WAINGAPU KABARNTT.CO—Partai Golkar Sumba Timur menyatakan penyesalannya terhadap insiden yang terjadi di rens peternakan di Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur pekan lalu.
Seperti ramai dan viral di media sosial, ketika mengunjungi rens peternakan sapi wagyu, Sabtu (27/11/2021) lalu, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, beradu mulut dengan Ketua Suku Adat Marapu, Umbu Maramba Hawu.
Adu mulut terjadi karena Umbu Maramba tidak mau lahan ulayat mereka dijadikan rens peternakan sapi. Sementera Gubernur Viktor bersikukuh pada sikapnya menjadikan hamparan itu sebagai rens peternakan.
Gubernur beralasan lahan itu milik Pemerintah Provinsi dan Gubernur NTT ingin menjadikan lahan itu sebagai rens peternakan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Perbedaan sikap dan pendapat ini sontak melahirkan keributan dan adu mulut antara Gubernur Viktor dengan Umbu Maramba Hawu.
Golkar DPRD Sumba Timur sangat menyesalkan insiden itu dan berharap agar permasalahan itu diselesaikan secara kekeluargaan.
Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumba Timur, Ayub Tay Paranda, Rabu (1/12/2021), mengatakan insiden itu terjadi karena pendekatan oleh pemerintah yang tidak pas dengan budaya setempat.
“Mestinya ini tidak terjadi kalau pemerintah dalam hal ini Gubernur NTT menggunakan pendekatan budaya, bukan pendekatan kekuasaan, apalagi dengan kekerasan seperti itu,” kata Ayub.
Ayub sangat menyayangkan insiden dan juga sikap atau komunikasi Gubernur NTT yang dibangun tidak dengan pendekatan budaya setempat, namun dengan pendekatan kekuasaan.
“Golkar Sumba Timur sangat menyayangkan kejadian yang terjadi di Sumba Timur antara Gubernur NTT dengan tokoh adat di Sumba Timur. Coba dibangun komunikasi secara kebudayaan, maka akan mendapatkan hasil yang bagus pula. Sayang, komunikasi yang dibangun dengan cara kekuasaan makanya hal yang kita tidak inginkan terjadi,” kata Ayub.
Ayub mengatakan, orang Sumba sangat lengket dengan budaya, dengan adat Marapu yang sangat menghargai tamu yang datang, apalagi tamu itu adalah gubernur. Namun etika harus dijaga agar sama-sama saling menghargai.
“Jadi kalau kita masuk di orang punya kampung, kita harus mengikuti aturan dari kampung tersebut, bukan aturan yang kita bawa dari luar. Itu seharusnya hukum alam, semua orang juga tahu,” imbuhnya.
Ayub mengatakan, Fraksi Golkar DPRD Sumba Timur sangat berharap agar persoalan ini segera diselesaikan secara kekeluargaan dan pendekatan budaya sehingga hubungan antara Gubernur NTT dengan masyarakat tetap baik.
“Kita berharap akan mempertemukan kembali tali komunikasi yang putus dengan mempertemukan kembali kedua belah pihak tersebut. Dengan begitu masalah ini bisa segera diselesaikan dengan pendekatan budaya,” harapnya. (np)