Oleh Frans Sarong
Hari sudah jelang malam ketika mobil yang ditumpangi berhenti di mulut kampung. Nyaris tak terdengar kesibukan atau suara warga. Apalagi tawa ria. Terasa hening. Angin pun seperti berhenti berembus. Sejumlah warga yang dijumpai masih dengan wajah duka. Dan, kedukaan terasa menusuk ketika menyaksikan warga silih berganti mendatangi gundukan tanah yang belum sepenuhnya kering. Gundukan tanah kuburan massal 53 dari 56 korban meninggal.
Setiba di sana mereka menyalakan lilin. Lalu menunduk sambil khusuk berdoa. Tak sedikit terlihat sambil menyeka air matanya. Karena warga terus berdatangan dengan ujud sama, maka terbentuklah tegakan lilin menyala mengelilingi gundukan tanah itu hingga terbentuk mirip pukat cincin. Maka jadilah “1000 Lilin Duka di Nelelamadike”.
Itulah penggalan kesaksian ketika mengunjungi perkampungan atau Desa Nelelamadike, Sabtu (17/4/2021). Nelelamadike adalah satu dari 21 desa di Kecamatan Ile Boleng. Sementara Ile Boleng sendiri adalah satu dari delapan kecamatan di Pulau Adonara, atau satu dari 19 kecamatan di Kabupaten Flores Timur (Nusa Tenggara Timur/NTT).
Kunjungan pada Sabtu itu sebenarnya sudah hari ke 13 setelah puncak badai siklon tropis seroja berlalu. Atau persisnya melanda pada Hari Raya Paskah, Minggu (4/4/2021). Namun hingga dua pekan setelahnya, suasana kabung masih sangat terasa, setidaknya melalui lilin duka yang terus menyala. Wajah kampung pun masih luluh lantak.
Badai yang tergolong ganas dan ekstrim, menerjang Nelelamadike dan banyak titik lainnya di NTT. Mengutip data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT, jumlah korban meninggal yang tercatat hingga Senin (12/4/2021) totalnya sebanyak 179 orang dan 45 orang korban lainnya belum ditemukan. Dari jumlah itu, hampir separuhnya atau sebanyak 74 orang korban meninggal di antaranya di Pulau Adonara (Flores Timur). Tercatat pula satu korban di Adonara hingga Minggu (18/4/2021) belum ditemukan. Korban dimaksud adalah warga Desa Oyangbarang di Kecamatan Wotan Ulumado.
Khusus di Adonara, terjangan badai di Nelelamadike dengan korban terbanyak. Di desa itu, korban meninggalnya sebanyak 56 orang, termasuk satu korban terakhir yang baru ditemukan pada hari ke-9, Selasa (13/4/2021). Selain korban jiwa, badai berupa banjir dan tanah longsor di Nelelamadike menimpa sedikitnya 58 rumah. Dari jumlah itu, 30 rumah di antaranya hanyut terkubur longsoran dan 28 lainnya mengalami rusak berat dan rusak ringan.
Korban terbanyak berikutnya di Lembata. Di kabupaten ini korban meninggal sebanyak 46 orang dan 22 lainnya masih hilang. Titik terdampak paling parah terjadi di Amakaka, Kecamatan Ile Ape.
Benih cinta yang terkubur
Dari jejeran warga yang menyalakan lilin dan khususk berdoa Sabtu jelang malam di Nelelamadike, juga hadir seorang pemuda bernama Herry Bolli (27). Sang pemuda adalah warga Lewoblolon, kampung tetangga Nelelamadike. Herry menyalakan lilin di sekitar salib bertuliskan Maria Sabu Ola. Ternyata Maria yang ketika meninggal berusia 24 tahun, adalah kekasih Herry. Kini hanya meninggalkan duka pekat. Maut badai telah sekalian menguburkan benih cinta Herry dan Maria.
Mendengar kekasihnya termasuk korban meninggal di Nelelamadike, Herry yang kini sedang merampungkan kuliah S2 di Undana Kupang, langsung pulang kampung di Lewoblolon. “Saya sangat terpukul dan juga dengan rasa duka sangat mendalam atas bencana yang menimpa Nelelamadike. Apalagi di antara puluhan korban meninggal termasuk kekasih saya, Maria Sabu Ola,” tutur Herry Boli.
