FHO Labuan Bajo Gelar Konser Mini Bersama Kaka Slank

LABUAN BAJO KABARNTT.CO–Flores Human Orchestra (FHO), komunitas musisi tradisional lokal di Labuan Bajo, Manggarai Barat (Mabar) bentukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) akan menggelar konser amal di Aula Maria Bunda Segala Bangsa (MBSB) Labuan Bajo, Minggu (18/4/2021),  bersama Kaka Slank.

Konser amal tersebut merupakan aksi peduli untuk membantu korban bencana alam di sejumlah wilayah di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bacaan Lainnya

“Kami menggelar konser mini ini sebagai aksi peduli untuk warga yang menjadi korban dalam bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda saudara kita di NTT, terutama di Pulau Adonara dan Lembata,” ungkap Dewi Subino kepada kabarntt.co di Hotel Theodor, Labuan Bajo, Rabu (14/4/2021).

Konser mini tersebut, kata Dewi, sebagai  bentuk dukungan kepada sahabat di Adonara dan Lembata yang terdampak bencana. Konser tersebut akan dimeriahkan beberapa musisi besar tanah air di antaranya Kaka Slank, Ridho Slank, Gilang Ramadhan serta Ivan Nestorman.

“Ke empat musisi tersebut akan tampil secara virtual dari Jakarta. Hal tersebut mengingat masih dalam situasi pandemi Covid-19. Tiket yang dijual pun terbatas hanya 200 pcs dengan harga variatif mulai Rp 500 ribu (tiket platinum), Rp 250 ribu (tiket gold) dan Rp 100 ribu (tiket silver),” jelas Dewi.

Dewi berharap kegiatan dengan tema “Galang dana peduli NTT” yang berlangsung pada Minggu 18 April Pukul 20:00 hingga pukul 22.00 Wita.   tersebut dapat berjalan lancar hingga selesai.

Sementara itu, Ketua Komunitas FHO, Fransiskus X Suhardi, pada kesempatan yang sama menjelaskan, aksi penggalangan dana itu didasari perasaan empati sebagai sesama saudara.

“Ketika mereka sakit kita juga harus merasa sakit, jadi kita saling bantu. Sehingga aksi yang kita lakukan benar-benar untuk membantu saudara kita yang ada di Flores Timur dan Lembata,” tegas Suhardi.

Suhardi  berharap agar konser itu bisa meraup banyak uang dari donatur agar bisa membantu banyak korban bencana.

Suhardi  juga mengisahkan lahirnya FHO bentukan Kementerian Pariwisata tersebut. FHO terinspirasi dari seorang peneliti asal Belanda zaman dahulu kala.

“Hasil penelitian orang Belanda tersebut mengatakan Flores adalah “The Singing Island”. Menurut peneliti itu dari ujung barat hingga timur Flores, rata-rata masyarakatnya suka menyanyi,” jelasnya.

Atas dasar itu, FHO lahir ingin membuktikan bahwa narasi yang disampaikan peneliti tersebut benar-benar ada. Karena memang kenyataannya orang Flores suka menyanyi.

Atas dasar itu, pada tahun 2020 lalu pemerintah melalui Kemenparekraf menjadikan FHO sebagai komunitas binaan mereka dan menjadikan FHO bagian dari binaan kreatifnya.

Adapun musik yang dieksplorasi oleh FHO,  jelas Suhardi,  yaitu musik-musik tradisi dari budaya Manggarai. Setelah dirancang, akhirnya FHO menghasilkan tiga buah produk di bidang seni musik di antaranya sompo, secara keseluruhan berasal dari prosesi adat dalam ritus budaya Manggarai. Kedua Labuan Bajo Akapela, yaitu memainkan musik pake menggunakan suara manusia.

Terakhir, adalah band yaitu gabungan modern band yang dipadukan dengan musik tradisional. Komunitas FHO sendiri sudah tampil di media nasional Jakarta.

“Karena itu pada kesempatan pagelaran konser mini ini, selain sebagai aksi peduli korban di Flores Timur, kita ingin memberi pesan kepada khalayak umum bahwa musik tradisional harus dibangkitkan kembali dan juga bisa dipadukan dengan musik modern saat ini,” beber Suhardi. (obe)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *