Hugo Rehi Kalembu. Tidak asing nama ini di kalangan politisi NTT. Jam terbangnya tinggi nian menjadi wakil rakyat di lembaga Dewan. Sembilan periode. Hampir 50 tahun itu. Lima periode di Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. Sisanya di DPRD NTT hingga sekarang ini.
Di NTT dia pecahkan rekor wakil rakyat paling lama. Di Indonesia, dan siapa tahu mungkin juga di dunia, belum ada yang melebihi rekor waktunya itu.
Itu capaian luar biasa. Prestasi diri di panggung politik. Totalitas di jalan panggilan. Panggilan sebagai politisi. Panggilan sebagai wakil rakyat yang bertugas bersuara untuk rakyat.
“Saya dari dulu itu selalu sadar untuk posisikan diri sebagai wakil rakyat yang benar. Karena itu saya enak dengan siapa saja, terutama dengan pemerintah,” kata Hugo, Ketua Fraksi Golkar DPRD NTT ketika bincang-bincang dengan kabarntt.co di Ruang Fraksi Golkar DPRD NTT, Senin (24/5/2021) lalu.
Dengan sikap seperti itu, Hugo selalu nyaman di gedung Dewan. Dia jarang terlibat konflik dengan siapa saja, terutama dengan partner dari pemerintah. Jam terbang yang begitu tinggi menjadi modal penting dan mahal bagi pria kelahiran, Kerepengga, Sumba Barat Daya, 13 Mei 1951 ini.
Hugo sangat paham tentang isi regulasi di republik ini. Dari pemerintahan hingga keuangan. Dari kepegawaian hingga aset daerah. Cocok dia duduk sebagai Ketua Komisi III DPRD NTT yang membidangi keuangan.
“Sudah dua periode saya sebagai Ketua Komisi III, satu kali sebagai Wakil Ketua Komisi III,” katanya. Di DPRD NTT, tiga periode terakhir ini Hugo pimpin Fraksi Golkar.
Ketika namanya disebut sebagai salah satu bakal calon Wakil Gubernur NTT, Hugo meresponnya dengan dewasa. Dewasa sebagai politisi senior.
“Saya berpikir dan merespon positif saja. Sebagai kader partai siap. Ibarat pemain sepak bola kalau sudah pakai baju klub, kita harus siap. Mau dipasang pelatih atau tidak dipasang, kita harus siap,” tegasnya.
Hugo merasa enteng dan senang saja dijaring sebagai salah satu bakal calon Wagub NTT. “Saya senang saja. Kita tidak boleh anggap sebagai beban. Enjoy saja. Ini kan baru penjaringan. Kita harus hormati partai. Wujud partai itu kan kadernya. Partai itu abstrak, kader itu wujudnya,” katanya.
Menurut Hugo, penjaringan dini yang dilakukan Golkar merupakan sesuatu yang sangat bagus dan luar biasa.
“Ini tradisi baru di Golkar. Sebuah terobosan baru untuk menyiapkan mesin partai agar selalu ready, sehingga pada saatnya nanti kita betul-betul memulai pertandingan. Menurut saya bagus ini. Setiap orang harus dilibatkan untuk mencoba menempati posisi-posisi itu, apakah nanti dia cocok atau tidak tergantung situasi pada saat permainan sesungguhnya. Setiap kader harus siap. Siap untuk dipasang, siap juga untuk tidak dipasang. Jangan kecewa,” kata Hugo.
Sikap Hugo seperti ini menunjukkan kematangannya sebagai kader partai. Sebelum bergabung dengan Golkar tahun 1982, Hugo adalah anggota DPRD Sumba Barat dari pintu PDI (Partai Demokrasi Indonesia). “Dulu saya ke PDI karena tidak ada yang berani ke sana,” akunya.
Sekitar 40 tahun berumah di bawah naungan pohon beringin sejak 1982, Hugo menuai banyak hikmah. Asam garam bergabung di Golkar sudah direguknya.