“Yang bisa saya lakukan selama di kampung adalah sesering mungkin menyalakan lilin sambil berdoa untuk Maria dan korban meninggal lainnya. Semoga Maria dan korban lainnya sudah bersama keluarga kudus di Surga,” tambah Herry di tepi gundukan kuburan massal itu.
Kisah lanjutan Herry membuat rasa duka bertambah menyayat. Betapa tidak. Maria Sabu Ola yang baru diwisuda S1-nya di Kupang pada Desember 2020, ternyata bukan sembarang gadis. Ia dari keluarga berada dan terpandang di Nelemamadike bahkan Ile Boleng. Kini status sosial unggul itu menjadi kisah yang telah berujung. Maria Sabu Ola bersama 10 anggota keluarga kandungnya sama-sama menjadi korban meninggal akibat badai seroja di Nelelamadike. Selain Maria, mereka di antaranya pasangan Siprianus Sanakian – Julia Prada Wuyo dan Apolonaris Ola Ama. Ketiganya masing masing sebagai bapa-mama dan kakak sulung Maria Sabu Ola. “Dari keluarga kandung Maria, ada dua yang selamat, satu di kampung dan satu lainnya di Kupang,” jelas Herry.
Tentang kisah cintanya dengan Maria Sabu Ola, Herry mengakui berawal dari kenalan baik dengan keluarga almarhumah. Ada rasa enggan bahkan tak berani mengungkapkan gejolak cintanya hanya karena perbedaan status sosial yang lumayan berjarak. Keberanian mengungkapkan benih cintanya mulai tumbuh setelah mendapat sinyal positif dari lingkungan keluarga Maria Sabu Ola. Tali cintanya pun mulai terjalin setelah mendapat respons positif pula dari Maria Sabu Ola. Kini, tali cintanya terputus untuk selamanya setelah maut badai merenggut sang kekasih, Maria Sabu Ola. “Saya sangat mencintai Maria dan niatnya kami akan menikah tahun depan, namun Tuhan berkendak lain,” kenang Herry sambil menunduk sedih.
Kuburan massal di Nelelamadike hingga Senin (19/4/2021) malam masih dengan pemandangan sama. Tegakan 1000 lilin melingkari gundukan pusara, terus menyala. Warga yang berkunjung ke kampung itu terus berdatangan. Sebagian di antaranya mengantarkan paket bantuan kemanusiaan, sebagian lainnya khusus datang mewujudkan rasa duka dengan menyalakan lilin di tepi pusara massal.
Pada Sabtu jelang malam medio April 2021 itu, giliran keluarga Partai Golkar pimpinan Nyonya Asty Laka Lena berkunjung sekalian mengantarkan bantuan kemanusiaan. Setelah menyerahkan paket bantuan secara simbolis dan menyaksikan berbagai kerusakan akibat deraan badai, mereka juga menyempatkan diri bergabung dengan warga lain menyalakan lilin duka bagi korban bencana di lokasi kuburan massal.
Paket bantuan dari keluarga Golkar di antaranya berupa perabot rumah seperti konfor, piring, senduk, periuk, kuali atau tacul dan ember. Lainnya berupa pakaian seperti selimut, pakaian dalam wanita dan lainnya. Juga ada sembako berupa beras dan makanan bayi. Keseluruhan bantuan yang diangkut menggunakan empat truk adalah sumbangan dari Ikatan Istri Partai Golkar (IIPG), DPD Golkar NTT serta sumbangan dari seluruh DPD 2 Golkar sedaratan Flores dari Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka. Paket bantuan itu, masing-masiing dua truk untuk korban bencana Adonara (Flotim) dan dua truk lainnya untuk korban bencana di Lembata.
Kembali ke Nelelamadike. Belum diketahui sampai kapan kuburan massal di kampung yang tumbuh di kaki Gunung Ile Boleng itu, terus dipagari tegakan lilin menyala. Kabar dari Nelelamadike menyebutkan hingga Selasa (20/4/2021) siang, terus saja ada kelompok warga yang mengunjungi Nelelamadike. Sebagian di antaranya mengantarkan paket bantuan kemausiaan namun sekaligus menyalakan lilin duka bersama warga sekitar yang juga terus berdatangan.
Kalau begitu, 1000 tegakan lilin duka dimungkinkan masih terus menyala entah sampai kapan, memagari gundukan kuburan massal di Nelelamadike…. (*)
Frans Sarong, Jurnalis Senior, Wakil Ketua DPD I Golkar NTT