teliti membahas rencana pemerintah ini. Sebab ada banyak aspek yang mesti dikaji sungguh-sungguh, teristimewa menyangkut DSCR (Debt Service Coverage Ratio/Rasio Cakupan Utang). Ratio Cakupan Utang adalah rasio yang mengukur kemampuan daerah untuk membayar utang lancar. Semua ada rujukan hitungannya yang diatur dalam regulasi,” tandas Inche, yang sudah beberapa periode menjadi anggota DPRD NTT ini.
Sebelumnya, pada Senin (31/5/2021) lalu Komisi III DPRD NTT mengundang tiga pakar untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan terkait pinjaman itu. Tiga pakar itu yakni Dr. John Tuba Helan (pakar hukum), Fridz Fanggidae (pakar ekonomi) dan Bibiana Rere (pakar akuntansi).
Dalam diskusi tersebut mengemuka kesimpulan bahwa dari analisa ekonomi jika pinjaman tersebut dipaksakan, maka APBD NTT akan sangat terganggu. Karena pembiayaan bunga pinjaman akan ditanggung oleh APBD jika skenario investasi tidak menghasilkan keuntungan. (den)