KEFAMENANU KABARNTT.CO—Persatuan Mahasiswa Biboki (PERMABI) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Rabu (17/11/2021), melakukan aksi demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri TTU.
Dalam aksi tersebut, PERMABI membawa beberapa tuntutan untuk penyelesaian beberapa kasus dugaan korupsi di TTU yang sudah dihentikan proses penyelidikannya (SP3).
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan di hadapan Kajari TTU, Roberth J
Lambila, SH.MH, terdapat beberapa point tuntutan antara lain :
- Mempertanyakan kinerja Kejari TTU terkait korupsi dana DAK 2008, 2010 dan 2011, dana pilkada tahu 2010, dana padat karya pangan (PKP) 2011-2014 dan kasus Bedah Rumah Tidak Layak Huni (BERARTI).
- Mendesak Kejari TTU untuk segera menyelesaikan kasus-kasus sebagaimana yang tertera pada point 1.
- Meminta dengan tegas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menanggapi kasus-kasus yang mengendap di TTU.
- Memberi deadline waktu satu minggu ke depan untuk mengusut tuntas kasus-kasus di atas.
PERMABI juga menegaskan bahwa jika dalam deadline waktu satu minggu tuntutan mereka tidak diakomodir, mereka akan kembali melakukan demonstrasi besar-besaran dengan jumlah massa yang lebih banyak.
Menanggapi tuntutan PERMABI, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) TTU, Roberth J. Lambila, SH.MH, menuturkan terkait beberapa kasus yang dituntut oleh PERMABI telah dilakukan SP3 oleh penyidik terdahulu sebelum dirinya bertugas sebagai Kajari TTU.
“Untuk kasus DAK 2010 dan dana hibah Pilkada 2010, tim penyidik kejaksaan terdahulu telah mengeluarkan SP3 karena tidak ditemukan adanya indikasi korupsi,” ungkap Roberth.
“Walau demikian, jika teman-teman Permabi menemukan bukti baru dari kasus tersebut bisa diinformasikan ke pihak kejaksaan untuk dilakukan telaahan ulang,” sambungnya.
Terkait program Berarti, Roberth menjelaskan, saat dirinya bertugas sebagai Kajari di TTU ia telah melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait di antaranya Kepala Dinas PRKPP, PPK dan suplier untuk dimintai keterangan karena sesuai hasil pemantauan di lapangan progres dari program ini baru mencapai sekitar 30 %.
“Untuk program Berarti belum ditemukan adanya indikasi korupsi karena semua dana belum diterima pihak suplier. Dananya masih ada di rekening KMPS. Atas berbagai pertimbangan, terutama dari asas kemanfaatan hukum kita tidak mengambil langkah hukum, karena jika ditempuh langkah hukum maka semua proses pembangunan rumah harus dihentikan dan tentu yang merasakan dampaknya adalah masyarakat kita,” urai Roberth.
Terkait program Padat Karya Pangan (PKP), Roberth menjelaskan, pihaknya sementara ferus melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari pihak-pihak yang berkompeten dalam program tersebut.
“Terkait Program PKP kami sudah mengambil keterangan dari 54 orang yang berkompeten dalam kasus ini. Masih ada lagi sekitar 2000 orang yang harus dimintai keterangan, karena program ini melibatkan begitu banyak komponen masyarakat di desa, mulai dari kepala desa, kelompok tani dan masih banyak lagi unsur terkait yang lain,” tutup Robert. (siu)