“Di Golkar ada suka dan dukanya. Saya bergabung ke Golkar waktu Golkar lagi kuat-kuatnya, Golkar baru muncul. Momentum itu saya coba pakai untuk memberi warna lain. Begitulah demokrasi. Di PDI seringkali pendapat kita tidak dipakai. Karena yang dipakai itu adalah kesimpulan rapat, bukan pendapat perorangan. Saya merasa lima tahun (di PDI) kok percuma juga. Makanya saya coba masuk di dalam (Golkar) dan memberi gagasan. Siapa tahu di dalam ada energi baru yang bisa mempengaruhi pertumbuhan partai. Akhirnya saya masuk Golkar,” tutur wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Sumba ini.
Senang bergabung di Golkar? “Ya, saya merasa membuat sesuatu untuk Golkar juga dan diberi kesempatan. Tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya bahwa tidak bisa berpendapat, ditekan, dipotong. Tidak juga. Justru gagasan kita disampaikan, diimprovisasi sehingga ada perubahan,” jelasnya.
Lama di Dewan, bagaimana melihat kemitraan Dewan dan pemerintah?
“Saya bertitik tolak dari diri saya sendiri. Saya dari dulu itu selalu menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Obyektif. Tetapi cara menyampaikan pendapat, saya atur dengan baik sehingga tidak menyinggung perasaan orang. Tidak ada kesan bahwa kita sepelekan orang, kita menantang orang. Sebaliknya saya ajukan argumentasi yang bagus, dengan acuan yang jelas, untuk bonum commune, untuk kebaikan bersama. Itu patokan utama saya,” kisahnya.
Sebagai wakil rakyat, kata Hugo, dia juga banyak berterima kasih kepada pemerintah. “Dengan pemerintah kita bersahabat saja, bahkan saya berterima kasih karena ada pikiran-pikiran bagus. Saya biasa dipercayakan untuk merumuskan. Di DPRD saya jadi spesialis perumus dari dulu. Saya jalankan dengan gembira karena kita bisa padukan berbagai aspek pemikiran menurut tafsir kita,” tutur Hugo.
Lama di Golkar, Hugo mengalami dan memahami benar Golkar dulu dan sekarang. “Dulu agak hati-hati berpendapat. Sekarang beda. Kita boleh vokal sekali tetapi tetap santun. Kepentingan partai itu ujungnya adalah kepentingan rakyat. Itu obyektif. Regulasi yang kita pakai juga harus klir, tidak boleh abu-abu. Karena apa pun pendapat yang kita sampaikan pasti orang tahu ke mana arahnya. Tetapi kalau kita jujur, meski kita sampaikan secara keras orang dengan ikhlas akan mengakui dan membenarkannya juga,” kata Hugo.
Hugo sangat sadar posisi sebagai wakil rakyat itu sangat berbeda dengan eksekutif. “Domain pemerintah dan Dewan itu berbeda. Wilayahnya berbeda. Jadi betapa pun pendapat DPRD bagus tetapi kalau pemerintah tidak jalankan, tidak perlu kecewa karena itu domain pemerintah. Domain Dewan itu kan menyuplai ide, menyarankan, memberi masukan. Soal nanti jalan atau tidak itu domain pemerintah, jangan kita campuri. Kalau kita campuri kacau jadinya,” terangnya.
Tentang Golkar NTT di bawah kepemimpinan Emanuel Melkiades Laka Lena, Hugo menaruh simpati dan memberi jempol.
“Apa yang dilakukan Pak Melki sekarang dinamikanya tinggi sekali. Kecepatan dinamikanya tinggi sekali; sehingga kadang-kadang orang keteteran. Kadang orang jenuh karena tidak bisa sesuaikan diri. Tetapi lama-lama orang paham karena memang dunia politik cepat berubah. Yang harus dilakukan partai adalah cepat merespon. Harus sama-sama satu gerakan yang membuat partai selalu siap sedia. Harus mengikuti perkembangan, tidak bisa lagi pakai paradigma yang dulu. Yang luar biasa dari Melki adalah bisa merangkul semua elemen. Yang senior, yang junior, perempuan, milenial semuanya dirangkul dan diberi tempat. Itu terlihat di bakal calon kepala daerah. Orang tahu tidak mungkin dia terpilih, tetapi itu sebuah apresiasi partai bahwa partai ini dibangun oleh semua. Tidak ada satu kekuatan yang membawa sendiri gerak langkah partai. Semua bergerak sama-sama. Tidak ada pemain tunggal di partai,” tuturnya. (tony kleden)